Konflik di Seruyan, Kapuspen TNI Bantah Ada Anggotanya Disandera Warga
Konflik panjang warga Kalteng dengan perusahaan berujung pada penangkapan warga oleh aparat.
PALANGKARAYA, KOMPAS — Konflik antara perusahaan perkebunan sawit dan warga di Kalimantan Tengah memanas. Anggota TNI diturunkan untuk memediasi warga dan perusahaan.
Konflik tersebut menyebar di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Seruyan. Di Kotawaringin Barat, aparat menangkap 13 orang yang diduga melakukan panen massal di wilayah perkebunan. Sebanyak 10 orang di antaranya sudah ditetapkan tersangka.
Pascapenangkapan itu, kantor Polsek Pangkalan Banteng diserang warga yang tidak terima keluarga mereka ditangkap. Empat orang ditangkap atas kejadian itu (Kompas.id, Minggu 5 Mei 2024).
Di Kotawaringin Timur, aparat menangkap 16 orang yang menjarah buah sawit perusahaan. Semuanya kini menjadi tersangka. Mereka ditangkap pada Rabu 1 Mei 2024. Beberapa minggu sebelumnya, aparat juga menangkap tujuh penjarah buah sawit di wilayah yang sama.
Para penjarah itu merupakan warga Kotawaringin Timur, Seruyan dan Kotawaringin Barat. Semua pelaku kini ditahan dan dijerat dengan pelanggaran pasal pencurian, yakni Pasal 363 KUHP. Lokasi pencurian juga tersebar di beberapa wilayah perusahaan perkebunan sawit, antara lain, PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP) 1, PT BJAP 2, PT BJAP 3, dan beberapa perusahaan lain yang belum disebutkan pihak Polda Kalteng.
Pada Sabtu (4/5/2024), pascapenangkapan puluhan orang itu, konflik kembali pecah di Desa Teluk Bayur, Kabupaten Seruyan Tengah, Kalteng. Warga memaksa masuk ke wilayah perusahaan untuk menuntut hak mereka soal kebun plasma. Mereka meminta aparat melepaskan keluarga mereka yang ditangkap karena yang dilakukan bukan merupakan pencurian, melainkan aksi protes.
Sabtu malam, beredar berbagai video soal kericuhan di PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP) 2. Salah satu video berdurasi 53 detik itu memperlihatkan warga memaksa masuk ke area perusahaan tetapi berusaha dihalangi oleh empat anggota TNI.
Seorang warga Seruyan Tengah, M (26), mengatakan kepada Kompas bahwa empat anggota TNI itu sempat dibawa oleh warga yang sedang melakukan aksi protes. ”Dibawa dengan kendaraan mereka, setelah itu enggak terlihat lagi,” katanya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar tidak memungkiri adanya interaksi antara warga Desa Teluk Bayur, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, dan sejumlah prajurit terkait konflik warga dengan perusahaan sawit BJAP 2. Akan tetapi, ia membantah penyanderaan empat prajurit. Alih-alih disandera, para prajurit justru terlibat dalam mediasi antara warga dan perusahaan.
”Tidak ada penyanderaan, yang ada adalah mediasi antara warga Desa Teluk Bayur dan perusahaan sawit BJAP 2,” kata Gumilar saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (5/5/2024).
Ia tidak menjelaskan kesepakatan yang dicapai para pihak setelah mediasi dilakukan. Gumilar hanya menegaskan, seusai mediasi para prajurit sudah kembali bertugas di tempat masing-masing.
Baca juga: Konflik Meruncing di Kalimantan Tengah, Penjarah Sawit Ditangkap dan Aparat Diserang
Konflik
Konflik antara warga di Seruyan Tengah dan PT BJAP sudah terjadi sejak lama. Salah satu puncak konflik terjadi tahun lalu. Kompas mencatat, terjadi bentrok antara aparat dan warga yang melakukan aksi protes ke perusahaan menuntut kebun plasma 20 persen.
