Aktivitas Gunung Lewotobi Laki-laki Menurun, Warga Mulai Tinggalkan Pengungsian
Status keaktifan gunung masih pada level tertinggi, yakni Awas. Ada potensi luncuran awan panas.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, dilaporkan mengalami penurunan. Warga mulai tinggalkan lokasi pengungsian dan kembali ke rumah masing-masing. Namun, masa tanggap darurat masih berlangsung hingga akhir bulan ini.
Laporan Pos Pemantauan Gunung Lewotobi Laki-laki, Jumat (26/1/2024), menyebutkan, gempa guguran dan vulkanik dangkal masih terjadi. Aliran lava ke sisi timur laut juga masih terpantau sejauh 4 kilometer. Puncak gunung tak tampak jelas lantaran tertutup awan.
Tak terdengar lagi suara gemuruh yang sebelumnya bisa kerap terdengar hingga radius belasan kilometer dari puncak gunung berketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut itu. Tak ada lagi hujan abu vulkanik yang sebelumnya masif mengguyur lereng.
Kepala Pusat Vulkanikanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Hendra Gunawan dalam laporan evaluasi berkala kepada pemerintah daerah menyampaikan, aktivitas vulkanik mengalami penurunan secara visual dan kegempaan. ”Gempa vulkanik dalam berkurang dari periode sebelumnya menunjukkan suplai magma dari dalam berkurang,” tulis Hendra.
Selain itu, jarak luncuran awan panas guguran pun berkurang jika dibandingkan sebelumnya dari 2 kilometer menjadi 1 kilometer. Kecepatan aliran lava juga melambat. Gempa embusan dan tinggi kolom asap juga mengalami penurunan.
Kendati demikian, masyarakat diingatkan selalu waspada lantaran gempa guguran justru mengalami peningkatan. Kondisi ini berpotensi terjadi awan panas yang lebih besar. Zona bahaya ditetapkan 5 kilometer dari puncak dan 6 kilometer khusus untuk sektoral timur laut. Status keaktifan gunung masih pada level tinggi, yakni Awas.
Tinggalkan pengungsian
Menurunnya aktivitas gunung mendorong banyak warga terdampak mulai meninggalkan lokasi pengungsian. Mereka dari tujuh desa di dua kecamatan, yakni Wulanggitang dan Ile Bura. Total pengungsi menembus 6.500 jiwa.
Salah satu pengungsi yang pulang adalah Agnes Luka (55), warga Desa Nobo. Nobo berada sekitar 7 kilometer dari puncak. ”Gemuruh sudah tidak seperti satu minggu sebelumnya. Abu vulkanik juga tidak ada lagi jadi sudah aman. Ini tanda-tanda sudah reda,” ujarnya. Agnes pernah mengalami erupsi gunung tersebut pada tahun 1989, 1992, dan 2002.
Alasan lain adalah ia tidak mau lagi tinggal di tenda pengungsian yang semakin tidak nyaman. Jadwal makan sering terlambat dan ketersediaan sarana mandi cuci kakus yang terbatas. Ia khawatir kondisi tempat pengungsian itu dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Berbeda dengan Agnes, Vanti Wai (40), warga Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang, hingga kini masih tinggal di rumah warga di Desa Boru Kedang. Ia mengaku belum berani pulang karena takut jika terjadi erupsi yang lebih besar. Jarak Klatanlo dengan puncak gunung sekitar 4 kilometer.
”Setiap pagi kami selalu ke rumah untuk beri makan ternak, kemudian kembali lagi ke pengungsian. Kami tidak berani bermalam di rumah kami. Kami akan tinggalkan pengungsian kalau status gunung turun ke Level III atau II,” katanya.
Penjabat Bupati Flores Timur Doris Alexander Rihi kembali memperpanjang masa tanggap darurat hingga 31 Januari mendatang. Pihaknya akan mengkaji kembali soal perlunya perpanjangan waktu atau tidak. Aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi Laki-laki menjadi pertimbangan utama.