Orangtua Korban Kecewa Tersangka Kekerasan Seksual di FK Unand Dipulangkan dari Tahanan
Orangtua korban kasus kekerasan seksual di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang, merasa kecewa atas dipulangkannya tersangka dari tahanan tanpa alasan yang kuat oleh Polda Sumbar.
Oleh
YOLA SASTRA
·6 menit baca
PADANG, KOMPAS — Orangtua korban kasus kekerasan seksual di Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang, kecewa atas putusan Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang menangguhkan penahanan kedua tersangka. Mereka menilai, penangguhan penahanan tanpa ada alasan kuat dan melukai rasa keadilan para korban.
S, ibu salah seorang korban, Minggu (28/5/2023), mengatakan, dirinya mendapat informasi tersangka dipulangkan dari tahanan dua hari lalu. Setelah dicek ke penyidik, memang benar tersangka sudah dipulangkan. ”Iya (tersangka dipulangkan), itu perintah Pak Dir (Direskrimum) dan disetujui oleh Kapolda,” kata S menirukan pernyataan penyidik.
Ketika ditanyakan alasan pemulangan tersangka, penyidik meminta S menanyakan langsung ke Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sumbar Komisaris Besar Andry Kurniawan. Walakin, S tidak mendapatkan jawaban yang jelas. Direskrimum mengatakan, hal itu tidak menyalahi undang-undang.
Sebelumnya, polisi menahan tersangka Hubert Javas Hammam Hardoni (H) dan Nabila Zahra Raihanah Drajat (N), dua sejoli mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Andalas (Unand), pada 28 April 2023. Hubert ditahan di rumah tahanan (rutan) Polda dan N ditahan di rutan khusus perempuan di Polsek Padang Timur.
Polisi menetapkan Hubert dan Nabila sebagai tersangka pada 24 Maret lalu atas kasus pelecehan atau kekerasan seksual kepada 12 mahasiswa di FK Unand. Namun, penahanan tertunda sebab tersangka Hubert mangkir dari pemeriksaan karena berangkat umrah seusai dinyatakan sebagai tersangka. Pemeriksaan terhadap Hubert dan Nabila sebagai tersangka baru dilakukan 28 April, kemudian langsung ditahan.
S menilai pemulangan tersangka atas alasan yang tidak jelas melukai rasa keadilan keluarga korban. Apalagi, rekam jejak tersangka Hubert terbilang buruk sehingga tidak pantas diberikan penangguhan penahanan. Hubert pernah menghilangkan barang bukti dengan menjual salah satu ponselnya, lalu mangkir dari pemeriksaan dengan alasan pergi umrah.
”Kami kecewa dengan kinerja Polda Sumbar. Kami tidak tahu, mungkin ini oknum. Dari jajaran bawah tidak setuju (tersangka dipulangkan), tetapi kalau atasan menyuruh, anak buahnya menurut saja, tidak bisa membantah. Sepertinya penegakan hukum di Sumbar agak susah. Kapan keadilan bisa ditegakkan?” kata S.
S pun memohon kepada Kepala Polri Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan kementerian terkait untuk mengawasi dan mendorong kasus yang sudah dilaporkan sejak Desember tahun lalu ini segera tuntas. Adapun kasus ini sekarang pada tahap P19 atau berkas dikembalikan jaksa ke penyidik untuk dilengkapi.
Ayah korban lainnya, F, juga kecewa dengan keputusan polisi menangguhkan penahanan tersangka. Apalagi alasan pemulangan tersangka dirasa janggal. Info yang didapat F, salah satu tersangka, Hubert, dipulangkan karena polisi menemukan ada peredaran narkotika di rutan Polda saat razia.
”Jadi, (polisi) khawatir Hugo (panggilan Hubert) ini kena narkoba, lalu ditangguhkan penahanannya. Apakah semua orang yang ditahan di sana bisa pulang pula? Apa cuma Hugo yang pulang? Itu jadi tanda tanya bagi kami,” kata F.
Menurut F, tersangka tidak pantas mendapatkan penangguhan penahanan, terutama Hubert. Hubert pernah mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka dengan pergi umrah ke Arab Saudi selama sebulan. Hubert juga pernah menghilangkan barang bukti dengan menjual salah satu ponselnya.
F merasa lelah dengan penanganan kasus kekerasan seksual ini oleh Polda Sumbar yang terkesan lamban. Kasus dilaporkan sejak Desember tahun lalu. Meskipun alat bukti sudah cukup, penetapan tersangka juga berlama-lama. Kedua tersangka baru ditetapkan sebagai tersangka tiga hari sebelum kedatangan Kompolnas ke Polda Sumbar.
