Dituding KPK, Kejaksaan Minta Wakil Ketua KPK Lihat Fakta dan Beri Pernyataan yang Valid
Kejaksaan terus mendukung KPK menjalankan tugas dan fungsinya dengan mengirimkan jaksa yang andal dan mumpuni.
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung menegaskan mereka terus mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Kejaksaan melihat hubungannya dengan KPK berjalan dengan baik. Mereka terbuka dan memberikan fasilitas terhadap KPK dalam menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi, khususnya di daerah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar melalui keterangan tertulis meminta agar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melihat fakta di lapangan sehingga pernyataan yang diberikan akan lebih valid. Ia menegaskan, selama ini hubungan kejaksaan dengan KPK berjalan dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
Apalagi, kewenangan KPK justru lebih besar dari kejaksaan sehingga tidak beralasan jika kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi. ”Kejaksaan terus mendukung KPK dalam menjalankan tugas fungsinya dengan men-support tenaga-tenaga jaksa yang andal dan mumpuni untuk diperbantukan di KPK,” kata Harli, Selasa (2/7/2024).
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (1/7/2024), Alexander Marwata mengatakan bahwa KPK kesulitan saat harus bekerja sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian untuk menangani sebuah kasus bersama, apalagi jika KPK dalam posisi menyupervisi (Kompas, 2/7/2024).
Baca juga: Kejaksaan Diharapkan Transparan seperti Kepolisian
Menurut Harli, kejaksaan selama ini sangat terbuka dan fasilitatif terhadap KPK dalam menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi, khususnya di daerah. Jika KPK menengarai ada pintu yang tertutup untuk koordinasi, sebaiknya diungkap dengan detail terkait peristiwa apa, di daerah mana dan terkait persoalan apa supaya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
”Kejaksaan terus mendukung KPK dalam menjalankan tugas fungsinya dengan men- support tenaga-tenaga jaksa yang andal dan mumpuni untuk diperbantukan di KPK. ”
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar memberi keterangan kepada jurnalis pada konferensi pers pelimpahan tersangka kasus korupsi timah tahap 2 dari Kejaksaan Agung kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Ia menegaskan, kejaksaan sangat mendukung KPK dalam menjalankan tugas-tugasnya di daerah. Kejaksaan juga selalu memberikan dukungan yang terbaik bagi KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya, apalagi ketika para jaksa di KPK menjalankan tugas-tugasnya di persidangan. Dukungan itu diberikan seperti penggunaan mobil tahanan, antar-jemput tahanan KPK, serta pengamanan bagi tahanan dan para jaksa yang bersidang.
Tak ada masalah
Kompas sudah menghubungi Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho melalui telepon ataupun pesan singkat untuk menanyakan terkait kerja sama kepolisian dengan KPK dalam menangani kasus korupsi. Namun, Sandi belum merespons.
Dihubungi secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman melihat tidak ada permasalahan hubungan antara kejaksaan dan Polri dengan KPK. Sebab, kejaksaan tetap mengirimkan jaksa penuntut ke KPK dan Polri mengirimkan penyidik ke KPK.
”Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman melihat tidak ada permasalahan hubungan antara kejaksaan dan Polri dengan KPK. Sebab, kejaksaan tetap mengirimkan jaksa penuntut ke KPK dan Polri mengirimkan penyidik ke KPK. ”
Boyamin mengingatkan, KPK pada periode kepemimpinan sebelumnya pernah menangkap bekas Asisten Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Agus Winoto. Pengusutan kasus ini melalui koordinasi yang baik dengan kejaksaan.
Dari kasus tersebut, juga terungkap perkara suap Alvin Suherman yang berprofesi sebagai pengacara kepada jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah bernama Kusnin yang akhirnya ditangani oleh Kejaksaan Agung.
”Jadi, kerja sama (KPK dengan kejaksaan) baik, dengan Polri juga begitu. Koordinasinya baik, proses-prosesnya itu juga baik. Jadi, tidak ada masalah. Yang justru tampaknya bermasalah pimpinan KPK sendiri, yaitu gagal memimpin KPK,” kata Boyamin. Menurut dia, pimpinan KPK hanya mencari-cari kesalahan orang lain demi menutupi kegagalan dalam memimpin KPK.
”Jadi, kerja sama (KPK dengan kejaksaan) baik, dengan Polri juga begitu. Koordinasinya baik, proses-prosesnya itu juga baik. Jadi, tidak ada masalah. Yang justru tampaknya bermasalah pimpinan KPK sendiri, yaitu gagal memimpin KPK. ”
Kegagalan pimpinan KPK itu terlihat dari hasil survei tatap muka Litbang Kompas pada 27 Mei-2 Juni 2024. Citra baik KPK berada di angka 56,1 persen atau naik 8,6 persen dari survei periode Desember 2023 yang berada di angka 47,5 persen.