Pada Juli 2023, ribuan warga dari Desa Suka Mandang, Desa Ayawang, dan Teluk Bayur, berkumpul di depan gerbang PT BJAP. Mereka meminta perusahaan menepati kewajiban memberikan kebun plasma ke masyarakat.
Kerusuhan itu menimbulkan sejumlah kerusakan fasilitas milik perusahaan perkebunan, termasuk belasan mobil operasional hingga kantor perusahaan. Tak hanya milik perusahaan, tiga mobil operasional milik Polda Kalteng juga dirusak massa.
Direktur Save Our Borneo (SOB) Muhamad Habibi mengungkapkan, konflik PT BJAP dengan warga sekitar sudah berlangsung sejak perusahaan itu masuk ke wilayah desa. Banyak lahan warga diklaim perusahaan dan ditanami sawit.
Pascabentrok itu, kata Habibi, pemerintah Seruyan menggelar mediasi. Hanya tiga kepala desa yang hadir mewakili masyarakat. Perusahaan pun tidak mengabulkan tuntutan plasma warga. Mereka hanya menyatakan akan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat dan usaha ekonomi produktif warga sesuai regulasi terbaru (UU Cipta Kerja).
Hasil mediasi itu ditolak sebagian besar masyarakat. ”Sehingga apa yang terjadi sekarang ini merupakan bentuk protes warga karena tuntutan mereka tidak terpenuhi,” kata Habibi.
PT BJAP bersama dengan satu PT lainnya, lanjut Habibi, merupakan anak perusahaan grup besar bernama PT Best Agro. PT lain itu juga masih bermasalah sampai sekarang terkait konfliknya dengan warga Desa Bangkal di mana bentrok yang terjadi tahun lalu menyebabkan Gijik, warga Bangkal tewas ditembak aparat dengan peluru tajam.
Kompas sudah berupaya menghubungi Ramly, bagian legal PT Best Agro, tetapi belum ada konfirmasi. Sebelumnya, pada 5 Desember 2023, Kompas bertemu dengan Roby Zulkarnaen salah satu petinggi di PT Best Agro yang saat itu hadir dalam pertemuan di Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng.
Ia enggan berkomentar dengan banyaknya konflik di perusahaannya di Kalteng. ”Saya koordinasi dengan pemerintah daerah. Saya juga menghormati mediasi yang sudah dilakukan. Kami ikut arahan pemerintah,” kata Roby kala itu.
Saat ditanya pelanggaran pengelolaan lahan di luar HGU dan persoalan kebun plasma, Roby kembali menjawab sudah berkoordinasi dengan pemerintah dan mengikuti kebijakan pemerintah. ”Nanti dikoordinasi dengan pemda, kami sudah melakukan kebijakan mengikuti UU Cipta Kerja,” katanya.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng Rizky Djaya mengungkapkan, penjarahan sudah tidak sesuai dengan regulasi ataupun budaya di Kalimantan Tengah. Menurut Rizky, perlu ada tindakan tegas untuk mengatasi masalah itu.
”Sebaiknya aparat penegak hukum di seluruh kabupaten bertindak tegas karena tidak ada aturan, baik dari sisi agama maupun budaya, atau hukum lainnya yang membenarkan aksi penjarahan. Kita ini hidup di negara hukum, masyarakat perlu patuhi itu,” katanya.
Terkait plasma, kata Rizky, perusahaan menjalankan regulasi yang sudah ada. Dalam regulasi, plasma diberikan untuk warga dari perusahaan yang izinnya muncul saat atau setelah regulasi soal plasma keluar.
”Tentang kewajiban plasma kan aturannya (hanya untuk) izin-izin tahun berapa. Regulasi yang ada harus diperhatikan,” ujar Rizky.
Baca juga: Aksi Massa di Seruyan Dipicu Persoalan Plasma Sawit