F pun tidak habis pikir kenapa tersangka bisa dipulangkan dari tahanan. Padahal, pasal yang dikenakan berlapis, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Pornografi, dan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Latar belakang tersangka Hubert sebagai anak pensiunan pejabat dinas pemerintahan di Sumbar pun disorot.
”Terlalu gampang Hugo ini (pulang), seperti dapat privilege (hak istimewa). Waktu ditahan tidak ada foto tersangka. Tidak ada jumpa pers penahanan tersangka. Hugo ini bukan anak-anak, sudah 23 tahun. Saya kecewa, kenapa tersangka bisa pulang? Kalau tersangka pulang, kami sebagai pelapor mestinya dapat SP2HP (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan),” ujarnya.
Ditambahkan F, ia sudah berupaya melaporkan kasus ini kepada Kepala Polri Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Koordinator Polhukam sekaligus Ketua Kompolnas Mahfud MD agar kasus ini ditangani serius. ”Harusnya tersangka ditahan lagi. Titip di rutan yang dirasa aman,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan mengatakan, kedua tersangka memang mendapatkan penangguhan penahanan. Berdasarkan aspek yuridis, para tersangka selama ini kooperatif dalam pemeriksaan dan berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan.
Adapun untuk aspek medisnya, kata Dwi, diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan dokter spesialis kejiwaan, kedua tersangka dinyatakan mengalami depresi berat ditandai dengan gejala tidak mau makan, murung, dan penurunan respons komunikasi seperti orang yang blankdan kadang menangis.
”Sehingga daripada yang bersangkutan melakukan tindakan nekat di sel kami, maka kami ambil keputusan untuk ditangguhkan penahanannya. Namun, tetap dalam pengawasan orangtua dan penyidik dengan syarat yang ketat,” katanya.
Dwi menambahkan, walaupun dilakukan penangguhan penahanan, perkaranya tetap berlanjut tidak berhenti. Saat ini, penyidik sedang memenuhi petunjuk kejaksaan dalam P19.
”Kami jadwalkan minggu depan selesai dan dilimpahkan kembali ke JPU (jaksa penuntut umum), selanjutnya menunggu P21 (pernyataan berkas lengkap dari kejaksaan) dan tahap 2 (penyerahan tersangka dan barang bukti),” ujarnya.
Sehingga daripada yang bersangkutan melakukan tindakan nekat di sel kami, maka kami ambil keputusan untuk ditangguhkan penahanannya. Namun, tetap dalam pengawasan orangtua dan penyidik dengan syarat yang ketat.
Menanggapi pemulangan tersangka, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, pihaknya juga mendapatkan informasi serupa dari keluarga korban. ”Saat ini kami sedang melakukan klarifikasi ke Polda Sumatera Barat. Kita tunggu hasil klarifikasi, ya,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti, yang ikut mengadvokasi korban kasus ini, mengatakan, dirinya sudah mendapat informasi pemulangan tersangka dari keluarga korban. Ia pun mempertanyakan alasan polisi menangguhkan penahanan tersangka.
Meri menjelaskan, penangguhan penahanan tersangka harus memiliki alasan kuat, misal tersangka punya anak kecil atau dalam kondisi kesehatan tertentu. ”Harus jelas-jelas Polda bicara, ini alasannya, harus disampaikan ke publik. Kalau tidak, semakin tidak percaya dengan institusi Polri kalau cara-caranya seperti ini,” kata Meri.
Pemulangan tersangka ini, kata Meri, sangat tidak adil bagi korban. Apalagi ketika tersangkanya bisa bebas berkeliaran atau mendapat impunitas. Padahal, tersangka kasus ini tidak kooperatif. ”Kok, dikasih reward? Tidak ada sanksi tegas,” ujarnya.
Menurut Meri, penanganan kasus kekerasan seksual di Polda Sumbar, tiga tahun terakhir memang bermasalah, terutama setahun terakhir. Banyak kasus kekerasan seksual tidak selesai, terutama bagi pelaku yang berlatar belakang orang kaya. Kata Meri, ada yang tersangkanya buron (masuk daftar pencarian orang/DPO), ada pula yang penahanannya ditangguhkan.
”Kasus (di Unand) ini kali ketiga polisi (Polda Sumbar) menangguhkan penahanan tersangka. Memang ada hak pelaku untuk itu, tetapi kami melihat situasi kasus ini yang prosesnya panjang dan berbelit-belit, tersangka malah diberi penangguhan penahanan dengan alasan tidak jelas. Siapa yang menjamin? Orangtua atau jaminan uang?” ujarnya.