Lonjakan Suara PSI Dinilai Tidak Masuk Akal
Anomali perolehan suara bisa dipantau dari hasil hitung cepat walau tetap perlu dilakukan hati-hati
JAKARTA, KOMPAS - Lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia atau PSI pada Pemilu 2024 dalam kurun waktu singkat dianggap sebagai hal yang tidak wajar. Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu diminta agar jangan menutup mata atas dugaan ketidakwajaran lonjakan suara PSI ini.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, Senin (4/3/2024), menganggap menggelembungnya suara PSI merupakan hal yang tidak wajar. Hal ini bisa dilihat dari data yang dibagikan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pada Jumat (1/3/2024) pukul 17.00 hingga 19.00 misalnya. Suara PSI bertambah 19.000 suara, dari 3,05 persen menjadi 3,07 persen. Kenaikan tersebut dinilai tidak wajar karena PSI memperoleh 19.591 suara dari 110 TPS dalam waktu dua jam.
Baca juga : Mencermati Lonjakan Suara PSI, Mungkinkah Masuk Senayan?
Sementara pada Jumat pukul 20.00 hingga pukul 00.00 atau dalam kurun waktu empat jam, suara PSI naik 22.000 lebih suara dari 202 TPS, yakni di 3,08 persen menjadi 3,11 persen. Padahal, Yunarto mengatakan, jumlah suara per TPS hanya 300 suara dan partisipasi pemilih rata-rata 70 persen atau hanya 200 suara.
“Ada 40.000 lebih pemilih pada 202 TPS, berarti separuh lebih warga memilih PSI. Ini tidak masuk akal karena ada 18 partai yang bersaing,” ujar pria yang akrab disapa Toto ini.
Toto pun meminta KPU dan Bawaslu tidak menutup mata atas lonjakan suara PSI dan membuka data C1 dari sejumlah TPS kepada publik.
“Buktikan saja dengan membuka data C1 dari sejumlah TPS. Cukup buka 100 sampai 200 TPS untuk membuktikan bahwa sirekapnya valid. Publik perlu tahu,” katanya.
Ada 40.000 lebih pemilih pada 202 TPS, berarti separuh lebih warga memilih PSI. Ini tidak masuk akal karena ada 18 partai yang bersaing
Sementara itu, di sejumlah lembaga hitung cepat yang mensurvei ribuan TPS, suara PSI hingga Senin (4/3/2024) di bawah tiga persen. Hitung cepat Charta Politika Indonesia misalnya, PSI mendapat suara 2,92 persen pada 2000 TPS dengan margin of error 1 persen.
Adapun hingga Senin (4/3/2024) pukul 09.00, data Sirekap KPU menunjukkan, jumlah suara legislatif DPR untuk PSI sebanyak 2.404.212 suara atau 3,13 persen. Jumlah tersebut merupakan hasil rekapitulasi dari 542.031 TPS.
“Data ini tidak bisa dijelaskan secara logika kuantitatif,” kata Toto.
Menurut Toto, partai harus memiliki pegangan angka yang valid agar tidak terjadi kecurangan. Publik juga harus memantau ketidakwajaran suara yang masuk ke KPU, apakah ada sebuah indikasi kecurangan atau tidak.
Rekapitulasi manual yang dilakukan KPU secara berjenjang dari mulai tingkat kecamatan hingga nasional juga dinilai Toto seakan-akan menghiraukan data sirekap. Padahal data sirekap adalah data yang dilempar ke publik.
“Dan kenapa publik hanya curiga kepada PSI? Ini adalah hal yang wajar. Hanya suara PSI yang berubah drastis dalam waktu singkat. Misal ada kekeliruan sistem, seharusnya ini juga terjadi kepada sejumlah partai. Kemudian, juga adanya anak presiden di dalam partai tersebut,” kata Toto.
Perhatikan "margin error"
Dalam kesempatan terpisah, General Manager Litbang Kompas Ignatius Kristanto Hadisaputro menyebut hasil hitung cepat (quick count) lembaga-lembaga jajak pendapat kredibel bisa dijadikan acuan mendeteksi kemungkinan adanya anomali hasil penghitungan suara.
