Jaksa Sebut Mantan Mendag Lutfi Berkomunikasi dengan Terdakwa
Di sidang dakwaan, mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi disebut berkomunikasi dengan lima terdakwa korupsi izin ekspor minyak sawit mentah. Hal yang dibicarakan terkait stabilisasi harga dan stok minyak goreng.
JAKARTA, KOMPAS — Lima terdakwa dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya didakwa telah merugikan keuangan serta perekonomian negara hingga Rp 18,3 triliun. Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan bahwa mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi berkomunikasi dengan salah satu terdakwa untuk membahas penyusunan skenario stabilisasi harga serta ketersediaan stok minyak goreng dan bahan baku minyak goreng.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Liliek Prisbawono Adi, kelima terdakwa hadir mengikuti persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (31/8/2022). Dalam sidang ini, hanya dakwaan bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana yang dibacakan. Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan dakwaan keempat terdakwa lainnya sama dengan dakwaan Indra.
Terdakwa lainnya adalah analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) atau bekas anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Lin Che Wei. Ada pula tiga terdakwa lainnya dari pihak swasta adalah Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, serta General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
Kelimanya didakwa memperkaya korporasi, yakni perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Pertama Hijau. Perbuatan tersebut telah merugikan keuangan dan perekonomian negara hingga Rp 18,3 triliun. ”Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata jaksa Muhamad.
Baca juga: Kasus Korupsi Ekspor CPO, Pejabat Lebih Tinggi dan Korporasi Perlu Diperiksa
Muhamad mengungkapkan, sejak Juli 2021 sampai Desember 2021, harga komoditas minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar internasional mengalami peningkatan yang menyebabkan peningkatan kesenjangan dengan harga minyak goreng domestik. Peningkatan harga minyak goreng tersebut berpengaruh pada ketersediaan stok dan pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri sehingga minyak goreng mengalami kelangkaan dan peningkatan harga di pasar dalam negeri.
Jaksa menyebutkan, sekitar Januari 2022, Mendag Lutfi berkomunikasi dengan Lin Che Wei.
Komunikasi Lutfi
Pada 3 Januari 2022, Presiden Joko Widodo memerintahkan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng dalam negeri dengan prioritas utama pemerintah adalah kebutuhan rakyat.
Jaksa menyebutkan, sekitar Januari 2022, Mendag Lutfi berkomunikasi dengan Lin Che Wei untuk menanyakan apakah masih menjadi staf Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Lin Che Wei menjawab iya. Lutfi juga menanyakan hal tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan dijawab iya.
Meskipun Lin Che Wei merupakan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, ia tidak pernah mendapatkan penugasan/penunjukan sebagai advisor atau sebagai analisis pada Kementerian Perdagangan. Meskipun demikian, Lin Che Wei diikutkan dalam pembahasan kelangkaan minyak goreng yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan hubungan pertemanan. Karena itu, ia tidak memperoleh fee dari bantuan yang diberikan tersebut karena sejak awal tidak memiliki kontrak kerja ataupun nota kesepahaman dengan Kementerian Perdagangan.
Baca juga: Disangka Kondisikan Persetujuan Ekspor CPO, Lin Che Wei Ditahan Kejaksaan
Akan tetapi, Lin Che Wei memiliki lembaga konsultan yang bernama IRAI selaku pendiri. Melalui IRAI tersebut, ia pernah bertindak sebagai advisor perusahaan-perusahan yang terkait dengan bisnis sawit dan bisnis minyak goreng yang mengajukan permohonan persetujuan ekspor (PE), di antaranya PT Wilmar Bio Energi Indonesia dan PT Musim Mas.
Pada 14 Januari 2022, Lutfi, Indra, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan berserta tim Kemendag, dan Lin Che Wei melakukan rapat bersama melalui Zoom dengan topik ”Rapat Lanjutan tentang Minyak Goreng tanggal 14 Januari 2022”. Rapat tersebut membahas masalah kelangkaan minyak goreng dan tidak terjangkaunya harga minyak goreng dengan penyusunan skenario untuk melakukan stabilisasi harga serta ketersediaan stok minyak goreng dan bahan baku minyak goreng.
Ada tiga skenario yang disusun, yakni pertama, apabila harga CPO di Kawasan Pelabuhan Berikat (KPB) Dumai atau Belawan Rp 14.000-an, opsi yang diambil berupa pemberian subsidi minyak goreng melalui BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Kedua, apabila harga CPO di KPB Dumai atau Belawan Rp 15.000-an, melalui kewajiban distribusi barang ke dalam negeri atau DMO (domestic market obligation) dan kewajiban mengikuti harga domestik atau DPO (domestic price obligation). Ketiga, apabila harga CPO di KPB Dumai atau Belawan di atas Rp 17.000, B-30 bisa disesuaikan menjadi B-25 atau B-20.
