Denny JA: Jokowi-Prabowo Satu Suara untuk Pilkada di 7 Provinsi, Termasuk Jakarta
Di Pilkada DKI dan Jawa Tengah, pengaruh Jokowi dinilai masih kuat. Hal ini ditambah pengaruh Prabowo yang membesar.
JAKARTA, KOMPAS — Pengaruh Presiden Joko Widodo dalam Pilkada 2024 serentak diyakini masih ada kendati pengaruh Prabowo Subianto, presiden terpilih, terus membesar. Bahkan, keduanya disebut satu suara untuk pilkada di tujuh provinsi, termasuk Jakarta, karena populasi penduduk di wilayah itu mencakup 70 persen penduduk Indonesia.
Untuk Pilkada Jakarta, misalnya, dukungan solid Jokowi dan Prabowo serta partai politik dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus akan membuat calon yang didukung menjadi sangat kuat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hal itu diungkapkan pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Januar Ali, Sabtu (10/8/2024), di Jakarta. Ia menyebutkan bahwa saat ini pengaruh Jokowi atau Jokowi effect diimbangi pengaruh Prabowo. Lebih kuat lagi, menurut dia, keduanya tak akan berpisah jalan setidaknya sampai akhir tahun ini.
Baca juga: PKB dan PKS Mendekati KIM, Laju Anies Ditekan, Ridwan Kamil Jadi Calon Tunggal dari Parpol
Karena itu, kendati Jokowi akan mengakhiri jabatan sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2024 dan Prabowo akan memegang tampuk kekuasaan setelahnya, keduanya masih satu suara dalam mengusung calon-calon kepala daerah di Pilkada 2024 yang akan digelar serentak pada 27 November mendatang.
Denny menyebutkan Jokowi dan Prabowo akan satu suara pada tujuh provinsi yang paling strategis, yakni Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Ketujuh provinsi itu dinilai strategis karena populasi penduduk di wilayah itu mencakup 70 persen penduduk Indonesia. Gubernur di tujuh wilayah itu pun dinilai berpotensi melaju sebagai kandidat Pemilu Presiden 2029.
”Belum terdengar kabar kedua tokoh itu beda pilihan di tujuh wilayah paling strategis,” ujarnya.
Pengaruh Jokowi ini, lanjut Denny, bisa dilihat di segmen yang berbeda. Di segmen elite partai politik, pengaruh Jokowi masih sangat kuat dalam menentukan siapa kandidat yang akan memperoleh tiket maju di pilkada.
Sebab, calon sehebat apa pun tidak akan bisa maju kalau tidak mendapatkan tiket partai. Denny mencontohkan, Anies Baswedan yang kemungkinan besar tak akan bisa maju dalam Pilkada Jakarta karena tak memiliki cukup dukungan parpol.
Denny, yang sempat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jumat (9/8/2024) sore, menilai efek Jokowi pada elite partai masih besar karena waktu penutupan pendaftaran kandidat pilkada masih 29 Agustus mendatang. Di saat itu, Jokowi masih menduduki jabatan sebagai Presiden RI.
Kalaupun sudah tak lagi menjabat Presiden, efek Prabowo yang membesar dinilai akan melanjutkan dukungan yang sama arahnya. Apalagi koalisi parpol pendukung Prabowo, yakni KIM, diyakini akan membesar menjadi KIM Plus dengan tambahan dukungan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pengaruh Jokowi di segmen pemilih, menurut Denny, juga tak akan berbeda jauh karena dalam survei-survei, secara umum tingkat kepuasan (approval rating) Jokowi masih tinggi. ”Sekitar 78-81 persen, up and down. Masih besar sekali jumlah pemilih yang suka. Yang kritis sekali dan beroposisi, aktif di sosmed dan kampus, kalangan aktivis terpelajar, jumlahnya terbatas,” tuturnya.
Kendati dinilai signifikan dalam wacana pemikiran tetapi kalangan akademisi dan aktivis itu tidak berpengaruh dalam perilaku pemilih dan efek pilkada.
Akademisi dan aktivis tak berpengaruh
Denny menyebut kalangan terpelajar atau masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia hanya sekitar 10 persen. Dari kelompok ini, kalangan yang aktivis dan kritis diperkirakan hanya 3 persen. Karena itu, kendati dinilai signifikan dalam wacana pemikiran tetapi kalangan akademisi dan aktivis itu tidak berpengaruh dalam perilaku pemilih dan efek pilkada.
“(Akademisi dan aktivis) seperti angin topan dalam toples. Besar pengaruh pada pemikiran dan penting didengar sebagai pembelajaran demokrasi dan pengayaan demokrasi. Tapi, untuk efek pada hasil Pemilu dan Pilkada, jumlahnya terlalu kecil,” tuturnya.
Selain itu, dia menilai hubungan emosional Prabowo dan Jokowi kepada mayoritas pemilihnya sulit diganggu. Hubungan Prabowo dan Jokowi pun disebut sedang dalam masa bulan madu sehingga rasanya tak mungkin pecah kongsi hingga akhir tahun ini. ”Kalau setelahnya (setelah 2024 berlalu), kita belum tahu,” ujarnya.
Selain Aceh dan Sumatera Barat, dua provinsi di mana Prabowo Subianto kalah di Pilpres 2024 lalu, pengaruh Jokowi dan Prabowo diakui tidak besar. Namun, di luar dua provinsi tersebut, Denny menilai para calon kepala daerah pun tak akan mengambil sikap menyerang Prabowo dan Jokowi. Sebab, hal ini diyakini akan berbalik dan kontraproduktif seperti yang terjadi pada Pilpres 2024.
Baca juga: PDI-P dan PKS Siap Koalisi Melawan Bobby Nasution di Pilgub Sumut
Anak dan Menantu
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menilai efek Jokowi di Pilkada 2024 akan berbeda dengan di Pilpres 2024. Sebab, mendekati masa pensiun, pengaruh Jokowi akan menurun, sebaliknya pengaruh Prabowo semakin besar. ”Apalagi (saat Pilkada serentak 2024) 27 November, Pak Jokowi sudah tidak lagi menjabat presiden, yang akan lebih besar adalah Prabowo efek. Kekuasaan de facto sudah beralih ke Pak Prabowo,” tuturnya kepada Kompas, Sabtu (10/8/2024).
Dalam survei Charta Politika, pemilih cenderung lebih mengikuti pilihan Prabowo ketimbang pilihan Jokowi. Karena itu, semakin mendekati pilkada, pengaruh Prabowo diperkirakan membesar dan sebaliknya dengan pengaruh Jokowi.
Namun, menurut Yunarto, hal ini tidak bisa dipukul rata. Sebab, di setiap daerah akan ada gradasi yang berbeda-beda. Di beberapa wilayah tertentu seperti Nusa Tenggara Timur, daerah Toba di Sumatera Utara, dan Papua, pengaruh Jokowi masih sangat kuat. ”Untuk daerah-daerah seperti Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan, faktor Prabowo jauh lebih besar,” tambahnya.
Dia pun menilai dukungan koalisi KIM Plus saja bisa jadi tak berpengaruh kuat untuk mendapatkan suara. Demikian pula untuk orang-orang dekat Jokowi seperti sekretaris pribadi Nyonya Iriana yang maju di Pilkada Kota Bogor, Jawa Barat, ataupun untuk adik sekretaris pribadi Jokowi yang maju di Pilkada Boyolali, Jawa Tengah.
Namun, untuk menantu dan anak Jokowi yang akan maju dalam pilkada, menurut Yunarto, pengaruh Presiden Jokowi masih akan sangat kuat. Sejauh ini, Kaesang Pangarep, anak bungsu Presiden Jokowi, digadang-gadang sebagai calon wakil gubernur di Pilkada DKI atau Jawa Tengah. Kemudian, Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi, telah diusung sebagai calon gubernur di Pilkada Sumatera Utara.
Untuk menantu dan anak Jokowi yang akan maju dalam pilkada, menurut Yunarto, pengaruh Presiden Jokowi masih akan sangat kuat.
Namun, kata Yunarto, dukungan ini tak hanya bergantung pada citra besar Jokowi, tetapi juga karena ada dugaan keberpihakan aparat, dugaan keberpihakan dari birokrat, dan dugaan keberpihakan dari alat-alat negara lain. ”Kalau Kaesang turun atau Bobby turun, kalau keluarga tentu akan ada pengerahan kekuatan. Dan itu yang menyebabkan, menurut saya, Jokowi effect tetap besar,” tuturnya.
Salah satu instrumen negara yang mungkin masih berpengaruh, antara lain bantuan sosial. Program ini sudah ditetapkan berlanjut sampai akhir tahun dan sebagian besar masyarakat yang menerima menganggap ini program Jokowi. ”Mungkin harus dijaga bersama, jangan sampai legacy Jokowi di akhir masa kepemimpinannya, lagi-lagi diiringi dengan kontroversi terkait kebijakan kebijakan yang dimanfaatkan secara politis,” tambah Yunarto.