Anggota KPPS di Pati Alami Gangguan Jiwa, KPU Sebut Bukan karena Pemilu
Seorang anggota KPPS di Pati, Jateng, menderita gangguan jiwa seusai pemilu. Kondisinya disebut membaik setelah dirawat.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
PATI, KOMPAS — AMH (22), salah satu anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dilarikan ke rumah sakit karena menderita gangguan jiwa, beberapa hari setelah bertugas. Kendati demikian, kondisi itu diklaim Komisi Pemilihan Umum bukan disebabkan oleh tugas kepemiluan.
Dalam pemilu pada Rabu (14/2/2024), AMH bertugas di salah satu tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Pati. Pria yang juga merupakan mahasiswa itu disebut bertugas hingga Kamis (15/2/2024) dini hari. Setelah itu, AMH bergegas ke Kota Semarang untuk mengikuti ujian dalam program pendidikan profesi guru.
Selama beberapa hari di Kota Semarang, AMH disebut menunjukkan gejala yang tidak wajar. Kepada orangtuanya, AMH mengaku sering mendengar bisikan-bisikan. Sejumlah orang di sekitarnya juga beberapa kali mendapati AMH marah-marah tanpa sebab.
”Dari Semarang itu yang bersangkutan sempat dibawa pulang oleh orangtuanya ke Pati. Tapi, saat di rumah itu perilakunya malah menjadi semakin parah. Bahkan, ia berulang kali mencoba menyakiti dirinya sendiri, khas seperti orang yang menderita gangguan jiwa,” kata Wakil Direktur Pelayanan RSUD RAA Soewondo Kabupaten Pati Ali Muslihin, Rabu (6/3/2024).
Menurut Ali, AMH dibawa berobat ke RSUD RAA Soewondo pada Jumat (23/2/2024). Menurut asesmen sementara dokter kala itu, AMH disarankan untuk menjalani rawat inap sambil diobservasi kondisi kejiwaannya. Setelah dirawat selama lebih kurang sepekan, kondisi AMH disebut semakin parah. Maka, pada Kamis (29/2/2024) ia dirujuk untuk menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Kota Semarang.
”Gejala gangguan jiwa yang diderita pasien itu tergolong gangguan jiwa yang cukup berat. Apalagi, perilaku menyakiti diri sendirinya juga semakin parah karena pasien semakin sering memukuli ataupun membenturkan kepalanya ke tembok. Kami menilai pasien itu perlu penanganan khusus, seperti terapi elektrokonvulsif (terapi kejang listrik), tapi di tempat kami tidak ada, jadi akhirnya kami rujuk ke rumah sakit lain,” papar Ali.
Ali menyebut, dokter spesialis kejiwaan RSUD RAA Seowondo telah berupaya menggali latar belakang gangguan kejiwaan yang diderita AMH. Menurut penuturan keluarga, AMH yang sehari-hari juga bekerja sebagai staf tata usaha di sebuah sekolah di Pati itu memiliki beban pikiran yang berat. Bekerja sebagai anggota KPPS di waktu yang hampir bersamaan dengan waktu ujian membuatnya merasa tertekan.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pati, Nugraheni Yuliadhistiani, saat dihubungi mengatakan, pihaknya sudah berupaya berkomunikasi dengan keluarga AMH. Menurut penuturan keluarganya, AMH sudah membaik dan bisa diajak berkomunikasi. KPU Pati juga telah menawarkan bantuan kepada keluarga AMH sebagai bentuk empati.
”Saat kami tanya, bantuan apa yang diperlukan, keluarganya tidak berkenan. Mereka mengatakan bahwa anaknya sakit bukan karena pemilu. Keluarga (AMH) juga mengatakan bahwa mereka tidak pernah menyalahkan KPU atau siapa pun atas apa yang menimpa anaknya karena sejak awal memang anaknya punya beban pikiran yang berat, tetapi tidak pernah cerita,” tutur Nugraheni.
Menurut Nugraheni, pihaknya telah berulang kali menegaskan kepada para petugas pemilu untuk melaporkan kondisinya secara berkala. Jika memang ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk bertugas, petugas pemilu boleh mengajukan pengunduran diri.
”Kalau, misalnya, tidak sanggup, mau mundur karena harus ujian, itu sebenarnya tidak masalah daripada malah kenapa-kenapa. Ada, kok, beberapa petugas pemilu yang mundur karena sakit, terus karena keluarganya ada yang meninggal, itu tidak masalah. Bahkan, jika mundurnya di H-1 pemilu, itu boleh, sampaikan saja,” tuturnya.
Nugraheni menyebut, AMH tidak bertugas sebagai pengunggah data Sirekap, seperti yang ramai dibicarakan masyarakat. Ia bertugas membantu jalannya pemungutan suara dan penghitungan suara. Setelah mendapatkan informasi bahwa AMH harus mengikuti ujian, anggota KPPS lain tidak pernah lagi menghubungi AMH untuk bertanya terkait data-data pemilu.
”Jadi, teman-teman petugas pemilu yang satu TPS dengan AMH itu sudah memahami jika yang bersangkutan ini memang orangnya panikan sehingga memang tidak diberi tugas yang berat sejak awal. Bahkan, pada Rabu malam itu (AMH) sempat ditawari untuk pulang duluan, tetapi tidak mau,” ucap Nugraheni.
Sementara itu, Kepala Divisi Sumber Daya Manusia dan Penelitian Pengembangan KPU Jateng Mey Nurlela mengaku prihatin dengan kejadian yang menimpa AMH. Menurut dia, KPU bakal terus memantau keadaan dan penanganan terhadap AMH ke depannya.
”Yang jelas kami memberikan perhatian khusus kepada mantan penyelenggara barang kali memang ada kejadian yang disebabkan pekerjaan kepemiluan, kami akan memberikan santunan,” kata Mey.
KPU Jateng mencatat, selama 14-27 Februari 2024 terdapat 740 petugas pemilu yang meninggal dunia. Sementara itu, sebanyak 67 petugas pemilu di Jawa Tengah meninggal. Petugas pemilu yang meninggal mendapatkan santunan Rp 48 juta.