Pemerintah Daerah di NTT Kembali Diingatkan Waspadai Titik Rawan Bencana
Pemerintah kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur diingatkan kembali agar mewaspadai titik-titik rawan bencana selama musim hujan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur diingatkan untuk mewaspadai daerah-daerah rawan bencana hidrometeorologi, angin kencang, dan gelombang pasang selama musim hujan di daerah masing-masing selama 3-4 bulan ke depan. Posko siaga darurat bencana diminta untuk dibuka 24 jam guna menerima pengaduan masyarakat.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambros Kodo di Kupang, Jumat (4/11/2022), mengatakan, memasuki musim hujan, NTT selalu dihadapkan pada berbagai bencana. Pemkab/pemkot sudah memiliki peta jalan (road map) tahunan terkait datangnya musim hujan. Meski demikian, kejadian bencana di daerah itu selalu lambat ditangani.
”Karena itu, pemprovtelah menyurati pemkab/pemkot mengingatkan kembali agar selalu memiliki kewaspadaan tinggi menghadapi musim hujan tahun ini. Perubahan iklim global saat ini, segala sesuatu terkait cuaca, sulit diprediksi. Bencana datang kapan saja dan di titik mana saja. Ini perlu diantisipasi dini guna menghindari kerugian yang besar,” kata Ambros.
Ia mengatakan, Pulau Flores dan Lembata memiliki potensi sangat besar terkait bencana hidrometeorologi,terutama longsor. Topografi kedua pulau itu menjadi ancaman serius bencana longsor, banjir, dan banjir bandang. Masyarakat begitu akrab membangun permukiman di dataran rendah, bantaran sungai, lereng dan kaki gunung, dan perbukitan.
Selain itu, gelombang pasang selama musim hujan di beberapa wilayah, seperti Sikka, Ende, dan Lembata, pun patut diwaspadai. Abrasi pantai di sejumlah lokasi di daerah itu cukup serius. Sementara di Manggarai, Manggarai Barat, Ngada, dan Nagekeo, petir disertai angin kencang juga sering terjadi. Sambaran petir di alam terbuka, seperti lahan sawah, saat petani sedang bekerja sering mendatangkan korban jiwa.
Pemkab dan pemkot harus lebih detail mendata titik-titik rawan bencana di daerah masing-masing, sekaligus menentukan jalur evakuasi dan memastikan ada cadangan pangan dan anggaran kebencanaan di setiap daerah.
Sementara di Pulau Timor dan Sumba, ancaman longsor yang patut diwaspadai terjadi di setiap bantaran sungai dan daerah aliran sungai. Sungai Noelmina antara Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan (TTS), Sungai Oetune di TTS, dan Sungai Benanai di Malaka kerap meluap sampai ke permukiman penduduk dan merusak lahan pertanian warga.
Mendadak meluber
Sungai-sungai yang tidak memiliki air selama musim kemarau pun mendadak meluber dan membawa bencana. Sungai Supul di Desa Supul, Kecamatan Kuatnana, Kabupaten TTS, misalnya, Selasa (1/11/2022), tiba-tiba meluap dan menyeret sebuah mobil jip yang ditumpangi seorang ayah dan anak.
Kondisi ini mendorong Gubernur Viktor Laiskodat yang sedang melakukan kunjungan kerja di desa itu terlibat masuk sungai, berjibaku memberikan pertolongan, menyelamatkan dua warga di dalam mobil jip itu. Upaya penyelamatan pun berhasil.
Lebih dari 3.000 sungai dan anak sungai yang kering selama musim kemarau mendadak meluber saat hujan tiba. Di Kabupaten Kupang, misalnya, luapan sungai sering terjadi di desa-desa di wilayah Amfoang. Hampir setiap musim hujan tiba selalu ada korban jiwa akibat sungai yang meluap secara mendadak, melewati permukiman warga, lahan pertanian, dan jalan-jalan setapak di daerah itu.
Kejadian tahun 2017, misalnya, menewaskan lima petani yang sedang mencuci kaki di sungai seusai membersihkan rumput di lahan jagung di seberang sungai.
Ambros mengingatkan instansi pemerintah berwenang bersama masyarakat sekitar sungai untu bergotong royong membersihkan jalur sungai yang tertutup sampah dan material tanah, batu, dan pasir. Selain itu juga membersihkan selokan-selokan di permukiman warga dan menebang pohon-pohon yang sudah tua di sepanjang jalan, ruang publik, dan permukiman.
”Pemkab/pemkot harus lebih detail mendata titik-titik rawan bencana di daerah masing-masing, sekaligus menentukan jalur evakuasi dan memastikan ada cadangan pangan dan anggaran kebencanaan di setiap daerah,” katanya.
Masyarakat yang berdiam di daerah lereng dan kaki gunung atau perbukitan dan bantaran sungai diingatkan agar segera mengevakuasi diri jika terjadi hujan lebat yang berlangsung 2-4 hari berturut-turut dengan intensitas tinggi.
”Badai Seroja, April 2020, yang menewaskan ratusan warga di Pulau Adonara, Flores Timur, dan Lembata mengingatkan kembali bahwa permukiman di kawasan lereng gunung memiliki ancaman bencana sangat tinggi,” ujarnya.
Semua posko darurat kebencanaan di 22 kabupaten/kota agar dibuka 24 jam guna menerima pengaduan masyarakat. Petugas posko diminta siap sedia di tempat untuk melayani masyarakat. Di setiap ruas jalan yang selama ini rawan longsor harus ditempatkan alat berat sehingga saat terjadi longsor yang menimbun badan jalan segera diatasi.
Koordinator Yayasan Cis Timor Wilayah Kerja Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan Timor Tengah Selatan Elfrid Veisal mengingatkan pemerintah agar memperhatikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat badai Seroja, April 2020 lalu. Meski bencana itu sudah dua tahun silam, sejumlah kerusakan lingkungan akibat badai itu belum dibenahi.
Tidak perlu melihat jauh. Kondisi lingkungan di sepanjang bantaran Sungai Liliba yang longsor saat itu sampai hari ini belum ditata. Bahkan, sejumlah warga masih mendiami kawasan sepanjang bantaran sungai yang seharusnya menjadi kawasan hijau itu.
Sampai hari ini pun pemerintah belum merilis berapa hektar hutan dan bantaran sungai yang rusak akibat badai tersebut. Data kerusakan itu penting. Proses penghijauan dan penataan kembali kawasan hutan ditentukan oleh data dari lapangan.
”Harus ada gerakan massal untuk melakukan penghijauan dan reboisasi di setiap bantaran sungai, bekas longsoran dan banjir bandang, selama musim hujan ini. Lebih awal melakukan penghijauan, harapan tumbuh dan berkembang pun sangat kuat. Merawat lingkungan bagian dari investasi kehidupan dan kesejahteraan di masa depan,” tutur Veisal.
Di kawasan hutan di sekitar bendungan raksasa, seperti di Raknamo,Manikin, Lambo, Rotiklot, dan Temef, dilakukan penghijauan kembali. Kegiatan itu sekaligus untuk merawat dan mempertahankan air bendungan agar tetap tersedia bagi masyarakat sekitar. Debit air bendungan yang selalu menyusut setiap musim kemarau, antara lain, disebabkan kegersangan di sekitar bendungan itu.
Perlu ada ketegasan dari pemprov bagi para bupati dan wali kota di mana bendungan itu dibangun agar memberi perhatian terhadap kawasan hutan di sekitar bendungan. Perhatian pemerintah pusat yang membangun bendungan harus dijaga dan dirawat. Bendungan itu harus memberi manfaat yang berkesinambungan bagi generasi ke depan.