Diduga Langgar Netralitas, Video Dukungan Para Kades di Pati Diselidiki
Bawaslu menelusuri dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan para kades di Pati, Jateng. Pelanggar terancam sanksi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Video berisi deklarasi dukungan para kepala desa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kepada salah satu calon bupati dan calon gubernur viral di media sosial. Badan Pengawas Pemilu Pati pun meminta klarifikasi kepada para kades yang mengikuti kegiatan itu untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran aturan netralitas.
Dalam video-video yang tersebar di media sosial Instagram, Tiktok, dan Youtube tersebut, tampak para kades yang seluruhnya mengenakan pakaian dinas upacara berbaris di sebuah lapangan.
Dipimpin oleh seseorang yang juga mengenakan seragam serupa, mereka mengungkapkan dukungannya kepada orang-orang yang digadang-gadang maju dalam pilkada, baik Pemilihan Bupati Pati maupun Pemilihan Gubernur Jateng.
”Kami, kepala desa se-Kabupaten Pati dengan ini mendukung penuh kepada Bapak Sadewo untuk menjadi Bupati Pati dan kepada Bapak Ahmad Luthfi untuk menjadi Gubernur Jateng periode 2024-2029. Sekali lagi, (kalau) kita mengucapkan, Sadewo, Ahmad Luthfi, penjenengan menjawab dua kali, menang menang,” ujar seseorang dalam video tersebut, diikuti para kades.
Sejumlah kendaraan melintasi gerbang Kabupaten Pati, yang berbatasan dengan Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Sabtu (25/12/2021).
Dihubungi pada Senin (24/6/2024), Kepala Desa Semampir, Kecamatan Pati, Parmono, menyebutkan, video itu diambil pada Kamis (20/6/2024) di lapangan Alun-Alun Pati. Dirinya adalah orang yang memimpin para kades melakukan seruan tersebut. Menurut dia, seruan itu bukan bertujuan untuk mendukung salah seorang calon bupati ataupun calon gubernur tertentu.
”Bukan deklarasi dukungan. Kalau deklarasi itu kan kalau sudah di tataran pendaftaran dan (yang bersangkutan) ditetapkan sebagai calon pasangan, ini kan belum. Ya, kalau mencalon, kalau tidak?” kata Parmono.
Parmono menuturkan, aksi seruan itu dilakukan secara spontan oleh para kades. Mereka berharap, video itu bisa mengalihkan perhatian publik dari kasus pengeroyokan yang terjadi di Kecamatan Sukolilo, Pati.
”Untuk menutup kasus Sukolilo, tujuannya itu. Lha, ini kan terus tertutup kasus Sukolilo karena viralnya video ini. Biar tidak dianggap Kabupaten Pati itu kota tukang tadah, kota maling, kota tukang penjahat, biar tidak ada stigma seperti itu,” ujarnya.
Perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mengikuti aksi di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (31/1/2024).
Setelah video itu viral, Parmono mengaku didatangi oleh petugas Bawaslu Pati. Kedatangan petugas Bawaslu Pati pada Senin itu untuk mengklarifikasi aksi yang dilakukan para kades. Kepada petugas, Parmono menjelaskan bahwa dirinya tidak ikut politik praktis karena hal itu berpotensi melanggar aturan netralitas.
”Kalau ikut politik praktis, wah ya (saya) tidak berani. Ini kan belum tahapan pilkada. Rekomendasi (untuk calon-calon yang akan berkompetisi) saja belum ada,” tutur Parmono.
Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat Bawaslu Jateng Sosiawan mengatakan, berdasarkan laporan awal yang diterimanya, deklarasi dukungan yang dilakukan oleh para kades itu dilakukan pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dispermades) Pati.
Dalam kegiatan itu, para kades diajak untuk menciptakan pemilu damai sekaligus menyosialisasikan perubahan masa kerja kades. ”Tapi, kok kemudian ada deklarasi dukungan semacam itu, lha ini yang sedang ditelusuri oleh Bawaslu Pati,” kata Sosiawan.
Pada Senin ini, Bawaslu Pati meminta keterangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut, seperti Dispermades Pati, kades yang memandu acara deklarasi itu, organisasi atau asosiasi kades dan perangkat desa se-Kabupaten Pati, serta pihak-pihak lain yang mengetahui acara itu.
Pelaksana Tugas Kepala Dispermades Pati Tri Hariyama mengatakan, pihaknya tidak mengetahui adanya deklarasi dukungan yang dilakukan oleh para kades. Menurut dia, Pemkab Pati memang menggelar acara di Pendopo Kabupaten Pati pada Kamis.
Namun, acaranya adalah pengukuhan perpanjangan masa jabatan kades, bukan deklarasi dukungan kepada calon bupati maupun calon gubernur tertentu. ”Acara kami itu pengukuhan jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun jadi delapan tahun dengan munculnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024. Hanya itu yang saya ketahui,” tutur Tri.
Rawan
Dalam beberapa kesempatan, Bawaslu Jateng menyebut kepala desa ataupun perangkat desa rawan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk memenangkan salah satu calon dalam pilkada. Menurut Sosiawan, hal itu karena kepala desa maupun perangkat desa memiliki pengaruh yang besar dalam memengaruhi keputusan masyarakat untuk memilih pasangan calon pemimpin di wilayahnya.
”Orang-orang di daerah terlebih di desa-desa itu kan begitu kadesnya mengarahkan dukungan ke salah satu pihak, ya, pasti itu pengaruhnya sangat besar. Yang pasti undang-undang sudah melarang sehingga ini akan menjadi perhatian tersendiri bagi Bawaslu Jateng dan kami juga mengharapkan masyarakat ikut bersama-sama bisa mengawasi,” kata Sosiawan.
Sosiawan menambahkan, kades dan perangkat desa bisa mendapatkan sanksi jika melanggar aturan netralitas. Sanksi yang diberikan beragam, termasuk pemecatan dari jabatannya.
Orang-orang di daerah terlebih di desa-desa itu kan begitu kadesnya mengarahkan dukungan ke salah satu pihak, ya, pasti itu pengaruhnya sangat besar.