Dedi Mulyadi, di antara Kasus Vina Cirebon dan Calon Gubernur Jabar
Dedi Mulyadi berperan mengungkap kasus Vina Cirebon. Benarkah upaya itu terkait pencalonannya jadi gubernur Jabar?
Dedi Mulyadi turut mengungkap kasus Vina Cirebon. Melalui kontennya, ia membeberkan sejumlah fakta hingga mendorong para saksi bersuara. Kini, seiring menjadi calon gubernur Jawa Barat, muncul pertanyaan: benarkah Dedi mengawal kasus ini atau sekadar mencari suara?
Mengenakan pakaian serba putih, termasuk ikat khas Sunda, Dedi mendatangi Pengadilan Negeri Cirebon, Jabar, Rabu (4/9/2024) pagi. Kehadirannya untuk menyaksikan sidang peninjauan kembali (PK) perdana yang diajukan enam terpidana pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Keenam terpidana itu adalah Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Rivaldi Aditya Wardana. Mereka termasuk dalam delapan terpidana kasus pembunuhan Vina dan Rizky di Cirebon pada 27 Agustus 2016. Terpidana lainnya ialah Saka Tatal dan Sudirman.
Selain Saka, ketujuh terpidana telah divonis penjara seumur hidup, sedangkan Saka dihukum 8 tahun penjara. Setelah menjalani hukuman 3 tahun 8 bulan penjara, Saka bebas bersyarat pada 2020 dan bebas murni pada Juli 2024. Saka pun telah mengajukan PK dan masih menunggu putusan.
Adapun enam terpidana lainnya, kecuali Sudirman, mengajukan PK pada 14 Agustus lalu. Dua pekan kemudian, Sudirman menyusul melakukan PK. Seluruh terpidana didampingi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Pada Rabu ini, sidang PK enam terpidana digelar.
”Kita berharap, di sidang PK ini, keadilan masih bisa didapatkan oleh tujuh terpidana,” ucap Dedi setelah mengikuti sidang lebih dari tiga jam. Mantan Bupati Purwakarta ini yakin para terpidana tersebut tidak bersalah. Keyakinan itu ia peroleh setelah menelusuri langsung kasus ini.
Sejak Mei lalu, seiring tayangnya film Vina: Sebelum 7 Hari di bioskop, kasus delapan tahun lalu ini kembali mencuat. Warganet dan media massa turut memviralkan kasus ini, tak terkecuali Dedi. Melalui laman Youtube-nya, Kang Dedi Mulyadi Channel, ia ”menginvestigasi” kasus ini.
Dedi menemui langsung pengacara para terpidana, eks terpidana Saka Tatal, para saksi, hingga keluarga Vina. Dari akun Youtube dengan 5,35 juta pengikut, ia telah membuat banyak konten tentang kasus Vina. Menariknya, beberapa kontennya viral karena mengungkap fakta baru.
Salah satunya video pengakuan Dede Riswanto, saksi dalam kasus Vina, akhir Juli lalu. Video yang telah ditonton lebih dari 1,1 juta kali itu mengungkap bahwa Dede telah berbohong saat diperiksa penyidik pada 2016. Kala itu, ia mengklaim melihat Vina dan Rizky dikejar pelaku.
Setelah delapan tahun, melalui konten Dedi, Dede mengatakan kesaksiannya saat itu adalah kebohongan dan atas arahan Aep, saksi lainnya, serta Rudiana, ayah Rizky. Rudiana merupakan Kepala Satuan Unit Narkoba Polres Cirebon Kota kala itu. Dede juga mengaku telah menyesal.
Meskipun dalam sejumlah kesempatan Inspektur Satu Rudiana menampik pernyataan Dede, konten Dedi telah mengungkap fakta baru. Bahkan, video penelusuran Dedi menjadi salah satu novum atau bukti baru di sidang PK Saka Tatal. Ia pun sempat menjadi saksi dalam persidangan.
Kini, dalam sidang PK enam terpidana, Dedi kembali siap membantu mengungkap yang sebenarnya. Apalagi, ia yang berperan menghubungkan keluarga terpidana dengan Peradi. ”Permintaan dari tim kuasa hukum, saya menjadi saksi, seperti saksinya Saka Tatal,” ucapnya.
Dedi berharap pihak yang tidak bersalah tidak boleh dihukum dalam kasus Vina. ”Tidak boleh ada peradilan yang sesat, yang menyengsarakan warga Indonesia yang memiliki hak-hak layak hidup seperti yang lainnya, tetapi harus menjalani pidana seumur hidup,” ujarnya.
Sesibuk apa?
Ia pun berkomitmen tetap mengawal kasus ini meskipun kini dirinya ikut dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah Jabar 2024. Pengungkapan kasus Vina, katanya, tidak akan mengganggu pencalonannya sebagai calon gubernur bersama wakilnya, Erwan Setiawan.