Akan tetapi hal itu tetap harus dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat di setiap hasil hitung cepat juga terdapat yang namanya margin kesalahan (margin of error).
Seperti diwartakan, dalam hitung cepat kemarin Litbang Kompas menugasi tim survei memantau 2.000 tempat pemungutan suara (TPS), yang dipantau diambil secara acak atau random sampling dari total 823.220 TPS di 38 provinsi pada Pemilu 2024.
Tingkat kepercayaan proses hitung cepat Litbang Kompas mencapai 99 persen atau memiliki simpangan kesalahan (margin of error) diperkirakan sekitar satu persen.
Dari hasil hitung cepat pemilihan legislatif per 15 Februari 2024 kemarin (sampel masuk 94,3 persen) tiga partai politik menduduki posisi tiga besar. Mereka adalah PDI Perjuangan (16,29 persen), Golkar (14,66 persen), dan Gerindra (13,53 persen).
Sementara untuk PSI, yang saat ini tengah disorot lantaran hasil penghitungan versi Sirekapnya dinilai sejumlah kalangan mengalami anomali lantaran naik pesat, berada di posisi ke-10 (2,83 persen).
“Jadi hasil quick count itu hanya bisa jadi patokan untuk indikasi awal (dugaan anomali). Semacam alarm saja. Kalau mau memastikan tetap harus dilihat data proses penghitungan (manual) aslinya,” ujar Kristanto.
Setelah dipastikan atau dicek ke data asli dan berbekal angka hasil penghitungan cepat, baru jika ada indikasi kuat terdapat penyimpangan oleh pihak berkepentingan, dapat dilakukan audit data forensik lanjutan.
“Jadi semua tetap harus dari data asli, hitam di atas putih. Kalau sekarang masih sebatas sinyal ada sesuatu yang patut dicurigai. Nanti dari situ KPU melakukan sesuatu,” ujarnya.
Lebih lanjut Kristanto juga menyebut pengecekan bisa dilakukan dengan melihat di daerah mana saja perolehan suara partai, yang dicurigai mengalami anomali, naik secara signifikan. Jika kenaikan terjadi di luar wilayah-wilayah basis kantong suara partai tersebut maka patut diduga ada ketidakwajaran, yang harus ditindaklanjuti.
“Namun kalau memang kenaikannya terjadi di basis suara partai itu maka kecurigaan akan adanya kecurangan bisa berkurang. Bisa dicek dulu,” tambahnya.
Terkait kecurigaan sebagian kalangan soal kemungkinan anomali perolehan suara PSI, Kristanto melihat kenaikan masih terjadi di wilayah berkategori basis suara pendukungnya. Beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan daerah-daerah di kawasan Indonesia Timur.
“Lain halnya kalau kenaikan terjadi di daerah yang bukan basis suara PSI macam Aceh atau Sumatera Barat. Nah itu bukan basisnya. Patut untuk dicurigai,” ujar Kristanto.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengingatkan semua pihak agar tidak menyampaikan pernyataan tendensius menyikapi rekapitulasi suara KPU yang hingga kini masih berlangsung. Penambahan suaranya partainya menurut Grace masih dianggap hal yang wajar.
”Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. (Hal) Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace melalui keterangan resmi.
Baca juga : Kenaikan Suara Diserakap Dipertanyakan, PSI : Jangan Tendensius
Sementara itu anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, hasil resmi perolehan suara pemilu ditentukan dalam rekapitulasi secara berjenjang dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, lalu KPU RI. Naik ataupun turunnya perolehan suara dari dalam negeri belum terekam oleh KPU.
”Hasil resmi perolehan suara pemilu itu ditentukan dalam rekapitulasi secara berjenjang. Jadi, saat ini, KPU belum melakukan rekapitulasi untuk perolehan suara di dalam negeri. KPU masih menyelesaikan proses rekapitulasi untuk perolehan suara di luar negeri,” ujarnya di sela-sela rekapitulasi di Kantor KPU, Jakarta, Minggu malam.