Meskipun meningkat, nilai citra baik KPK menjadi yang terendah dibandingkan dengan lembaga negara lainnya. Bahkan, KPK kalah dari kejaksaan dan Polri yang juga memberantas korupsi. Nilai citra baik Polri sebesar 73,1 persen dan kejaksaan 68,1 persen.
Boyamin menyayangkan kondisi KPK tersebut. Sebab, KPK pada periode sebelumnya selalu unggul dibandingkan kejaksaan dan Polri. Kegagalan itu tidak terlepas dari pimpinan KPK yang melanggar kode etik seperti mantan Ketua KPK Firli Bahuri dan mantan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, yang melanggar kode etik. Pimpinan KPK juga setuju dengan revisi Undang-Undang (UU) KPK saat mereka akan dipilih DPR.
”Mestinya kan tunjukkan prestasi atau kinerja, meskipun ya kinerjanya level rendahlah, seperti OTT (operasi tangkap tangan) level bupati ke bawah. Ya sudah tonjolkan itu saja. Mestinya kan begitu, saling menonjolkan prestasi, bukan mencari kambing hitam. Jadi, masalahnya ada di pimpinan KPK itu sendiri. ”
”Mestinya kan tunjukkan prestasi atau kinerja, meskipun, ya, kinerjanya level rendahlah, seperti OTT (operasi tangkap tangan) level bupati ke bawah. Ya, sudah tonjolkan itu saja. Mestinya kan begitu, saling menonjolkan prestasi, bukan mencari kambing hitam. Jadi, masalahnya ada di pimpinan KPK itu sendiri,” kata Boyamin.
Loyalitas ganda
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, menyoroti keluhan Alexander yang terkait adanya loyalitas ganda di internal KPK. Menurut dia, kondisi tersebut bukan masalah baru di KPK. Persoalan tersebut merupakan bentuk kegagalan yang diakibatkan oleh sejumlah faktor, baik internal maupun eksternal.
Pimpinan KPK sering kali tidak memiliki wibawa yang cukup untuk menghentikan kekisruhan yang terjadi di internal lembaga. Loyalitas ganda penyelidik dan penyidik dapat diatasi, jika pimpinan KPK dapat mengambil kebijakan untuk merekrut penyidik sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 43 dan 45 UU KPK. Dengan menjalankan ketentuan ini secara maksimal, KPK tidak lagi bergantung pada pegawai dari lembaga penegak hukum lain.
”ICW memperoleh informasi, terdapat satu orang pejabat struktural di Kedeputian Penindakan KPK yang, menurut rencana, dikembalikan ke instansi asalnya. Namun, kabarnya batal setelah KPK memperoleh surat perpanjangan penugasan pihak tersebut di KPK. Padahal, pejabat tersebut disinyalir memiliki permasalahan serius, khususnya berkenaan dengan upaya menghambat banyak perkara. ”
Penyelidik dan penyidik di KPK yang banyak berasal dari instansi lain akan menimbulkan masalah independensi dalam proses penegakan hukum. Selain berdampak pada penanganan perkara, kondisi itu mengakibatkan hilangnya independensi KPK dalam mengurus sumber daya manusianya sendiri.
”ICW memperoleh informasi, di mana terdapat satu pejabat struktural di Kedeputian Penindakan KPK yang, menurut rencana, akan dikembalikan ke instansi asalnya. Namun, kabarnya batal dilakukan setelah KPK memperoleh surat perpanjangan penugasan pihak tersebut di KPK. Padahal, pejabat tersebut disinyalir memiliki permasalahan serius, khususnya berkenaan dengan upaya menghambat banyak perkara,” kata Diky.
Baca juga: Polri Libatkan KPK Usut Joko Tjandra, Komjak Dorong Kejagung Lakukan Hal yang Sama
Permasalahan tersebut menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan berat bagi pimpinan KPK periode mendatang. Karena itu, Diky berharap, permasalahan klasik dan laten seperti loyalitas ganda seharusnya bisa diminimalkan seiring dengan penguatan strategi manajemen kelembagaan yang tepat.
Boyamin menambahkan, penyidik dan penuntut atau bawahan penegak hukum akan loyal kepada pimpinan yang independen. Mereka tidak akan loyal kepada orang-orang yang tidak independen, apalagi melanggar etik.