KPU Memandang Opsi Pilkada Ulang pada 2025 Punya Keunggulan
Jika opsi pilkada ulang pada 2029 yang dipilih, akan berdampak pada tata kelola pemerintah daerah.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menawarkan dua alternatif terkait pilkada ulang untuk daerah yang dimenangi oleh kotak kosong di Pilkada 2024. Dua alternatif itu adalah mengulang kembali pemilihan pada tahun berikutnya, yakni 2025, atau pilkada dilaksanakan sesuai jadwal seperti diatur dalam Undang-undang Pilkada, yakni lima tahun mendatang pada 2029.
Anggota KPU Idham Holik mengatakan, jika pilkada ulang dilaksanakan tahun mendatang, yakni 2025, punya keunggulan memberikan kesempatan daerah segera memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih tanpa menunggu terlalu lama. “Hal ini sebagaimana salah satu tujuan diadakannya pemilihan atau pilkada yaitu aktualisasi kedaulatan rakyat sebagai pemilih dalam memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung,” ucapnya saat ditemui di Jakarta, Jumat (6/9/2024).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Adapun alternatif kedua, pemilihan dilaksanakan sesuai jadwal merujuk pada Pasal 3 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yakni pilkada dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara serentak. “Alternatif kedua ini juga menegaskan pada mengedepankan desain keserentakan penyelenggaraan pemilihan atau pilkada,” kata Idham.
Idham menjelaskan, jika alternatif kedua menjadi pilihan, selama waktu menunggu dilaksanakannya pilkada pada lima tahun mendatang, daerah akan dipimpin oleh penjabat sementara, sebagaimana dijelaskan pada Ayat (4) dari pasal tersebut. ”Alternatif ini, tentunya, menunda keinginan pemilih atau rakyat memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung,” ujarnya.
Idham menjelaskan, secara filosofis kajian demokrasi, dalam perspektif teori kontrak sosial (social contract theory), pemilu atau pilkada adalah sarana kontrak sosial antara pemilih pemegang kedaulatan rakyat dalam demokrasi dengan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Melalui kampanye dalam pilkada, pemilih dapat mendialogkan keinginan atau harapan politiknya atas rencana program pembangunan daerah lima tahun mendatang kepada calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
”Dialog programatik antarpemilih dan pasangan calon adalah hal penting dari kedaulatan rakyat. Hal itulah kenapa UU Pilkada mengatur agar visi, misi, dan program pasangan calon yang menjadi persyaratan calon dalam pendaftaran calon pilkada harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. Hal ini ditermaktub dalam Pasal 64 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2015,” kata Idham.
KPU meyakini DPR selaku pembentuk undang-undang memiliki pandangan yang sama dengan usulan KPU.
DPR diyakini berpandangan sama
Menurut Idham, KPU meyakini DPR selaku pembentuk undang-undang memiliki pandangan yang sama dengan usulan KPU. ”Kami meyakini pembentuk undang-undang memiliki pandangan yang sama dengan usulan KPU di mana idealnya penyelenggaraan pemilihan atau Pilkada ulang karena pasangan calon dalam Pilkada calon tunggal tidak memperoleh suara lebih dari 50 persen suara sah dapat dilaksanakan tahun depan,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi II DPR mendorong bagi daerah yang nantinya menang kolom/kotak kosong untuk kembali menggelar pilkada pada tahun berikutnya, yaitu 2025. Dengan demikian, tidak perlu menunggu sampai 2029.
Saat itu, Kamis (5/9/2024), Ketua Komisi II Ahad Doli Kurnia mengatakan, jika opsi pilkada ulang pada 2029 yang dipilih, justru akan berdampak pada tata kelola pemerintah daerah. Sebab, daerah tersebut akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah dengan periode yang sangat lama, bisa mencapai lima tahun. Padahal, kewenangan penjabat sangat terbatas.
Karena itu, Komisi II DPR telah menjadwalkan rapat konsultasi membahas penafsiran Pasal 54D UU Pilkada tersebut bersama KPU dan pemerintah pada Selasa (10/9/2024) depan. Pertemuan akan membahas norma yang terdapat di dalam pasal 54 D Tahun 2016 Ayat (3) Undang-Undang Pilkada.
Dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak disebutkan secara rinci mekanisme penyelenggaraan pilkada untuk daerah yang dimenangi oleh kotak kosong. UU Pilkada tersebut hanya mengatur bahwa pemilihan berikutnya bisa diulang pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Idham, konsultasi ini wajib sebagaimana ditegaskan dalam Amar Putusan MK RI No 92/PUU-XIV/2016, KPU wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pembentuk UU Pilkada, dalam hal ini DPR (Komisi II) dan Pemerintah.
Hingga Kamis (5/9/2024), setelah dilakukan perpanjangan masa pendaftaran calon kepala daerah, jumlah daerah dengan calon kepala daerah tunggal berkurang dari 43 daerah menjadi 41 daerah. Dua daerah yang muncul kandidat baru adalah Pilkada Kabupaten Puhowato, Gorontalo, dan Pilkada Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara.
Pendaftaran pasangan calon pada masa perpanjangan pendaftaran diwarnai adanya dugaan bahwa KPU menolak pendaftaran sejumlah pasangan calon. Padahal, masa perpanjangan pendaftaran ini dinilai penting untuk menghadirkan lebih banyak kandidat sehingga tidak ada pemilihan melawan kotak/kolom kosong.
Setelah dilakukan perpanjangan masa pendaftaran calon kepala daerah, jumlah daerah dengan calon kepala daerah tunggal berkurang dari 43 daerah menjadi 41 daerah.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai KPU mempunyai kewenangan menentukan apakah pasangan calon kepala daerah–calon wakil kepala daerah memenuhi syarat pendaftaran sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2024. Apabila terdapat pelanggaran, Bawaslu mempersilakan bakal pasangan calon untuk mengajukan sengketa proses sepanjang memiliki legal standing atau kedudukan hukum.
Anggota Bawaslu Puadi mengatakan, syarat pendaftaran kandidat pilkada sudah tertuang dalam undang-undang dan Peraturan KPU. ”Adalah kewenangan KPU untuk menentukan apakah paslon (pasangan calon) telah memenuhi syarat pendaftaran yang ditentukan dalam undang-undang dan dijabarkan lebih lanjut dalam PKPU,” kata dia di Jakarta, Jumat (6/9/2024).
Sementara itu, Said Salahudin, ketua tim kuasa hukum Perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi sekaligus Ketua Tim Pilkada Pusat Partai Buruh, berpendapat, semestinya KPU tidak membatasi masa perpanjangan pendaftaran kandidat pilkada di daerah dengan kandidat tunggal pada 2-4 September 2024. Menurut dia, semestinya perpanjang pendaftaran dibuka kembali oleh KPU pada 21–23 September.
”Mengingat pilkada merupakan momentum pelaksanaan kedaulatan rakyat, maka KPU harus meluruskan informasi yang tidak benar kepada masyarakat agar ruang demokrasi dalam pencalonan pilkada tetap terbuka dan potensi pilkada dengan kotak kosong dapat diminimalisasi,” ujarnya.
Namun, Idham Holik menegaskan, pendaftaran dan masa perpanjangan pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah selesai. ”Perpanjangan masa pendaftaran pasangan calon di KPU daerah yang karena baru adanya satu pasangan calon pendaftar telah ditutup pada 4 September 2024 dan tidak diperpanjang lagi,” katanya.