Memantik Partisipasi Pemilih pada Pilkada Calon Tunggal di Jatim
Berbagai daya dikerahkan demi memantik partisipasi pemilih, menjaga tegaknya integritas, serta akuntabilitas demokrasi.
Dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, lima di antaranya dipastikan hanya memiliki calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024. Berbagai daya dikerahkan demi memantik partisipasi pemilih dan menjaga tegaknya integritas serta akuntabilitas hasil pesta demokrasi.
Lima daerah dengan pasangan calon tunggal itu meliputi Surabaya, Gresik, Kota Pasuruan, Trenggalek, dan Ngawi. Di Surabaya hanya ada pasangan calon Eri Cahyadi-Armuji, di Gresik hanya Fandi Akhmad Yani-Asluchul Alif, dan di Pasuruan hanya Adi Wibowo-Mokhamad Nawawi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Adapun di Trenggalek hanya Nur Arifin-Syah Mohammad Natanegara, sedangkan di Ngawi hanya Ony Anwar Harsono-Dwi Riyanto Jatmiko. Dari lima daerah itu, Surabaya, Trenggalek, dan Ngawi merupakan paslon petahana. Di Gresik dan Pasuruan, calon bupatinya petahana, sedangkan wakilnya orang baru.
Bicara soal partisipasi pemilih, pada Pilwali Surabaya 2015 lalu, tingkat partisipasinya hanya 52,17 persen. Partisipasi pemilih naik menjadi 52,40 persen pada Pilwali 2020, tetapi angka tersebut tetap rendah. Saat itu, ada dua pasangan calon yang berlaga, Eri Cahyadi-Armuji dan Machfud Arifin-Mujiaman.
Baca juga: Calon Tunggal, antara Tantangan dan Skenario
Tingkat partisipasi pemilih di Surabaya pada pemilu serentak 2024 jauh lebih baik, yakni di angka 76,44 persen. Namun, tingkat partisipasi itu masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata partisipasi di Jatim yang mencapai 83 persen.
Di Kabupaten Gresik yang secara geografis bersebelahan dengan Surabaya, tingkat partisipasi pemilihnya mencapai 80 persen pada Pilkada 2020. Bahkan, tingkat partisipasi pemilih itu menjadi yang tertinggi di Jatim. Namun, saat itu di Gresik terdapat dua paslon, yakni Fandi Akhmad Yani-Aminatun Habibah dan paslon Mohammad Qosim-Asluchul Alif.
Adapun di Kota Pasuruan, partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 sebesar 76 persen, di Trenggalek hanya 67 persen, dan di Ngawi 77 persen. Anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Jawa Timur Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat, Nur Salam, mengatakan, dari lima kota penyelenggara pilkada melawan kotak kosong, tingkat partisipasi pemilih di Surabaya paling rendah.
”Oleh karena itulah, Surabaya perlu mendapat perhatian serius dalam upaya meningkatkan partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 yang akan berlangsung pada 27 November 2024 mendatang,” ujar Nur Salam, Rabu (11/9/2024).
Nur Salam menambahkan, dari lima daerah yang bakal menggelar pilkada dengan calon tunggal, hanya Ngawi yang sudah memiliki pengalaman. Bagi empat daerah lainnya, yakni Surabaya, Gresik, Kota Pasuruan, dan Trenggalek, pilkada kali ini menjadi pengalaman baru.
Pada Pilkada 2020 lalu, pasangan calon bupati dan wakil bupati Ngawi, yakni Ony Anwar Harsono-Dwi Rianto Jatmiko, melawan kotak kosong. Ony-Dwi Rianto mendapat suara sebanyak 471.082 suara atau 94,42 persen, sedangkan kotak kosong mendapat 27.831 suara atau 5,58 persen dari total suara sah 498.913 suara.
Selain itu, pilkada dengan calon tunggal di Ngawi tidak menyurutkan antusiasme masyarakat untuk menyalurkan hak pilih. Tingkat partisipasi pemilih cukup tinggi, yakni mencapai 77 persen. Artinya, penyelenggaraan pilkada Ngawi lima tahun lalu bisa dijadikan contoh baik bagi daerah lain, terutama dalam meningkatkan partisipasi pemilih.
Salam mengatakan, ada sejumlah variabel untuk mendongkrak partisipasi pemilih di lima kabupaten/kota dengan calon tunggal. Salah satunya melalui pendataan pemilih. Hal itu untuk memastikan setiap warga yang memiliki hak pilih mendapatkan hak konstitusionalnya saat pencoblosan nanti.
