Tambang Timah Ilegal Masih Beraktivitas karena ”Kolektor” Berkeliaran
Penambangan timah ilegal tidak akan berhenti selagi para kolektor alias penampung timah ilegal masih berkeliaran.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
PANGKAL PINANG, KOMPAS — Keberadaan tambang timah ilegal yang masih beraktivitas di kawasan Kota Pangkal Pinang, Pulau Bangka, Bangka-Belitung, besar kemungkinan karena kolektor atau penampung timah ilegal masih berkeliaran. Untuk menghentikan fenomena itu, penegak hukum yang sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengelolaan timah pada izin usaha pertambangan PT Timah 2015-2022 harus turut menyasar para kolektor tersebut.
Rabu (24/4/2024) siang, aktivitas penambangan timah masih dilakukan oleh warga di sekitar perkampungan nelayan di Pangkal Arang, Kecamatan Pangkal Balam, Pangkal Pinang.
Nelayan setempat mengungkapkan, aktivitas itu sempat hilang saat ada razia besar-besaran seusai pengungkapan kasus korupsi timah mencuat, khususnya ketika pengusaha timah asal Bangka Tengah, Tamron alias Aon, ditahan Kejaksaan Agung, 6 Februari 2024.
Aktivitas penambangan itu tergolong ilegal karena Pangkal Pinang telah ditetapkan sebagai kawasan zero pertambangan. Hal itu terkandung dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Pangkal Pinang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Itu diperkuat dengan Perda Kota Pangkal Pinang 7/2019 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bangka-Belitung Ahmad Subhan Hafiz di Pangkal Pinang, Jumat (26/4/2024) malam, mengatakan, selama ini, hasil tambang timah yang tidak bertanggung jawab alias ilegal ditampung oleh para kolektor. Oleh karena itu, besar kemungkinan praktik tambang ilegal masih terjadi di Bangka-Belitung, terutama di Pangkal Pinang, karena para kolektor masih leluasa beraktivitas.
Dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 24/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 28/2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara, tidak ada legalitas atau aturan yang membolehkan praktik oleh kolektor. Artinya, kolektor pun tergolong aktivitas ilegal.
Secara holistik, fenomena itu menunjukkan, pengungkapan kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp 271 triliun tersebut belum dilakukan secara komprehensif. Sejauh ini, proses hukum yang berjalan dinilai baru menyasar para elite atau pengambil kebijakan yang berada di hilir rantai alur pertambangan timah.
Sebaliknya, penegak hukum belum menyentuh bagian tengah dan hulu dari rantai alur tersebut. Bagian tengah dan hulu itu menjadi wilayah operasi kolektor ataupun penambang ilegal.
”Agar pengungkapan kasus ini betul-betul menjadi momentum menyelamatkan lingkungan Bangka-Belitung, proses hukumnya harus dilakukan menyeluruh dari hulu, tengah, hingga hilir rantai alur pertambangan timah. Kalau tidak, praktik penambangan ilegal tidak akan pernah hilang,” ujarnya.
Tersangka bertambah
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 21 tersangka sejak Oktober 2023, termasuk lima tersangka yang baru ditetapkan pada Jumat (26/4/2024). Para tersangka itu adalah mantan pejabat PT Timah, pengusaha atau pemilik smelter alias fasilitas pengolahan tambang timah, pihak yang coba menghalangi penyidikan, dan bekas pejabat pemerintahan Bangka-Belitung.
”Kami berharap, dari seratusan orang yang sedang diperiksa oleh Kejaksaan Agung, ada kolektor yang turut disasar menjadi tersangka baru. Tujuannya, untuk memberikan efek jera sebesar-besarnya agar praktik penambangan timah ilegal bisa betul-betul diberantas (dihentikan),” kata Hafiz.
Hafiz menuturkan, saat ini, beban lingkungan Bangka-Belitung mencapai 70 persen. Selain karena faktor penambangan timah ilegal, faktor lain yang turut memicu kerusakan lingkungan adalah industri ekstraktif, seperti perkebunan monokultur berskala besar dan hutan tanaman industri (HTI).
Kami berharap, dari seratusan orang yang sedang diperiksa Kejaksaan Agung, ada kolektor yang turut disasar menjadi tersangka baru.
”Kalau tidak ada itikad yang kuat untuk membuat perubahan di sini, faktor-faktor perusak lingkungan itu akan terus terjadi. Itu akan memperburuk kerusakan lingkungan yang mengancam keberlanjutan ruang hidup ataupun peradaban di Bangka-Belitung,” tutur Hafiz.
Tersangka dari pemerintahan
Dari lima tersangka yang baru ditetapkan Kejaksaan Agung, Jumat ini, salah satu tersangka adalah Pelaksana Tugas Kepala Dinas ESDM Bangka-Belitung berinsial AS. Penjabat Gubernur Bangka-Belitung Safrizal ZA saat ditemui di Pangkal Pinang, Rabu pagi, menyampaikan, pihaknya mendukung penuh upaya Kejaksaan Agung untuk mengusut secara tuntas kasus korupsi timah.
”Kami tidak bisa mengintervensi penegak hukum (Kejaksaan Agung) dalam proses penyidikan yang sedang berlangsung. Yang saya bisa pastikan, siapa pun yang berbuat (terlibat dalam kasus korupsi timah) harus bertanggung jawab,” kata Safrizal seusai menghadiri Konsultasi Publik mengenai ”Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Daerah (KLHS RPJMD) Bangka-Belitung 2025-2029”.
Di sisi lain, Safrizal memastikan, roda pemerintahan daerah tidak akan terganggu walaupun Kejaksaan Agung sedang menyasar kluster pemerintahan dalam penyidikan kasus tersebut. Itu karena roda pemerintahan berjalan sesuai dengan sistem yang berlaku. Artinya, kalau ada pejabat pemerintah yang terjerat, tugas dan fungsi mereka akan tetap dilanjutkan oleh pejabat atau pegawai di bawahnya pada instansi bersangkutan.
”Roda pemerintahan itu dilakukan oleh sistem, bukan orang perseorangan. Jadi, meskipun gubernur diganti, sekretaris daerah diganti, roda pemerintahan itu akan tetap berjalan. Apalagi kalau hanya kepala dinas yang diganti, roda pemerintahan di instansi terkait tidak akan terganggu,” ujar Safrizal.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat PT Timah Anggi Siahaan saat menjawab Kompas secara tertulis, Jumat petang, mengatakan, pada prinsipnya, PT Timah akan terus berkoordinasi dengan semua pihak dalam upaya memperbaiki dan membenahi tata kelola pertambangan ataupun bisnis timah.
”Perusahaan mendukung upaya-upaya untuk perbaikan dan pembenahan tata kelola (pertimahan) yang dilakukan oleh negara,” ujarnya.