Konsinyering Digelar Terbuka, PKPU Calon Kepala Daerah Disepakati Ikuti Putusan MK
Untuk menghindari spekulasi publik, DPR mengagendakan konsultasi revisi PKPU itu pada hari Minggu ini.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam rapat konsinyering yang digelar terbuka, di Jakarta, Sabtu (24/8/2024) malam, Komisi II DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu sepakat untuk merevisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan Kepala Daerah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi. Rancangan perubahan PKPU itu akan disahkan dalam rapat dengar pendapat, Minggu (25/8/2024).
Adapun putusan MK yang dimaksud adalah Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang memperlonggar syarat ambang batas partai dalam mengajukan calon kepala daerah, yakni memperoleh suara sah berkisar 6,5-10 persen untuk partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu. Hal itu bergantung pada jumlah daftar pemilih tetap di daerah tersebut.
Selanjutnya adalah Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan batas usia calon kepala daerah dihitung sejak KPU menetapkan pasangan calon, bukan sejak pelantikan calon terpilih.
”Kami putuskan bahwa revisi PKPU tentang Pencalonan Kepala Daerah isinya bulat-bulat merujuk putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan Nomor 70,” ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Rapat konsinyering yang dihadiri sejumlah anggota Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini terbilang tak biasa. Sebab, sejumlah rapat konsinyering sebelumnya digelar secara tertutup.
Selain itu, rapat dengar pendapat (RDP) di DPR untuk pengesahan Rancangan perubahan PKPU Pencalonan Kepala Daerah yang diagendakan pada hari Minggu juga maju sehari. Sebelumnya, pihak DPR mengagendakan rapat itu digelar Senin (26/8/2024), sehari sebelum pendaftaran calon kepala daerah.
Komisi II DPR akan terus mengawal dan menjaga pembahasan revisi PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Kepala Daerah itu agar tidak melenceng dari putusan MK.
DPR janji mengawal
Doli mengatakan, Komisi II DPR akan terus mengawal dan menjaga pembahasan revisi PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Kepala Daerah itu agar tidak melenceng dari putusan MK. Selain sesuai konstitusi, langkah itu juga selaras dengan keinginan publik yang ingin aturan main di Pilkada 2024 sesuai dengan putusan MK.
Di sisi lain, publik juga sudah mengetahui isi putusan MK yang berdampak pada pencalonan kepala daerah. Selain itu, draf revisi PKPU itu juga sudah beredar di publik. Maka, jika ada pasal yang tidak sesuai, justru bisa menimbulkan kecurigaan publik terhadap DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu.
Doli melanjutkan, penetapan revisi PKPU No 8/2024 akan dilakukan dalam forum rapat dengar pendapat Komisi II DPR pada Minggu (25/8/2024). Jadwal ini diajukan sehari dari semula Senin (26/8/2024). Pelaksanaan RDP pada hari Minggu juga sudah disetujui oleh pimpinan DPR.
”Dengan demikian, rakyat tidak lagi berspekulasi, tidak berprasangka, dan tidak lagi berpikiran buruk karena PKPU yang sesuai dengan putusan MK bisa segera diterbitkan,” kata Doli.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan, revisi PKPU No 8/2024 sepenuhnya mengacu pada putusan MK. Pasal 11 yang memuat ambang batas pencalonan kepala daerah sesuai dengan putusan MK. Syarat ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu harus memperoleh suara sah berkisar 6,5-10 persen, bergantung pada jumlah daftar pemilih tetap di daerah tersebut.
Sementara untuk Pasal 15 PKPU No 8/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah, itu dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Apresiasi langkah cepat
Terkait dengan PKPU Pencalonan Kepala Daerah, anggota Bawaslu, Puadi, mengatakan, Bawaslu telah mengirimkan surat ke KPU pada 22 Agustus. Dalam surat tersebut, Bawaslu telah meminta KPU untuk mengubah PKPU No 8/2024 itu sesuai dengan putusan MK.
Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan, DKPP mengapresiasi langkah cepat KPU yang mengadopsi putusan MK. Namun, KPU tetap harus berhati-hati untuk mengikuti seluruh prosedur agar tidak ada pelanggaran kode etik pemilu.
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, juga mengapresiasi keputusan pembentuk undang-undang dan KPU yang menyepakati revisi PKPU sesuai putusan MK. Semakin cepat PKPU direvisi dan diundangkan, maka disinformasi yang beredar di publik tidak akan berlarut.
”Langkah cepat pembentuk undang-undang dan KPU yang mempercepat penetapan revisi PKPU dapat menghentikan ketidakpuasan yang meluas di masyarakat,” kata Titi.