Cegah Kotak Kosong, PDI Perjuangan Berkoalisi dengan PKB di Pilgub Jabar
PDI Perjuangan dan PKB mengusung Ono Surono-Acep Adang Ruhiat sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jabar.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — PDI Perjuangan menjalin kerja sama politik dengan Partai Kebangkitan Bangsa dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024 di Jawa Barat. Kedua partai bersepakat mengusung Ono Surono-Acep Adang Ruhiat sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur.
Ono adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Jabar. Adapun Acep Adang Ruhiat adalah anggota DPR RI dan Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jabar.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sekretaris DPD PDI-P Jabar Ketut Sustiawan dalam keterangan pers yang diterima Kompas pada Kamis (15/8/2024) mengatakan, pihaknya menemukan kesamaan visi dan misi dengan PKB. PDI-P menyodorkan nama Ono Surono sebagai bakal calon gubernur, sementara dari PKB ada sosok Acep Adang Ruhiat yang menjadi bakal calon wakil gubernur Jabar.
Ia mengungkapkan, kesepakatan ini diperoleh seusai pertemuan Ketua DPD PDI-P Jabar Ono Surono dengan Ketua DPW PKB Jabar Syaiful Huda pada Rabu (14/8/2024). PKB hadir bersama dengan Dewan Syuro dan Acep Adang Ruhiat.
Di Jabar, parpol pengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur membutuhkan 24 kursi di DPRD Jabar. Partai Gerindra menempati urutan pertama kursi terbanyak dengan 20 kursi.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar di peringkat kedua dengan masing-masing 19 kursi. Sementara itu, PDI-P memiliki 17 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebanyak 15 kursi, serta Partai Demokrat dan Partai Nasdem masing-masing 8 kursi. Adapun Partai Amanat Nasional (PAN) mempunyai 7 kursi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6 kursi, dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan 1 kursi.
”Untuk Pilgub Jabar, kami bersepakat calon gubernurnya adalah Ono Surono dan wakilnya adalah Kiai Acep Adang. Hasil ini akan kami sampaikan ke pengurus pusat PDI-P dan PKB di Jakarta,” kata Ketut.
Ia menuturkan, dengan koalisi yang terbangun antardua partai politik besar ini, akan tercipta iklim demokrasi yang sehat, khususnya di Jabar. Rakyat pun diberikan pilihan untuk menentukan siapa yang bakal memimpin mereka lima tahun ke depan.
Ketut berharap tak ada lagi perubahan kesepakatan antara kedua partai ini. Sebab, dinamika yang terjadi di tingkat DPP terkait keputusan berkoalisi antara pengurus PKB dan PDI-P di tingkat Jabar belum diketahui.
”Pasangan Ono Surono-Acep Adang Ruhiat ini mempresentasikan wilayah Pantura dan Priangan. Dan, pasangan ini merupakan sosok ideal karena perpaduan antara nasionalis dan religius,” ujarnya.
Kotak kosong
Ketua DPD Jabar PDI-P Ono Surono menyatakan, pihaknya siap menghadapi indikasi kotak kosong yang disiapkan Koalisi Indonesia Maju plus. Koalisi ini terdiri dari sejumlah partai, antara lain Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat.
Sebelumnya, Golkar dan Gerindra telah bersepakat bekerja sama dalam Pilgub Jabar. Bakal calon gubernur yang disiapkan adalah mantan bupati Purwakarta dan juga Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Dedi Mulyadi.
Dinamika yang terjadi di tingkat DPP terkait keputusan berkoalisi antara pengurus PKB dan PDI-P di tingkat Jabar belum diketahui.
Menurut Ono, indikasi kotak kosong di Jabar, dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia, yakni 35,9 juta orang, rawan menunjukkan penurunan kualitas demokrasi. Masyarakat Jabar tidak diberi kesempatan menentukan sendiri calon gubernur dan wakil gubernur yang diinginkannya.
”Insya Allah kami siap menghadapi (KIM plus) di Jabar. Saat ini komunikasi dengan partai di luar KIM berjalan cair terkait kerja sama dalam pilgub,” tuturnya.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Pius Sugeng Prasetyo, berpendapat, fenomena kotak kosong berdampak buruk pada demokrasi di Indonesia. Upaya politik tersebut dinilainya juga telah melemahkan demokrasi.
”Dengan kotak kosong, rakyat seolah dianggap tidak paham soal dinamika politik bangsa. Hal ini menunjukkan kebodohan para elite politik yang tidak punya visi kebangsaan,” kata Pius.