Kala DPR Sentil KPU yang Sewa Jet hingga Bikin Film Pakai APBN
DPR mempertanyakan bagaimana KPU bisa menyewa pesawat jet untuk supervisi ke Bali dengan menggunakan dana APBN.
Belakangan ini, gaya hidup mewah yang dilakukan oleh pejabat mencuri perhatian publik, tak terkecuali gaya hidup komisioner Komisi Pemilihan Umum. Anggota DPR pun menyoroti sejumlah hal, yakni terkait dengan menyewa pesawat jet pribadi, menyewa apartemen mewah, dan membuat film layar lebar.
Sebagai penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dituntut bekerja secara profesional dan mandiri. Profesionalitas dan kinerja KPU ini yang dipertanyakan oleh anggota DPR dalam rapat dengar pendapat bersama KPU di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024) malam. Rapat ini juga dihadiri Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baca juga: Anggaran Pemilu dari Masa ke Masa: Pengeluaran atau Investasi Negara?
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat, Reska Oktoberia, salah satunya, menyoroti bagaimana KPU menggunakan dana negara dalam kegiatan yang dianggapnya tidak efektif dan perlu evaluasi lebih lanjut. Misalnya, ia mempertanyakan keefektifan penggunaan anggaran untuk pembuatan film layar lebar yang diproduksi oleh KPU berjudul Kejarlah Janji dan Tagihlah Janji. Kedua film tersebut diluncurkan menjelang Pemilu 2024.
”Sekarang sudah ada dua film, saya tidak tahu berapa banyak lagi film yang akan dibuat oleh KPU. Harus ada evaluasi pembuatan film. Apa efeknya, kenapa mengeluarkan uang begitu besar? Ini masuk anggaran di mana, tolong jelaskan sumber anggaran dan jenis pembiayaannya,” kata Reska Oktoberia.
Selain itu, Reska menyinggung tentang penggunaan anggaran untuk menyewa jet privat (private jet) yang digunakan oleh KPU untuk supervisi dan pemonitoran ke Bali. Reska menyebut penggunaan jet oleh KPU bukan hanya sekali dan ia mempertanyakan bagaimana hal ini dapat dimasukkan dalam anggaran APBN.
”Kalau sewa privatejet untuk mengecek logistik, kenapa komisioner yang mengurusi logistik tidak ikut? Saya tidak menemukan jawaban yang tetap terkait pertanyaan ini. Apa yang membuat pengeluaran tersebut masuk akal?” tanya Reska.
Reska menyebut penggunaan private jet oleh KPU bukan hanya sekali dan ia mempertanyakan bagaimana hal ini dapat dimasukkan dalam anggaran APBN.
Reska juga menyoroti penggunaan apartemen oleh komisioner KPU alih-alih rumah dinas. Menurut dia, pengeluaran untuk sewa apartemen merupakan bentuk pemborosan karena fasilitas rumah dinas sudah tersedia dan lebih aman.
Terakhir, Reska mempertanyakan kegiatan pertemuan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang direncanakan akan digelar di Jakarta pada 26–28 September 2024. Reska pun lantas mempertanyakan status PPLN yang masa jabatannya sudah berakhir. ”Apakah PPLN masih menjabat atau tidak? Jika masa jabatan mereka sudah selesai, apa dasar KPU mengundang mereka dalam kegiatan ini?” ujarnya, dengan nada menelisik.
Reska menyebut kegiatan pertemuan KPU dengan PPLN seperti reuni dengan mantan pacar yang sudah tidak relevan lagi dengan tugas KPU saat ini. Menurut dia, jika evaluasi kinerja PPLN masih diperlukan, rapat bisa dilakukan secara daring, yang lebih efektif dan hemat biaya.
Di rapat itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia pun menyampaikan penyesalannya terkait adanya laporan alokasi anggaran yang digunakan tidak semestinya. ”Ketika mendengar cerita anggota Dewan yang lain, ini ada penyesalan bagi saya. Karena, menurut saya, anggaran yang kami perjuangkan itu membuat gaya hidup bapak, ibu, menjadi mewah semuanya,” kata Doli.
Baca juga: Pelanggaran Etik Berulang, KPU Diminta Lebih Cermat
Politikus Partai Golkar itu mengaku terkejut dengan penggunaan anggaran Pemilu 2024 seperti untuk rumah dinas dan apartemen ataupun penggunaan untuk jet. ”Privatejet. Saya tadi tidak menduga, tetapi ternyata laporannya benar ada, diakui memakai uang APBN,” ujarnya.
Lebih lanjut, Doli menyinggung rencana KPU membuat Akademi Pemilu RI. ”Ini, kan, berarti lima tahun enggak ada kerja kepemiluan, Bapak, Ibu, mengajar atau membuat kampus, me-manage semacam itu. Pertanyaan saya, di undang-undang ada enggak aturan untuk membuat sekolah? Tugas utama Bapak, Ibu adalah pelaksana undang-undang, di undang-undang itu ada enggak Bapak, Ibu, disuruh buat sekolah?” tutur Doli.
Adapun tugas dan wewenang KPU diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Tugas dan wewenang itu antara lain merencanakan program, anggaran, dan menetapkan jadwal pemilu, menyusun dan menetapkan tata kerja, serta menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilu.