Bahkan, saat mendaftar sebagai kontestan pada 27 Agustus lalu, Dedi yang diusung oleh lima partai parlemen ini kembali menyinggung soal kasus Vina. ”Tanggal 27 Agustus itu tanggal yang selalu diperbincangkan hari ini, yaitu di Cirebon delapan tahun silam,” kata politisi Gerindra ini.
Menurut Dedi, tahapan pencalonan, seperti pendaftaran hingga kampanye, tidaklah menyita waktunya. ”Emang calon gubernur itu sesibuk apa, sih? Coba dicek. Bagi saya, bertemu warga kan bukan hal baru. Bukan yang tiba-tiba sekarang saya harus bertemu warga,” ujarnya.
Tidak boleh lagi ada aparatur negara yang membiarkan rakyatnya mendapat derita dari ketidakadilan hukum. Benar atau salah mereka harus hadir karena semua orang memiliki asas praduga tidak bersalah.
Ia pun menampik anggapan jika dirinya mengawal kasus Vina untuk meraup suara warga. Katanya, jauh sebelum kasus ini mencuat, ia telah terjun ke warga. ”Saya termasuk calon (gubernur) yang gratis,” kata Dedi yang mengklaim telah mengunjungi 2.000 desa di Jabar.
Dedi menyadari dirinya saat ini bukanlah pejabat di eksekutif atau yudikatif. Namun, menurut dia, para terpidana yang merupakan orang kecil harus didampingi agar mendapat keadilan. Mencuatnya kasus Vina, katanya, karena sejak dulu belum ada pendampingan memadai.
Menurut dia, pemkot hingga level lurah tidak mendampingi warganya yang terlibat kasus Vina pada 2016. Padahal, esensi seorang pemimpin baginya adalah untuk memberikan keadilan kepada rakyatnya, baik itu di eksekutif maupun yudikatif.
”Ke depan, (jika) saya sebagai gubernur, tidak boleh lagi ada aparatur negara yang membiarkan rakyatnya mendapat derita dari ketidakadilan hukum. Benar atau salah mereka harus hadir karena semua orang memiliki asas praduga tidak bersalah,” katanya.
Bagi Aminah (39), kakak terpidana Supriyanto, Dedi turut membantu mencari keadilan bagi terpidana. Selain mempertemukan pihaknya dengan Peradi, Dedi juga turut menginformasikan fakta ke publik. ”Tanpa beliau, kami tidak akan sampai seperti ini,” katanya sambil menangis.
Ia menuturkan, pada 2016 nyaris tidak ada yang membantu mereka. Jangankan didukung, mereka justru dihujat. Warga ketakutan menjadi saksi saat itu. ”Alhamdulillah, mukjizat Allah datang untuk kami tahun ini,” kata Aminah yang juga berterima kasih kepada Peradi.
Khaerudin Imawan, dosen komunikasi politik dari Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon, menilai, Dedi memahami pentingnya media sosial hari ini. Melalui akun Youtube hingga medsosnya, lanjutnya, Dedi turut berperan mengajak warganet bersimpati pada kasus Vina.
Sebagai publik figur, Dedi mampu mengumpulkan berbagai sumber daya, seperti medsos, untuk membangun wacana di publik. Dalam kasus Vina, ia membawa kepentingan warga yang mencari keadilan. ”Tapi, ada juga kepentingan politik, bahkan ekonomi. Ini bisa saja terjadi,” ucapnya.
Secara politis, kata Imawan, Dedi bisa mendapat suara dari warga karena dianggap membela rakyat kecil. Adapun potensi kepentingan ekonomi terlihat dari iklan yang tayang di kontennya. Meski demikian, lanjutnya, jauh sebelum kasus Vina, Dedi sudah dikenal kerap terjun ke warga.
Baca juga: Dukungan untuk Terpidana Kasus Vina Cirebon, dari Doa hingga Advokat Ternama
”Fenomena (selalu berinteraksi dengan warga) ini yang tidak banyak dilakukan oleh orang lain. Sekarang, masyarakat sudah cerdas menentukan apakah itu pencitraan atau bukan,” kata Imawan. Di sisi lainnya, apa yang dilakukan Dedi belum menjaminan menang di pilkada.
Dedi, katanya, juga perlu membangun dan menjaga komunikasi dengan tokoh-tokoh partai. Apalagi, kandidat lainnya juga punya mesin partai. Mereka adalah Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie, Acep Adang Ruhiyat-Gitalis Dwi Natarina, dan Jeje Wiradinata-Ronal Sunandar Surapradja.
Bagaimana pun, kasus Vina Cirebon yang telah berlalu delapan tahun harus segera tuntas. Siapa pun gubernur dan wakil gubernurnya, seperti kata Dedi, esensi pemimpin ialah memberikan keadilan kepada orang yang dipimpinnya.