Lin Che Wei mengusulkan mengenai besaran DMO 20 persen melalui diskresi Mendag dengan mengadakan join konsorsium dan kebun berkewajiban untuk menyuplai CPO sesuai luasan lahan. usulan tersebut diterima oleh Lutfi. Atas usulan tersebut, Indra mengatakan, ”Saya enggak akan bunyikan angka 20 persen Pak, kan kita yang potong, kita kasih tahu lisan saja Pak, kalau tulis jadi masalah kita nanti”.
Baca juga: Penyidikan Diharapkan Ungkap Mafia Minyak Goreng
Pemberian kemudahan
Dalam rapat tersebut, kata jaksa, juga dibicarakan tentang adanya pemberian kemudahan kepada pelaku usaha untuk mengatur sendiri terkait keberimbangan antara ekspor dan minyak goreng yang didistribusikan di dalam negeri. Beberapa hal yang disepakati ialah pelarangan dan pembatasan ekspor CPO, tidak dimasukkannya DMO 20 persen secara tegas dalam kebijakan yang akan diundangkan dan besaran DMO 20 persen atau diskresi Menteri Perdagangan melalui konsorsium, serta pemberian subsidi melalui BPDPKS.
Jaksa menegaskan, berdasarkan Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor, diatur mengenai proses verifikasi lapangan yang diperlukan bila berada dalam kondisi penanganan pemenuhan ataupun pengendalian kebutuhan dan pasokan dalam negeri. Namun, kenyataannya, petugas verifikasi tidak melakukan pengecekan lapangan atas dokumen realisasi DMO yang dilampirkan dalam pengajuan pengaturan ekspor (PE).
”Tim Verifikasi hanya merekapitulasi jumlah DMO dari PE yang dilaporkan sehingga jumlah DMO tidak dapat dipastikan kebenaran realisasinya dan dokumen yang di upload oleh pemohon PE ke sistem Inatrade hanya sebatas formalitas. Hal ini sesuai arahan dari terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana yang mengarahkan agar verifikasi hanya cukup dengan verifikasi dokumen dan tidak perlu verifikasi lapangan,” kata Jaksa.
Selain tidak dilakukannya verifikasi lapangan, pemeriksaan administratif dokumen pengajuan PE dalam sistem Inatrade juga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Terdapat ketidaksesuaian dokumen antara surat realisasi distribusi barang ke dalam negeri (DMO) dan dokumen pendukungnya.
Baca juga: Kongkalikong Pejabat Kemendag dan Tiga Petinggi Perusahaan CPO Terkuak
Jaksa mengatakan, kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO. Dengan tidak disalurkannya DMO, negara harus mengeluarkan dana BLT (bantuan langsung tunai) dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen.
”Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk meminimalkan beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan,” kata jaksa.
Jaksa mengatakan, kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO.
Indra didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001. Pasal 2 itu, antara lain, mengatur setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 tahun. Ditambah denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Seusai pembacaan dakwaan, hakim Liliek menanyakan kepada para terdakwa apakah mengerti dakwaan tersebut. Dari kelima terdakwa, hanya Lin Che Wei yang mengatakan tidak mengerti. Ia tidak paham dengan dakwaan tersebut karena penuntut umum mencampuradukkan kedudukannya sebagai tim asistensi yang menjadi mitra diskusi. ”Namun, selama ini di dalam identitas dan semua pertanyaan disebutkan bahwa saya konsultan tanpa kontrak,” kata Lin Che Wei.
Adapun seluruh penasihat hukum akan mengajukan eksepsi atau pembelaan terhadap surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum. Di hadapan majelis hakim, kuasa hukum terdakwa Lin Che Wei, Magdir Ismail, mengatakan, pihaknya mengajukan eksepsi karena tidak menemukan hasil penghitungan kerugian keuangan negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Magdir juga mempertanyakan adanya keuntungan ilegal yang diperoleh para perusahaan. ”Kalau memang betul ada keuntungan ilegal, apakah itu bersumber dari ekspor CPO atau justru ekspor CPO yang dianggap sebagai perbuatan penjualan ilegal? Ini yang ingin kami ketahui yang mulia,” ujarnya.
Adapun Lutfi pernah diperiksa oleh Kejaksaan Agung pada 22 Juni 2022 selama 12 jam. Namun, seusai diperiksa, Lutfi tidak mau menjawab pertanyaan dari wartawan. Lutfi telah digantikan oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan.