Hadang Polisi Saat Tangkap Terduga Pencuri Sawit, Warga Diburu
Mobil Polres Lamandau, Kalimantan Tengah, dihadang sejumlah warga di tengah penangkapan pelaku terduga pencurian. Warga yang menghadang tidak terima kerabatnya ditangkap.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Mobil polisi dari Kepolisian Resor Lamandau, Kalimantan Tengah, dihadang sejumlah warga di tengah penangkapan pelaku terduga pencurian. Warga yang menghadang tidak terima kerabatnya ditangkap. Walakin, pelaku tetap dibawa dan polisi memburu warga yang menghadang dan meminta mereka menyerahkan diri.
Kepala Kepolisian Resor Lamandau Ajun Komisaris Besar Bronto Budiyono mengungkapkan, peristiwa itu bermula saat petugas Polres Lamandau sedang berpatroli mengelilingi kawasan perusahaan perkebunan sawit di Lamandau. Mereka kemudian melihat dua orang yang sedang memanen sawit di kawasan perusahaan dan langsung memeriksa dan menahan kedua orang tersebut.
Dalam perjalanan, kata Bronto, petugas patroli yang berjumlah 10 orang itu dihadang warga yang membawa senjata tajam. Warga meminta kedua kerabatnya dilepaskan. ”Patroli dilakukan setelah mendapatkan laporan dari sekuriti perusahaan tersebut bahwa terjadi pencurian,” ungkap Bronto saat dihubungi dari Palangkaraya, Senin (30/1/2023).
Dia menjelaskan, saat petugas melakukan patroli, terdapat tiga orang yang sedang beraksi. Dua orang ditangkap dan satu orang lagi melarikan diri. Ia menduga satu orang yang lolos itu memberi tahu kerabatnya soal penangkapan sehingga terjadi penghadangan. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (24/1/2023).
Pada Senin pagi, Bronto berkoordinasi dengan pemerintah daerah, bahkan pemerintah desa, untuk memberikan imbauan. Ia meminta kepada seluruh warga yang terlibat dalam penghadangan untuk menyerahkan diri.
”Saat kejadian penghadangan kami berusaha menjelaskan dengan tidak melakukan tindakan represif, tetapi tindakan humanis kepada warga yang menghadang sehingga kami bisa lewat,” ujarnya.
Bronto menambahkan, usai kejadian, para pelaku penghadangan mengunggah proses penghadangan mereka ke media sosial dan membuat narasi yang menyudutkan petugas dengan ujaran-ujaran kebencian. ”Saya tegaskan, kami akan kejar mereka jika tidak menyerahkan diri,” ujar Bronto.
Dia mengungkapkan, penangkapan terhadap dua orang sebelum kejadian penghadangan itu merupakan tindakan penegakan hukum murni. Pihaknya sudah mengumpulkan barang bukti dan telah menetapkan keduanya sebagai tersangka. Pihaknya juga masih memburu satu orang tersangka yang melarikan diri. ”Kami tegaskan bahwa dua orang yang dibawa petugas kami itu murni melakukan tindak pidana pencurian,” kata Bronto.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Palangkaraya Aryo Nugroho mengungkapkan, peristiwa penangkapan itu menguatkan catatan awal tahun LBH yang menyebut ketidakadilan di kebun sawit. Menurut dia, jika pemerintah dan perusahaan berlaku adil dan membawa kesejahteraan pada warga sekitar, konflik seperti itu bisa dihindari.
”Ini mengulang peristiwa-peristiwa sebelumnya, tak hanya di Lamandau tetapi di seluruh Kalteng. Warga melakukan pemanenan karena merasa tidak mendapatkan keadilan dengan kehadiran perkebunan sawit. Ini masalah struktural yang melibatkan semua pihak,” kata Aryo.
Menurut Aryo, warga sekitar melakukan pemanenan sebagai tindakan protes yang kemudian dinilai sebagai bentuk pencurian. ”Bahwa dalam kasus di perkebunan harus dilihat secara utuh, tidak bisa hanya satu sisi bahwa ini kasus tindakan kriminal murni,” katanya.
Dalam catatan awal tahun, LBH Palangkaraya menyebut, banyak bentuk kriminalisasi yang berkaitan dengan perkebunan sawit di Kalteng. Cara penanganan yang dilakukan pemerintah adalah dengan tindak pidana melalui aparat. ”Memidanakan pelaku dalam kasus seperti ini tidak mencabut akar masalahnya, yakni kesejahteraan warga yang tinggal di sekitar perkebunan sawit. Aparat harusnya mengayomi masyarakat,” ujar Aryo.