DPR: Penolakan Pencalonan Kepala Daerah oleh KPU Ciptakan Fenomena Kotak Kosong
Petunjuk teknis yang dibuat KPU seharusnya tidak mengesampingkan norma utama dalam Peraturan KPU No 8/2024.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penolakan pendaftaran pasangan calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah oleh Komisi Pemilihan Umum di masa perpanjangan pendaftaran Pilkada 2024 pada 2-4 September 2024 mendapat sorotan DPR. Sikap KPU dinilai menciptakan fenomena calon tunggal melawan kotak/kolom kosong.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu mengatakan, terdapat pelanggaran pendaftaran yang dilakukan oleh anggota KPU provinsi maupun KPU tingkat kabupaten/kota. ”Pelanggaran proses pendaftaran ini harus mendapatkan atensi dan supervisi khusus dari KPU RI,” katanya saat rapat dengar pendapat antara KPU, Bawaslu, dan Komisi II DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/8/024).
Masinton menceritakan pengalamannya mendaftar dalam pemilihan calon bupati-wakil bupati di Kabupaten Tapanuli Tengah. Ia mendaftar sebagai calon bupati berpasangan dengan Mahfud Efendi.
”Mulanya, hanya ada satu calon di Pemilihan Bupati Tapanuli Tengah. KPU lantas membuka perpanjangan pendaftaran hingga 4 September 2024. Dalam proses pendaftaran, (saya) tidak diterima alasannya Sistem Informasi Pencalonan (Silon),”kata Masinton.
Ia menjelaskan, bahwa dirinya telah datang membawa berkas pendaftaran lengkap. Namun oleh anggota KPU Tapanuli Tengah pendaftarannya ditolak dengan alasan Silon.
Masinton menilai, apa yang dilakukan oleh anggota KPU ini telah membegal suara rakyat. Dampak dari tindakan KPU ini telah memicu kemarahan masyarakat yang membuat kantor KPU Tapanuli Tengah nyaris dibakar massa.
Masinton menilai, apa yang telah dilakukan oleh anggota KPU ini telah membegal suara rakyat.
Oleh karena itu, ia meminta KPU RI menindak anggota KPU di Tapanuli Tengah yang telah bersikap tidak profesional. ”Kalau KPU tidak bertindak benar atau tegas, itu artinya KPU telah berkontribusi terhadap pembegalan suara rakyat dan berkontribusi terhadap konflik di Tapanuli Tengah,” katanya.
Anggota Komisi II DPR, Endro Suswantoro Yahman, mengatakan, penolakan pendaftaran calon kepala daerah-wakil kepala daerah ditemukan di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara; Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung; dan Kendal, Jawa Tengah.
Ia menjelaskan, guna menekan calon tunggal dalam Pilkada 2024, seharusnya semua pendaftaran diterima oleh KPU. ”Apa gunakan kalau saat pendaftata harus di-stop. Seharusnya kalau dokumen tidak lengkap diperbaiki, bukannya malah dilarang daftar,” kata dia.
Oleh karena itu, menurut Endro, sikap KPU telah memunculkan ketidakpercayaan masyarakat akan proses demokrasi dan menciptakan ketidakstabilan nasional. Ia menyarankan agar KPU mengambil langkah strategis untuk menekan pemilihan calon melawan kotak kosong.
”Jangan persulit pendaftaran sehingga fenomena kotak kosong jadi kenyataan. Untuk menegakkan demokrasi, tolong kasih kesempatan lagi untuk formulasi koalisi untuk meminimalkan kotak kosong,” katanya.
Hingga Selasa pukul 18.00 WIB, KPU dan Bawaslu belum memberikan tanggapan terkait pernyataan Komisi II DPR.
Mengajukan gugatan
Pada Selasa, petahana Bupati Kendal Dico M Ganinduto mengatakan, pihaknya resmi mengajukan gugatan sengketa penolakan pendaftaran oleh KPU Kendal pada Pilkada 2024 kepada Bawaslu. Dico menjelaskan, gugatan itu diajukan karena KPU Kendal menolak berkas pendaftaran Dico yang maju berpasangan dengan KH Ali Nurudin.
Penolakan itu dilatarbelakangi karena Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah mendaftarkan pasangan calon lain sebelum pendaftaran Dico-Ali Nurudin.
Petahana Bupati Kendal Dico M Ganinduto mengatakan, pihaknya resmi mengajukan gugatan sengketa penolakan pendaftaran oleh KPU Kendal pada Pilkada 2024 kepada Bawaslu.
Dico mengatakan, pihaknya telah menghadirkan saksi ahli dan saksi fakta dalam musyawarah terbuka penyelesaian sengketa di Bawaslu Kendal. Termasuk kedatangan saksi fakta dari DPP PKB yang membawa surat tugas resmi. Namun, pendaftaran tetap ditolak.
Dico menuturkan, seharusnya KPU Kendal tidak mengintervensi keputusan partai politik. ”Dalam melaksanakan pemilihan, KPU harus mengutamakan hak bagi pemilih dan yang dipilih,” ujar Dico.
Peneliti kepemiluan dan demokrasi, Titi Anggraini, mengatakan, seharusnya petunjuk teknis yang dibuat KPU tidak mengesampingkan norma utama dalam Peraturan KPU Nomor 8/2024. Dengan begitu, tidak ada penolakan pendaftaran calon kepala daerah dalam pilkada.
”Bahwa prinsip dalam PKPU 8/2024 dalam rangka mencegah calon tunggal, maka boleh dilakukan rekonfigurasi koalisi pencalonan. Keputusan KPU 1229 tentang pedoman teknis pendaftaran yang kemudian membatasi dan membuat prinsip dalam PKPU itu tidak bisa diwujudkan,” katanya.
Ia juga mengatakan, seharusnya Bawaslu mengabaikan Keputusan KPU 1229 dan meminta KPU mengakomodasi pendaftaran calon baru yang ditolak tersebut agar tidak terjadi calon tunggal sebagaimana semangat Putusan Mahkamah Konstitusi 100/PUU-XXIII/2015 dan Undang-Undang Nomor 10/2016.