Untuk pelaksanaan Pemilu 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 71,3 triliun untuk KPU. Untuk kegiatan 2025, KPU mengajukan anggaran Rp 3,062 triliun, anggaran itu dipakai untuk penataan organisasi KPU, evaluasi pelaksanaan pemilu dan Pilkada 2024 yang digelar serentak hingga pendataan daftar pemilih tetap berkelanjutan.
Walaupun memberikan sorotan tajam terkait penggunaan dana APBN, di rapat pada Selasa (10/9/2024) malam, DPR menyetujui anggaran Rp 3,062 triliun yang diajukan KPU. Namun, salah satu alokasi penggunaan dana, yakni usulan pendirian Akademi Pemilihan Umum, ditolak.
Ketua KPU Mochammad Afifudin, Selasa malam, menjelaskan, pembuatan film layar lebar dilakukan untuk sosialisasi Pemilu 2024. Adapun pertemuan dengan PPLN sudah masuk dalam agenda rutin.
Ketua KPU Mochammad Afifudin, Selasa malam, menjelaskan, pembuatan film layar lebar dilakukan untuk sosialisasi Pemilu 2024. Adapun pertemuan dengan PPLN sudah masuk dalam agenda rutin. Mengingat tahapan pemilu yang padat, agenda itu baru dapat dilaksanakan pada September 2024 ini.
Menanggapi kritik dari anggota DPR, Afif mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan masukan dan catatan yang diberikan. ”Masukan dan catatan kami pertimbangkan dan akan kami bahas bersama,” katanya.
Jauh dari profesionalitas
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, kritik yang dilontarkan Komisi II DPR kepada KPU bukanlah sekadar formalitas, melainkan koreksi serius atas kurangnya profesionalitas dalam pengelolaan tugas dan anggaran KPU. Djohermansyah menggarisbawahi bahwa kritik ini muncul dari sikap KPU yang dinilai tidak memperhatikan prinsip-prinsip profesionalitas.
”Saya menangkap koreksi DPR kepada KPU lewat pengawasan ini sebagai kritik bahwa KPU ini kurang memperhatikan prinsip profesionalitas, yaitu harus bekerja dengan efisien, efektif, dan tidak boros,” ujar Djohermansyah.
Baca juga: Pemilu, Konsumsi Meningkat tetapi Investasi Melambat
Salah satu contoh yang disorot adalah penggunaan jet oleh KPU. ”Sewa jet itu bisa diganti dengan pesawat komersial, apalagi jika tugas tersebut tidak mendesak. Gaya ini jauh dari profesionalitas dan terkesan mabuk jabatan,” tuturnya.
Menurut dia, ketika KPU mendapatkan anggaran besar, mereka cenderung overacting dalam menjalankan tugas, bahkan di saat tidak ada putaran kedua pilpres yang membuat dana tersisa. Djohermansyah juga mengkritik langkah KPU dalam memproduksi film layar lebar sebagai bagian dari sosialisasi pemilu. Menurut dia, sosialisasi pemilu seharusnya dilakukan dengan film pendek, bukan film panjang dengan segmentasi terbatas.
”Film sosialisasi seharusnya pendek, berdurasi 30 detik sampai 1 menit, agar lebih efektif sebagai pendidikan pemilih. Ini blunder. KPU tidak seharusnya melakukan ini jika ingin tetap profesional. Jangan sampai KPU mabuk karena uang yang banyak, lalu bertindak sesuka hati,” ujar Kepala Humas Pemilu 1999 dan Media Advisor KPU 2004.
Djohermansyah menekankan bahwa peran birokrasi di KPU, terutama Sekretaris Jenderal, sangat penting untuk menjaga profesionalitas. ”Sekjen KPU harus bisa memberi masukan dan saran kepada komisioner. Jika komisioner keluar dari pakem profesionalitas, sekjen tidak boleh hanya mengikuti, tetapi harus berani berbicara sebagai profesional,” katanya.
Menurut dia, kritik pedas dari Komisi II DPR ini harus dijadikan bahan refleksi agar perbaikan bisa segera dilakukan, terutama untuk menghadapi pilkada serentak. ”Harus ada audit keuangan segera setelah pemilu selesai. Jika ada temuan penyimpangan, perlu diumumkan dan diberi sanksi. Ini penting untuk menjaga akuntabilitas," katanya. Menurut dia, kritik pedas dari Komisi II DPR ini harus dijadikan bahan refleksi agar perbaikan bisa segera dilakukan, terutama untuk menghadapi pilkada serentak.
”Harus ada audit keuangan segera setelah pemilu selesai. Jika ada temuan penyimpangan, perlu diumumkan dan diberi sanksi. Ini penting untuk menjaga akuntabilitas,” katanya.
Kritik pedas dari Komisi II DPR ini harus dijadikan bahan refleksi agar perbaikan bisa segera dilakukan, terutama untuk menghadapi pilkada serentak.
Perbaikan di KPU tidak hanya sebatas pada pengelolaan anggaran, tetapi juga pada sistem seleksi komisioner. Menurut dia, seleksi anggota saat ini cenderung melibatkan orang-orang yang disukai oleh pemerintah, yang mengabaikan profesionalitas dan rekam jejak.
”Seleksi ke depan harus diperbaiki. Komisioner KPU tidak boleh hanya diisi oleh orang-orang yang disukai pemerintah atau dianggap kaki tangan pemerintah. Panitia seleksi harus diisi oleh pakar dan ahli, bukan orang yang hanya disukai oleh pemerintah,” katanya tegas.