Dipanggil Wantannas Seusai Ikut Seruan Moral, Guru Besar Unnes Terintimidasi
Seruan akademisi Unnes terkait demokrasi bangsa berbuntut panjang. Sejumlah profesor merasa terintimidasi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah guru besar dari Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, yang pada Rabu (7/2/2024) mengikuti seruan moral terkait kondisi demokrasi, mendapat surat undangan dari Dewan Ketahanan Nasional untuk datang ke Markas Kepolisian Daerah Jateng, Rabu (28/2/2024). Undangan yang disebut tanpa detail tujuan kegiatan itu membuat mereka merasa terintimidasi.
Tri Marhaeni Pudji Astuti, Guru Besar Sosiologi dan Antropologi Unnes, merupakan salah satu yang mendapat undangan bernomor Und/PS.01/KL/ll/2024 tersebut. Undangan yang ditandatangani oleh Pembantu Deputi Bidang Politik Nasional Wantannas Brigadir Jenderal Nazirwan Adji Wibowo itu diterima Tri pada Rabu (21/2/2024).
Menurut Tri, di Unnes ada lebih dari 120 guru besar. Kendati demikian, yang mendapat undangan dari Wantannas hanya enam orang, termasuk dirinya. Selain Tri, lima guru besar lain yang juga diundang yakni Tjetjep Rohendi Rohidi, Issy Yuliasri, Harry Pramono, Bambang Priyono, dan M Jazuli.
”Yang dapat undangan itu hanya para guru besar yang mengikuti seruan moral. Ini seperti psywar (perang psikologis) bahwa nama-nama kami sudah dipegang. Mungkin seperti itu agar kami enggak macam-macam,” kata Tri, Senin (26/2/2024).
Dengan adanya surat itu, kami merasa terintimidasi karena suratnya aneh.
Tri menyebut, dirinya mendapati sejumlah keanehan pada surat undangan tersebut, seperti tidak ada nomor surat, tidak ada panduan ataupun TOR (term of reference), dan tidak ada susunan jadwal kegiatan. Dalam undangan itu, Tri juga tidak mendapatkan kejelasan terkait dirinya diundang sebagai peserta atau narasumber dalam acara yang bertema ”Strategi Penanganan Terpadu Potensi Risiko Pasca Pemungutan Suara guna Menjaga Kelancaran Pemilu 2024 dalam Rangka Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional” tersebut.
Tri mengaku mendapatkan surat itu secara langsung melalui pesan Whatsapp yang dikirim seorang staf administrasi di Unnes. Setelah ditelusuri, anggota staf administrasi tersebut mengaku hanya meneruskan undangan itu dari seseorang yang mengaku anggota Polda Jateng.
Biasanya, undangan dari lembaga ataupun instansi lain kepada para dosen Unnes ditujukan lebih dulu ke pimpinan Unnes. Setelah itu, pimpinan Unnes baru meneruskan atau menugaskan dosen terkait untuk menghadiri undangan tersebut.
”Ini undangan dari Wantannas, tapi kokyang mengirim dari Polda Jateng, tidak dari lembaga terkait. Aneh, kan?” ujarnya.
Tri mengklaim, dirinya telah berupaya mengonfirmasi perihal undangan itu kepada Kolonel Laut (T) Eko Erys Hidayanto yang nomor ponselnya tertera di undangan tersebut. Namun, Tri merasa belum mendapatkan informasi yang lengkap. Ia ataupun kelima guru besar akhirnya sepakat untuk tidak menghadiri undangan itu.
”Dengan adanya surat itu, kami merasa terintimidasi karena suratnya aneh. Terus, kok,temanya menyusun kegiatan pasca-pemilu, apa hubungannya dengan kami,” kata Tri, menambahkan.
Meski merasa terintimidasi, Tri mengaku tidak akan kapok mengikuti aksi-aksi seruan moral untuk mengingatkan pemerintah di masa mendatang. Menurut dia, apa yang dilakukannya dengan para akademisi di Unnes adalah untuk kepentingan negara, bukan seseorang ataupun golongan tertentu.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kolonel Laut (T) Eko menyebut, pihaknya sudah mengontak para guru besar yang diundangnya, termasuk Tri. Bahkan, Tri, disebut Eko, menyatakan kesediaannya menjadi narasumber di kegiatan Wantannas berikutnya. Sejumlah guru besar juga diklaim Eko setuju hadir dalam kegiatan pada hari Rabu.
”Mohon tidak berpikiran negatif dulu, mari kita lihat nanti hasilnya di sana bagaimana? Apakah mereka terintimidasi atau tidak?” ujar Eko.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, kegiatan yang akan digelar oleh Wantannas pada Rabu mendatang tidak ada kaitannya dengan Polda Jateng. Satake juga menyebut bahwa acara Wantannas tidak digelar di Markas Polda Jateng. ”Akhirnya tidak dilakukan di Polda (Jateng), di hotel,” ucap Satake.