Kotak Kosong 2018 Terulang Kembali di Pilkada Kalsel 2024
Tanpa pendaftar baru, pilkada di Kalimantan Selatan tetap lanjut dengan melawan kotak kosong.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
Kembali terulangnya kotak kosong di Kalimantan Selatan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024 mengingatkan pada Pilkada 2018 di Kalsel. Kotak kosong di Kalsel seolah jadi fenomena berulang sebagaimana ungkapan dalam Ecclesiastes atau Pengkhotbah 1:9, ”Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.”
Pilkada Kabupaten Tanah Bumbu dan Balangan di Kalsel dipastikan melawan kotak kosong setelah tidak ada pasangan bakal calon lain yang mendaftar di masa perpanjangan pendaftaran. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tanah Bumbu dan Balangan telah memperpanjang waktu pendaftaran pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati hingga Rabu (4/9/2024) pukul 23.59 Wita.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Anggota KPU Provinsi Kalsel, Nida Guslaili Rahmadina, yang juga Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, mengatakan, tidak ada lagi aturan yang memberikan kesempatan untuk dibuka kembali perpanjangan pendaftaran. ”Kalau tidak ada yang mendaftar, tahapan pilkada tetap lanjut. Jadi, pilkada tetap digelar dengan melawan kotak kosong,” katanya di Banjarmasin, Sabtu (7/9/2024).
Di Balangan, kotak kosong akan menjadi lawan pasangan Abdul Hadi-Akhmad Fauzi. Pasangan dengan calon bupati petahana ini diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Nasdem, Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Golkar, dan Gerindra.
Adapun di Tanah Bumbu kotak kosong akan berhadapan dengan pasangan Andi Rudi Latief-Bahsanudin. Pasangan calon ini mendapatkan dukungan dari delapan partai politik, yaitu Golkar, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), PDI Perjuangan, Demokrat, Nasdem, PKS, dan PAN.
Menurut Nida, kotak kosong yang terjadi di Balangan dan Tanah Bumbu bukanlah hal baru dalam kontestasi pilkada di Kalsel. ”Kotak kosong pernah terjadi di Kabupaten Tapin pada pilkada tahun 2018,” ujarnya.
Pilkada Tapin pada 2018 hanya diikuti pasangan calon Arifin Arpan-Syafrudin Noor sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati Tapin. Pasangan Arifin-Syafrudin kala itu diusung semua partai politik di DPRD Kabupaten Tapin. Ada delapan partai pengusung dengan total 25 kursi di DPRD Tapin, yakni PAN, PKS, PPP, Gerindra, Demokrat, PDI-P, PKB, dan Golkar (Kompas.id, 12/4/2018).
”Kalau dengan kotak kosong ada anggapan demokrasi tidak berjalan dengan baik, sebenarnya tidaklah begitu. Ini adalah dinamika demokrasi karena KPU juga telah membuka ruang seluas-luasnya agar tidak terjadi kotak kosong, yakni dengan memperpanjang pendaftaran,” kata Nida.
Ketua Lembaga Kajian Komunikasi Politik, Administrasi, dan Kebijakan Publik Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari, Banjarmasin, Muhammad Suriani Shiddiq mengatakan, pertarungan melawan kotak kosong sering kali dipandang sebagai cermin lemahnya demokrasi di tingkat lokal.
”Pilihan terbatas bagi pemilih dapat menurunkan partisipasi pemilih dan mengurangi legitimasi dari hasil pilkada itu sendiri. Selain itu, kemenangan calon tunggal dalam situasi seperti ini cenderung dianggap kurang representatif karena tidak adanya kompetisi yang sehat,” katanya.
Menurut Shiddiq, pilkada di Kalsel, termasuk di Tanah Bumbu dan Balangan, tak lepas dari beberapa isu yang mendominasi, yakni konflik agraria, pertambangan, dan masalah lingkungan. Isu tersebut sering kali menjadi tema utama dalam pilkada.
”Isu-isu tersebut kerap dimanfaatkan oleh calon petahana atau calon yang didukung oleh kekuatan ekonomi besar untuk memperkuat posisi mereka,” katanya.
Aktor kuat
Shiddiq menduga, pasangan bakal calon tunggal di Balangan dan Tanah Bumbu kemungkinan memiliki hubungan atau relasi dengan aktor-aktor ekonomi kuat. Relasi itu membuat mereka memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan potensi lawan dari partai politik lain ataupun partai non-parlemen.
”Dinamika politik di Kalsel sering kali dipengaruhi patronase dan hubungan patron-klien yang kuat antara penguasa lokal dan kelompok masyarakat tertentu. Hal ini memperkuat posisi calon tunggal yang sudah memiliki jaringan luas dan dukungan dari berbagai elemen masyarakat,” ucapnya.
Keberadaan calon tunggal dalam pilkada, menurut Shiddiq, juga mencerminkan dominasi politik oleh sekelompok elite atau individu yang kuat di wilayah tersebut. Di Tanah Bumbu dan Balangan, situasi itu mungkin terjadi karena calon yang ada memiliki kekuatan politik dan dukungan yang signifikan dari partai-partai besar serta tokoh masyarakat setempat.
”Dukungan ini membuat calon lain enggan maju karena merasa kalah saing atau karena kesulitan menggalang dukungan yang memadai, baik secara finansial maupun logistik,” katanya.
Budi Suryadi, dosen Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, dalam Kompas.id, 12 April 2018, berpandangan, upaya semua partai yang solid mengajukan satu pasangan calon mengukuhkan kesan adanya kesamaan sikap dari hampir seluruh elite beralaskan kepentingan yang sama. Sosok yang berdiri di belakang elite memiliki kekuatan ekonomi yang besar.
”Saya rasa yang perlu diwaspadai dalam pilkada ini bukan munculnya pejabat sebagai raja-raja kecil, tetapi lebih pada keberadaan orang kuat lokal,” ujarnya.
Adapun ”orang kuat lokal” tersebut merujuk kepada pengusaha yang awalnya berfokus pada usaha pertambangan batubara, kemudian kegiatan usahanya meluas hingga merambah ke bidang usaha lain pendukung sektor pertambangan.
Dominasi orang kuat lokal itu pada akhirnya membuat dominasi calon tunggal di Pilkada Tapin 2018 tidak terbendung. Pasangan Arifin Arpan-Syafrudin Noor kala itu menang mutlak atas kotak kosong dengan meraih 85.825 suara, sedangkan kotak kosong hanya mendapat 20.278 suara.
Apa yang terjadi dengan kotak kosong di Tapin pada Pilkada 2018 tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi di Balangan dan Tanah Bumbu pada Pilkada 2024. Kotak kosong hanya nyaring bunyinya, tetapi tidak mampu mengalahkan kuatnya calon tunggal.