Ancaman Serangan Siber Pilkada Serentak Perlu Diantisipasi, Belajar dari Serangan PDNS
Belajar pada serangan siber terhadap Pusat Data Nasional, ancaman siber pada Pilkada 2024 harus diantisipasi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Ancaman serangan siber pada penyelenggaraan Pilkada 2024 yang menjadi pilkada serentak terbesar harus diantisipasi secara serius. Belajar dari serangan terhadap Pusat Data Nasional Sementara, serangan siber bisa menghancurkan, mengubah, hingga menyandera data pemilu. Pengamanan sistem elektronik penyelenggara pemilu harus dilakukan dengan lebih baik.
”Sinergi Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sangat penting untuk menjaga suasana digital tetap kondusif dan menjaga keamanan siber selama Pilkada 2024,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto, di Medan, Sumatera Utara, Selasa (9/7/2024).
Hadi menyampaikan hal tersebut saat memimpin rapat koordinasi kesiapan penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2024 di wilayah Sumatera. Hadi menyebut, pemilihan kepala daerah pada 27 November 2024 menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia dengan diikuti 508 kabupaten/kota dan 37 provinsi secara serentak.
Hanya Daerah Istimewa Yogyakarta dan empat kabupaten/kota di Jakarta yang tidak ikut pemilu. ”Saya mengajak secara khusus Kepala BSSN untuk hadir ke rapat koordinasi ini,” kata Hadi.
Kepala BSSN Hinsa Siburian mengatakan, serangan siber paling rentan pada Pilkada 2024 adalah ancaman teknis yang bisa mengganggu sistem elektronik yang digunakan Komisi Pemilihan Umum. Serangan siber ransomware seperti yang menyerang PDNS 2 pada akhir Juni lalu bisa saja terjadi pada Pilkada 2024 sehingga harus diantisipasi.
”Serangan itu bisa mengganggu sistem elektronik yang digunakan KPU, bisa menghancurkan, mengubah, mencuri, menyandera data hasil, dan bisa memasukkan data,” kata Hinsa.
Selain serangan siber yang bersifat teknis, Hinsa juga menyebut bahwa serangan siber yang bersifat sosial juga menjadi ancaman yang cukup besar pada Pilkada 2024. Serangan siber bersifat sosial menggunakan informasi yang telah direkayasa untuk mempengaruhi ide, pilihan, pendapat, emosi, tingkah laku, hingga opini publik.
”Serangan siber ini juga dapat mengubah cara pikir, sistem kepercayaan, dan perilaku manusia. Ini juga sangat rentan terjadi pada dimensi politik,” kata Hinsa.
Serangan itu bisa mengganggu sistem elektronik yang digunakan KPU, bisa menghancurkan, mengubah, mencuri, menyandera data hasil, dan bisa memasukkan data.
Serangan siber bersifat sosial ini dilakukan dengan empat cara, yakni propaganda hitam, eksploitasi isu sensitif di kelompok masyarakat tertentu, pembanjiran informasi agar masyarakat tidak bisa membedakan mana informasi yang benar, hingga provokasi untuk menciptakan konflik. Serangan siber ini bisa berdampak sangat luas dan menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat sesuai dengan kepentingan pihak yang menyerang.
Untuk mengantisipasi serangan siber yang bersifat teknis dan sosial, BSSN melaksanakan operasi pengamanan siber dan sandi selama 87 hari mulai dari H-63 sampai H+23 pada penyelenggaraan Pilkada 2024 di semua provinsi dan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada.
”Kami membentuk empat satgas (satuan tugas) untuk Pilkada 2024, yakni Satgas Pengamanan Siber, Satgas Pengendalian Informasi, Satgas Sandi, serta Satgas Komunikasi dan Publikasi,” kata Hinsa.
Satgas ini, antara lain, bertugas untuk melaksanakan identifikasi, penanggulangan, dan pemulihan infrastruktur aset siber jika ada ancaman. Satgas juga mengamati dan menganalisis media sosial, termasuk melakukan kontra dan penguatan narasi.
Pelaksana Tugas Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan, KPU siap bersinergi dengan semua kementerian dan lembaga terkait penyelenggaraan pemilu. Tahapan Pilkada 2024 sudah dimulai dengan pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan pada 5 Mei-19 Agustus. Tahapan selanjutnya adalah pendaftaran pasangan calon pada 27-29 Agustus, dan dilanjutkan dengan penetapan calon pada 22 September.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja menyebut, Bawaslu siap mengawasi semua tahapan Pilkada 2024. Masalah utama yang dihadapi penyelenggara pemilu saat ini, kata Rahmat, adalah pelaksanaan putusan Mahkamah Agung tentang batas usia calon kepala daerah. ”Ini menjadi masalah karena putusan Mahkamah Agung dikeluarkan di tengah tahapan pemilu,” kata Rahmat.
Rahmat menyebut, saat ini sedang dicari formula penerapan aturan syarat batas usia tersebut. Dia pun mengusulkan agar ke depan ada regulasi yang mengatur agar tidak ada putusan yang diambil di tengah tahapan pemilu yang sudah berjalan karena sangat mengganggu penyelenggaraan pemilu.