Variabel lain ialah menggencarkan sosialisasi melalui berbagai platform media massa tentang tahapan pilkada hingga pelaksanaan pencoblosan nantinya. Di samping itu, sosialisasi secara tatap muka dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu juga tetap dilakukan secara masif.
Masyarakat akan termotivasi datang ke TPS karena tidak hanya memilih wali kota, tetapi juga gubernur.
Dalam upayanya meningkatkan partisipasi pemilih, KPU Jatim juga melibatkan KPU kabupaten/kota di seluruh Jatim. Di Surabaya, misalnya, KPU Jatim setidaknya sudah dua kali menggelar sosialisasi pilgub dan pilkada serentak yang berlangsung di 38 kabupaten/kota di provinsi berjuluk ”Brangwetan” tersebut.
KPU Jatim menyasar warga yang melintas di kawasan Gubeng, dengan mengerahkan sejumlah model cantik. Mereka membagikan pamflet, brosur, serta mengenalkan maskot Pilkada 2024, Jumat (6/9/2024). Sebelum itu, sosialisasi serupa dilakukan di kawasan wisata heritage Kota Lama Surabaya dengan menyasar wisatawan lokal.
Anggota KPUD Surabaya Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia, Subairi, mengaku optimistis tingkat partisipasi masyarakat di kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta ini akan lebih tinggi. Salah satu faktornya, pilwali Surabaya merupakan rangkaian dari pilkada serentak yang berlangsung di tahun 2024.
”Artinya, pilwali berlangsung bersamaan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Dengan demikian, masyarakat akan termotivasi untuk datang ke TPS karena tidak hanya memilih wali kota, tetapi juga gubernur,” kata Subairi.
Saat bersamaan, KPUD Surabaya terus berupaya menjaga ingatan kolektif warga saat pemilu serentak yang berlangsung Februari 2024. Kesan yang baik tentang penyelenggaraan Pilpres dan Pileg 2024 diharapkan memantik semangat warga untuk berpartisipasi di pilkada nanti.
Subairi menambahkan, pihaknya juga terus berupaya menyosialisasikan pergelaran pilwali dan pilgub melalui 11 segmen pemilih, yakni pemilih berbasis keluarga, pemilih muda dan pemula, pemilih perempuan dan penyandang disabilitas. Juga pemilih berbasis komunitas, seperti komunitas sosial, keagamaan, serta komunitas yang berbasis hobi.
Beragam kompetisi juga digelar untuk memacu semangat warga Surabaya. Ada lomba mural dengan tema Pilkada Surabaya yang dinilai efektif sebagai media penyampai pesan kepada masyarakat. Juga lomba karikatur, membuat video pendek, hingga gelar seni budaya untuk memeriahkan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Salah satu warga Surabaya, Agnes (55), mengaku sudah tahu ada pemilihan wali kota pada 27 November 2024. Warga yang tinggal di kawasan Keputran itu juga tahu bahwa Pilkada Surabaya hanya diikuti satu pasangan calon, Eri Cahyadi dan Armuji.
Namun, dia mengaku tetap antusias datang ke TPS dan menyalurkan haknya untuk memilih. Alasannya, pilwali menjadi momentum untuk menentukan calon pemimpin yang akan membawa perubahan lebih baik bagi warga Surabaya.
”Rencananya tetap akan datang ke TPS (tempat pemungutan suara) untuk nyoblos. Pilih pemimpin yang kerjanya nyata untuk Surabaya,” ucap Agnes.
Wibowo (45), warga Pucang Anom, juga mengaku tetap bersemangat mengikuti pergelaran pilwali meski hanya diikuti oleh pasangan Eri Cahyadi dan Armuji. Karyawan yang bekerja di salah satu badan usaha milik negara ini mengaku menyukai pemimpin yang mau bekerja keras untuk kemajuan Surabaya.
”Menurut saya, kondisi Surabaya saat ini jauh lebih baik dibandingkan dulu. Kotanya lebih rapi, lebih indah, dan warganya juga lebih tertib,” kata Wibowo.
Pemilihan kepala daerah merupakan mekanisme dalam sistem demokrasi modern yang memungkinkan masyarakat atau rakyat berpartisipasi secara langsung dalam menentukan pemimpin di wilayahnya. Rakyat berhak menyampaikan suaranya dan memilih pemimpin sesuai dengan aspirasinya. Karena itulah, partisipasi yang tinggi menjadi kunci tegaknya integritas dan akuntabilitas dalam pesta demokrasi.
Baca juga: Mengapa Kotak Kosong di Pilkada Masih Banyak Setelah MK Permudah Syarat Pencalonan?