Kualitas Udara Pontianak dan Kubu Raya Masuk Kategori Tidak Sehat pada Malam Hari
Kabut asap di Kubu Raya dan Pontianak akibat kebakaran lahan gambut sudah dua kali terjadi pada tahun ini.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·2 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Selama beberapa hari terakhir, kualitas udara di Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak, Kalimantan Barat, masuk kategori tidak sehat pada malam hari akibat kebakaran lahan gambut. Kondisi semacam itu sudah dua kali terjadi pada tahun ini.
Kebakaran lahan gambut terjadi di sejumlah lokasi di Kalbar, termasuk di Kabupaten Kubu Raya dan sekitarnya, selama sepekan terakhir. Kebakaran itu menimbulkan bau asap menyengat pada malam hari hingga memengaruhi kualitas udara di Kubu Raya dan Pontianak.
Berdasarkan data dari aplikasi Info Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kualitas udara di Kubu Raya masuk kategori tidak sehat pada Selasa (17/9/2024).
Bahkan, pada Rabu (18/9/2024) pukul 02.00 WIB, kualitas udara di Kubu Raya mencapai kategori sangat tidak sehat dengan angka PM 2,5 mencapai 223,9 mikrogram per meter kubik.
Sementara itu, menurut data aplikasi ISPU Net, kualitas udara di Pontianak masuk kategori tidak sehat pada Selasa pukul 17.00. Bahkan, pada Rabu pukul 06.00, kendati hujan turun sejak pagi, kualitas udara masih tidak sehat. Namun, hujan yang turun itu bisa menghilangkan bau asap.
Edi Susanto, salah satu personel Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar, menuturkan, kebakaran lahan gambut terjadi di sejumlah lokasi di Kubu Raya sejak Jumat (13/9/2024). Dalam dua hari ini, angin mengarah ke Pontianak sehingga dampak kebakaran lahan juga terasa hingga ke kota itu.
Setelah kebakaran terjadi, petugas berupaya melakukan pemadaman. ”Proses pemadaman beberapa hari terakhir tidak menemukan kendala. Ketersediaan air di parit juga masih memadai,” tutur Edi, Rabu.
Lahan yang terbakar di Kubu Raya merupakan lahan gambut. Beberapa lokasi yang terbakar itu juga sempat terbakar pada Agustus lalu. Di salah satu lokasi kebakaran di Kubu Raya, diperkirakan ada yang luasnya lebih dari 1 hektar.
Berdasarkan pantauan Kompas, kebakaran lahan yang menimbulkan kabut asap sudah terjadi setidaknya dua kali dalam setahun terakhir di Kalbar. Kejadian serupa pernah terjadi pada Agustus lalu. Namun, kebakaran saat itu padam karena hujan.
Prakirawan BMKG Bandara Supadio Pontianak, Ade Supriyatna, menuturkan, titik panas di Kalbar hingga Selasa pukul 23.00 terpantau sebanyak 490 titik. Jumlah titik panas terbanyak terdapat di Kabupaten Sintang, yakni 146 titik.
Sementara itu, pada 16-17 September, terjadi hujan ringan di Kabupaten Ketapang dan sebagian wilayah Kabupaten Sambas. Namun, secara umum, potensi hujan di Kalbar selama tiga hari ke depan masih rendah.
Oleh karena itu, potensi kebakaran lahan di seluruh wilayah Kalbar masih perlu diwaspadai pada 18-21 September. Adapun tingkat kemudahan terjadinya kebakaran lahan di Kalbar pada 22-23 September mulai berkurang, kecuali di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya dan sekitarnya, serta sebagian Kabupaten Melawi.
Berdasarkan data BPBD Provinsi Kalbar, sejak Januari-Agustus 2024, lahan yang terbakar di Kalbar seluas 13.057,70 hektar. Lahan yang terbakar di Kalbar itu terdiri dari dua jenis, yakni hutan dan nonhutan.
Lahan hutan yang terbakar, antara lain, mencakup hutan industri serta lahan kering, seperti kebun hortikultura, rawa, lahan kering rawa, dan mangrove. Adapun luas hutan di Kalbar yang terbakar mencapai 217,36 hektar.
Sementara itu, lahan nonhutan yang terbakar seluas 12.840,34 hektar. Lahan nonhutan yang terbakar itu, antara lain, berupa belukar, pertanian di lahan kering, perkebunan, sawah, permukiman juga berkontribusi pada luas kebakaran.
Kebakaran lahan gambut terjadi di sejumlah lokasi di Kubu Raya sejak Jumat (13/9/2024).