Cegah Kebakaran Lahan, Kurikulum Pelestarian Gambut Mulai Diajarkan di Sumsel
Dua kabupaten rawan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan telah menerapkan kurikulum pelestarian gambut. Materi tentang gambut diajarkan di sejumlah sekolah dasar dalam bentuk muatan lokal.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dua kabupaten di Sumsel yang rawan kebakaran hutan dan lahan telah menerapkan kurikulum pelestarian gambut. Materi tentang gambut diajarkan di sejumlah sekolah dasar dalam bentuk muatan lokal ataupun disisipkan pada salah satu mata pelajaran terkait. Cara ini diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan generasi muda pada gambut.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera Selatan Syafrul Yunardi, Kamis (25/5/2023), di Palembang, mengatakan, setelah hampir satu tahun melakukan perencanaan, penyusunan kurikulum, hingga pelatihan pada guru, pemerintah Sumatera Selatan (Sumsel) bersama peneliti dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan Agroforestri Dunia (CIFOR-ICRAF) telah menuntaskan pembuatan kurikulum pelestarian gambut. Kurikulum ini telah diterapkan di sejumlah sekolah di Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir.
Dua kabupaten itu dipilih karena memiliki kawasan gambut yang cukup luas serta merupakan daerah langganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Keberadaan kurikulum ini pun diperkuat dengan diterbitkannya surat keputusan bupati.
”Surat keputusan itu menjadi payung hukum agar pihak sekolah di daerah itu bisa menerapkan kurikulum pelestarian gambut sesegera mungkin,” katanya.
Dalam pembuatan kurikulum, termasuk bahan ajar, pihaknya melibatkan sejumlah ahli di bidang lingkungan dan pendidikan, termasuk guru dan pengawas tenaga pendidik. Tujuannya agar bahan ajar yang disampaikan itu bisa disukai dan dimengerti siswa.
Harapannya, kecintaan siswa pada gambut pun akan terus bertumbuh. Ketika dewasa, mereka memiliki kemampuan dan kemauan memanfaatkan gambut secara lebih bijak.
Pelajaran terkait pelestarian gambut ini akan disampaikan ke siswa kelas IV sampai kelas VI sekolah dasar. Alasanya, karena di masa itu siswa sudah mulai menyadari akan perannya dalam pelestarian lingkungan. ”Harapannya, mereka bisa menjadi agen pelestari gambut untuk orangtua, keluarga, atau lingkungan terdekatnya,” ujar Syafrul.
Dengan semakin banyak generasi muda yang tahu akan pentingnya gambut diharapkan dampak asap akibat karhutla bisa semakin berkurang.
Bahan ajar pun tidak hanya berbentuk teori semata, tetapi ada materi praktik yang diharapkan dapat diterapkan langsung oleh para siswa. Dalam satu minggu, materi tentang gambut akan diajarkan selama dua jam. Bahan ajar ini bisa disampaikan di luar jam sekolah (ekstrakulikuler) ataupun disisipkan dengan sejumlah mata pelajaran terkait (intrakurikuler), seperti ilmu pengetahuan alam.
Menurut Syafrul, kurikulum ini sangatlah penting untuk disampaikan karena Sumsel merupakan salah satu provinsi dengan kawasan gambut yang cukup luas. Secara keseluruhan terhitung ada 2,1 juta lahan gambut, di mana 1,2 juta di antaranya berada dalam fungsi lindung.
Selain itu, Sumsel juga menjadi daerah yang paling rawan mengalami kebakaran hutan. Harapannya, kurikulum ini tidak hanya berhenti di dua daerah ini, tetapi juga bisa diterapkan di daerah lain di Sumsel yang rawan karhutla.
”Dengan semakin banyak generasi muda yang tahu akan pentingnya gambut, dampak asap akibat karhutla diharapkan bisa semakin berkurang,” ujarnya.
Peneliti CIFOR-ICRAF, Feri Johana, mengungkapkan, selain di Sumsel kurikulum pelestarian gambut juga sudah diterapkan di Kalimantan Barat. Kedua provinsi ini memiliki tingkat kerawanan karhutla yang cukup besar.
Menurut dia, menularkan kecintaan pada gambut sejak dini dapat memberikan dampak baik untuk lingkungan di masa depan. Hal itu karena kawasan gambut memiliki peran penting untuk kehidupan manusia, baik sebagai penyimpan karbon maupun penjaga ekosistem lingkungan.
Feri menuturkan, setelah belajar-mengajar berlangsung, pihaknya bersama dengan pemerintah akan melakukan evaluasi secara bertahap untuk memastikan kurikulum ini dapat terus berlanjut dan memberikan dampak positif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan gambut.
Dalam penerapannya, bukan tanpa tantangan, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan bahan ajar tentang gambut kepada siswa melalui pengajaran yang kreatif. ”Tentu dibutuhkan alat peraga yang sesuai agar siswa dapat mengerti apa yang disampaikan oleh gurunya,” ujar Feri.
Namun, dirinya yakin dengan bimbingan dari para ahli dan pengawasan, kurikulum ini bisa berjalan dengan baik. ”Harapannya, materi ini juga dapat diajarkan di daerah lain yang rawan karhutla,” ujar Feri.
Edward Candra, Asisten I Gubernur Sumsel Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, mengatakan, edukasi kepada masyarakat mengenai peran gambut pada lingkungan harus terus diperkuat. Menurut dia, jika gambut dikelola dengan baik tentu akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Misalnya dengan menjaga gambut tetap basah merupakan syarat mutlak untuk mencegah kebakaran lahan. ”Pengetahuan inilah yang harus disampaikan kepada semua orang, terutama generasi muda,” katanya.