Pencarian Korban Banjir Humbang Hasundutan Dilanjutkan Tiga Hari
Operasi pencarian korban banjir bandang Humbang Hasundutan diperpanjang tiga hari. Tim SAR kesulitan karena batuan besar dalam jumlah yang sangat banyak. Pencarian di perairan diperluas hingga radius 5 kilometer.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
DOLOK SANGGUL, KOMPAS — Operasi pencarian korban hilang banjir bandang di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, dilanjutkan tiga hari. Pencarian selama tujuh hari pertama terkendala timbunan batuan besar yang jumlahnya sangat banyak. Pemerintah sedang mengkaji apakah permukiman akan direlokasi atau hanya ditata di tempat semula.
”Pencarian korban pada tujuh hari pertama ini masih terkendala banyaknya batuan besar dan hujan lebat yang turun dalam beberapa hari ini,” kata Wakil Bupati Humbang Hasundutan, Oloan P Nababan saat meninjau operasi pencarian di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Jumat (8/12/2023).
Oloan mengatakan, hasil rapat pemerintah kabupaten bersama Kantor SAR Medan, Polres Humbang Hasundutan, Kodim 0210/Tapanuli Utara, dan masyarakat setempat memutuskan operasi pencarian diperpanjang selama tiga hari ke depan.
Oloan menyebut, mereka juga sedang mengkaji apakah permukiman yang terdampak banjir bandang akan direlokasi atau tidak. Masyarakat meminta agar tetap bermukim di sekitar daerah itu, tetapi ditata untuk mengurangi risiko bencana banjir bandang.
Pemerintah juga membuka kemungkinan untuk merelokasi masyarakat ke tempat baru. ”Soal relokasi rumah masyarakat masih akan dibicarakan,” kata Oloan.
Kepala Kantor SAR Medan Budiono mengatakan, pencarian dalam tiga hari ke depan akan berfokus di dekat pantai dan di perairan. Korban hilang diperkirakan sudah keluar dari rumah dan terbawa arus banjir bandang ke pantai atau ke perairan. Beberapa titik yang dicurigai sudah dibongkar, tetapi korban hilang tetap belum ditemukan.
”Kami akan kembali menyisir wilayah perairan hingga radius 5 kilometer dari lokasi kejadian. Kami perkirakan beberapa korban hilang terbawa arus banjir bandang hingga ke perairan Danau Toba,” kata Budiono.
Budiono menyebut, tim penyelam juga masih akan diturunkan untuk mencari korban. Dengan jarak pandang hanya 30-50 sentimeter, mereka menyelam menyisir hingga kedalaman 12 meter. Di bawah air terdapat banyak sampah dan batang kayu yang terbawa banjir bandang sehingga menyulitkan pencarian.
”Pencarian di darat juga sangat sulit karena batu besar yang jumlahnya sangat banyak. Meskipun 15 alat berat diturunkan, pemindahan batu-batu besar berjalan lambat,” kata Budiono.
Relokasi
Lebih dari 200 warga masih mengungsi di pos pengungsian di Kantor Camat Baktiraja. Warga yang rumahnya rusak ringan mulai kembali untuk membersihkan rumah dan menyelamatkan harta benda yang masih bisa digunakan. ”Kami masih sangat trauma setiap melihat kampung kami yang hancur karena banjir bandang,” kata Dewi Simanullang (42).
Dewi mengatakan, rumahnya rusak berat dihantam banjir bandang. Ladang bawang yang seharusnya bisa dipanen dua minggu lagi tertimbun bebatuan hingga setinggi 6 meter lebih. Seharusnya dia bisa mendapat 500 kilogram dari ladang itu. Dengan harga Rp 25.000 per kilogram, dia mengalami kerugian Rp 12,5 juta. ”Sawah yang baru saya tanam beberapa hari juga hancur semuanya,” kata Dewi.
Dewi mengatakan, mereka sudah turun-temurun hidup di kampung itu dari hasil bumi, khususnya dari bawang, kemiri, sawah, dan hasil ikan dari danau. Mereka adalah masyarakat adat yang menempati lembah di bawah perbukitan di tepi Danau Toba itu.
”Kami sangat trauma untuk tinggal lagi di tempat itu. Namun, jika harus pindah, kami tidak tahu harus pindah ke mana karena kami sudah turun-temurun hidup di kampung itu,” kata Dewi.