Banjir Bandang Terjang Rumah di Kolaka Utara, Alarm Bencana bagi Sultra
Banjir bercampur lumpur menerjang satu dusun di Kolaka Utara, Sultra. Daerah daratan di ”bumi anoa” ini diharapkan bersiaga seiring masuknya musim hujan dan banyaknya kerusakan di wilayah hulu.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Banjir bandang memutus jembatan dan menerjang satu dusun di Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Curah hujan tinggi dan kerusakan daerah hulu sungai menyebabkan banjir bandang dengan cepat menerjang permukiman.
Banjir bandang luapan Sungai Latawaro menerjang Dusun IV, Desa Latawaro, Lambai, Kolaka Utara, pada Kamis (17/12/2020) dini hari. Tiga rumah terendam. Rumah itu berjarak sekitar 10 meter dari Sungai Latawaro.
Kepala Dusun IV Muhidin menyampaikan, air naik ke permukiman sekitar pukul 02.00 Wita. Air dengan ketinggian sekitar 40 sentimeter itu mengalir deras menerjang rumah Muhidin dan dua tetangganya.
”Kami semua tertidur karena hujan sangat deras. Saat terbangun, air sudah masuk di dalam rumah. Kami segera menyelamatkan diri karena airnya deras sekali,” ucapnya saat dihubungi dari Kendari, Kamis siang.
Banjir yang baru pertama kali terjadi ini, lanjut Muhidin, tidak berlangsung lama. Sekitar sejam setelahnya, air mulai surut sehingga ia dan keluarga berani kembali ke rumah. Namun, lumpur tebal telanjur menutupi rumah dan jalan.
Terkait kerugian, ia belum bisa menghitungnya. Sebab, lumpur juga merendam perkebunan warga dan tanaman nilam di sekitar sungai. ”Yang penting kami semua selamat dulu,” tambahnya.
Luapan sungai yang disertai lumpur tersebut juga membuat jembatan penghubung antardusun hanyut dan tidak bisa dilalui. Bagian jembatan yang menghubungkannya dengan jalan hilang dihantam banjir bandang.
Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Rante Angin Inspektur Dua Agustian Rante Parabang menyampaikan, bersama warga, pihaknya sudah membuat jembatan darurat agar sementara bisa dilalui kendaraan roda dua. Selain itu, bronjong penahan air yang baru selesai dibangun dengan biaya ratusan juta rupiah juga rusak parah terkena terjangan air.
”Banjir kali ini membawa batang dan ranting pohon. Hal itu membuat sumbatan di daerah jembatan hingga melimpas dan menghanyutkan jembatan,” ucapnya.
Selain hujan deras, Agustian berpendapat, aktivitas manusia di hulu sungai ikut menyebabkan banjir membawa batang dan ranting pohon. Hal tersebut berdampak pada meluapnya air sungai dan menyebabkan banjir bercampur lumpur.
”Kami saat ini masih mendata kerugian dan dampak banjir. Banjir sudah surut, tapi masih tersisa lumpur. Warga bergotong royong membangun jembatan dan membersihkan sisa lumpur,” ujarnya.
Kondisi memasuki awal musim hujan memang mesti diwaspadai, khususnya di daerah daratan Sultra, seperti Kolaka Utara, Kolaka, Bombana, Konawe, dan Konawe Utara. Sejumlah daerah ini juga memiliki kawasan hulu yang rusak karena aktivitas pembukaan lahan skala besar.
Aktivitas manusia di hulu sungai ikut menyebabkan banjir membawa batang dan ranting pohon. Hal tersebut berdampak pada meluapnya air sungai dan menyebabkan banjir bercampur lumpur.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Ramlan menyampaikan, secara umum, semua wilayah Sultra telah masuk pada awal musim hujan. Hanya saja, daerah daratan, khususnya di wilayah Kolaka, lebih dulu terkena paparan angin barat yang bertiup ke timur.
”Di wilayah-wilayah daratan ini juga ada penguapan massa-massa udara sehingga mempercepat timbulnya awan hujan. Belum lagi pengaruh La Nina yang memang terus terjadi secara umum,” kata Ramlan.
Oleh sebab itu, dia mengatakan rutin meneruskan peringatan dini cuaca ke semua daerah. Harapannya, daerah bersiap dan melakukan mitigasi bencana. Daerah sudah harus menyiapkan diri dengan kondisi cuaca yang terjadi saat ini.
Di Konawe, Konawe Utara, dan Konawe Selatan, banjir juga terus terjadi dan merendam ribuan rumah setiap tahun. Tiga daerah ini adalah daerah dengan tambang nikel terbanyak dan juga memiliki perkebunan sawit yang luas.
Di Konawe Utara, banjir terjadi pada Juni lalu. Hunian sementara warga yang kehilangan rumah akibat banjir bandang pada 2019 kembali terendam banjir. Di wilayah ini, pembukaan hutan skala masif terus terjadi mulai dari hulu hingga hilir.