Berhasil Kelola Air, Mendagri Akan Berikan Rp 10 Miliar untuk Daerah
Di tingkat daerah, pengelolaan, pemeliharan, serta penyediaan akses air bersih kerap mendapatkan tantangan pembiayaan
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS – Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri berencana mengusulkan insentif bagi daerah yang mengelola sumber daya air dengan baik kepada Kementerian Keuangan. Insentif yang diperkirakan sebesar Rp 10 miliar per daerah, dinilai dapat membuat pemerintah daerah berlomba-lomba mengelola air dengan baik.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan, pengelolaan air di Indonesia menggunakan prinsip semi otonomi daerah. Sumber daya air, termasuk manajemen air bersih dan air minum, dikelola oleh pemerintah kabupaten atau kota.
“Untuk menanganinya, kami akan membuat antardaerah kompetitif sehingga mereka saling berlomba untuk mengelola dengan sebaik-baiknya. Kami akan memberikan reward bagi yang baik. Bagi yang tidak atau kurang baik, kami berikan punishment, paling tidak teguran,” katanya saat ditemui di sela World Water Forum atau Forum Air Dunia ke-10 yang diadakan di Nusa Dua, Bali, Rabu (22/5/2024).
Menurutnya, reward atau penghargaan yang menarik bagi pemerintah daerah berupa tambahan anggaran atau dana insentif daerah. Skema penghargaan dan hukuman sudah diterapkan untuk pengendalian inflasi di daerah.
Bagi 100 daerah terbaik, termasuk provinsi, kota, dan kabupaten, yang mampu mengendalikan inflasi mendapatkan Rp 10 miliar per daerah. Artinya, ada alokasi Rp 1 triliun per tahun.
Skema dan besaran yang sama akan diterapkan untuk pengelolaan sumber daya air. Tito akan mengajukan penghargaan berupa tambahan dana sebesar Rp 10 miliar per daerah. Jumlah daerah yang akan mendapatkan belum ditentukan, antara 10 atau 100 daerah terbaik.
“Teknisnya akan dibicarakan dengan Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati). Indikatornya (terbaik dalam mengelola sumber daya air) akan didiskusikan dengan kementerian teknis, misalnya akses air bersih dan air minum pada masyarakat atau kelancaran irigasi. Skema ini juga diusulkan oleh Pak Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” tuturnya.
Tantangan pembiayaan di daerah
Menanggapi rencana itu, Walikota Samarinda, Kalimantan Timur, Andi Harun mengapresiasi adanya usulan insentif dari pemerintah pusat bagi pemerintah daerah yang mengelola dan memelihara sumber daya air secara berkelanjutan serta memberikan akses air minum dan air bersih bagi masyarakat. Di tingkat daerah, pengelolaan, pemeliharan, serta penyediaan akses tersebut kerap mendapatkan tantangan pembiayaan.
Dia menggarisbawahi, hampir 100 persen air baku di Samarinda berasal dari sungai sehingga membutuhkan biaya tinggi. Biaya itu terdiri dari, pemasangan instalasi pengolahan air, operasional yang terdiri dari penjernihan dan pemilahan, serta pemeliharaan instalasi dan sungai agar tak tercemar sampah.
“Kami dorong PDAM (perusahaan daerah air minum) yang menyalurkan air (ke masyarakat) untuk bekerja sama dengan swasta yang mengolahnya. Untung sedikit tidak apa-apa asal tak rugi. Selain itu, PDAM tidak boleh jadi tambahan pendapatan politis bagi kepala daerah, maupun partai-partai,” tuturnya saat ditemui setelah konferensi pers di sela Forum Air Dunia ke-10, Bali.
Dengan keuntungan itu, dia berharap PDAM di Samarinda juga berani mengajukan pembiayaan ke perbankan. Secara keseluruhan, dia menyebutkan, pembangunan instalasi pengolahan air dengan kapasitas 50 liter per detik sekitar Rp 40 miliar. Pembangunan instalasi dengan kapasitas 150 – 250 liter per detik kira-kira mencapai Rp 200 miliar – 250 miliar. Saat ini, terdapat 18 instalasi pengolahan air di Samarinda.
Dana internasional
Pendanaan untuk pengelolaan dan pemeliharaan sumber daya air serta penyediaan akses air bersih maupun air minum bagi masyarakat dapat berasal dari dana internasional, termasuk hibah. Tito mengatakan, pemerintah daerah boleh menerima hibah asalkan berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
Dalam Forum Air Dunia ke-10, Andi membawa dua proyek pembangunan instalasi pengolahan air dengan nilai total sekitar Rp 1 triliun. Dia berharap mendapatkan pendanaan untuk proyek itu dari forum internasional ini. Proyek itu berguna untuk meningkatkan cakupan layanan sambungan air pada masyarakat yang saat ini posisinya 80 persen.
Meskipun demikian, dia tertarik mendapatkan pendanaan internasional, termasuk hibah, karena membuka kesempatan mempelajari penerapan teknologi termutakhir dalam pengolahan air beserta keterampilan dalam memecahkan masalah pengelolaan sumber daya air. “Sejumlah daerah di berbagai negara sudah menggunakan instrumen digital dan canggih (dalam mengolah dan mengelola air),” ujarnya.
Proyek sanitasi dan air bersih
Sebelumnya, Indonesia mencatatkan 15 proyek dan inisiatif di bidang sanitasi dan air bersih dengan nilai total sekitar 1,6 miliar dollar AS. Dari 15 proyek itu, terdapat 6 program dan inisiatif yang secara spesifik menyasar daerah.
Contohnya, Indonesia dan Jerman mengadakan proyek sistem pengolahan air limbah domestik yang inovatif untuk memperkuat akses sanitasi di wilayah daerah aliran sungai Citarum. Nilai proyek ini sekitar 188,5 juta dollar AS dan waktu pengerjaan kira-kira 5 tahun.
Selain Jerman, Australia berencana membangun infrastruktur pengolahan air limbah (wastewater treatment plant) serta penguatan kemampuan pemerintah daerah dalam manajemen sanitasi di Palembang, Sumatera Selatan. Proyek yang diperkirakan berlangsung selama 8 tahun tersebut bernilai sekitar 84,12 juta dollar AS.
Australia juga berencana meningkatkan sanitasi dan ketersediaan air di permukiman kumuh di Makassar, Sulawesi Selatan, dengan nilai proyek sekitar 2,56 juta dollar AS dan dikerjakan selama 3 tahun.
Organisasi dan pihak swasta multinasional ikut mencatatkan proyeknya di daerah. Contohnya, lembaga Humanity First Indonesia mengadakan proyek penyediaan air minum di desa-desa terpencil di wilayah Nusa Tenggara selama setahun. Nilai proyek ini berkisar 92.000 dollar AS.
Lembaga Save the Children Indonesia dan Cargill akan mengadakan proyek edukasi pentingnya kebersihan dan sanitasi bagi penduduk lokal dan anak-anak di Kalimatan. Proyek tersebut diperkirakan bernilai 500.000 dollar AS dengan waktu pengerjaan sekitar 3 tahun.
Adapun program-program itu merupakan bagian dari daftar kompilasi 113 proyek dan inisiatif dengan nilai total 9,4 miliar dollar AS. Kompilasi itu menjadi lampiran deklarasi menteri dalam Forum Air Dunia ke-10. Berdasarkan pantauan pada laman resmi Forum Air Dunia, pemerintah mengundang perwakilan negara, organisasi global, dan mitra untuk mendaftarkan proyek dan inisiatif di bidang air. Pendaftaran telah ditutup pada 18 April 2024.