Mengurai Timbunan Sampah Kota ”Delta” Sidoarjo Jadi Bahan Bakar PLTU
Dengan adanya pemilahan itu, sampah yang dibuang ke TPA volumenya berkurang signifikan karena tinggal residunya. Residu inilah yang diolah menjadi bahan bakar jemputan padat atau RDF agar tidak semakin menggunung.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·6 menit baca
Timbunan residu sampah rumah tangga yang menggunung di Tempat Pemrosesan Akhir Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, kini berangsur berkurang. Sampah itu diolah menjadi sumber energi baru terbarukan untuk campuran atau pengganti atau cofiring batubara. Energi ini pun menyuplai sejumlah pembangkit listrik tenaga uap yang dikelola PT Pembangkitan Jawa Bali.
Sejumlah bekerja memproses sampah menjadi bahan bakar jumputan padat atau refused derived fuel (RDF), Jumat (16/9/2022). Ada yang mengoperasikan beckhoe untuk pengambilan residu sampah dari tumpukan yang menggunung, ada pula yang mengawasi mesin pemilah sampah organik dan anorganik. Kegiatan tersebut rutin mulai pagi hingga sore hari.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Sidoarjo Bahrul Amig mengatakan, total volume sampah rumah tangga di wilayah rata-rata 600-1.000 ton per hari. Dari jumlah tersebut, hanya 20 persen yang bernilai ekonomi. Sisanya 80 persen merupakan residu yang tidak bernilai dan hanya ditumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jabon hingga menggunung.
Untuk mengatasi persoalan sampah, pihaknya menerapkan strategi pengelolaan di hulu dan hilir. Di hulu, misalnya, mengajak masyarakat mengurangi produksi sampah. Contohnya, menghindari pemakaian kemasan sekali pakai dan menggunakan kembali barang-barang yang masih berfungsi.
Adapun strategi pengelolaan di hilir ditempuh dengan memperbanyak tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) berbasis kawasan. TPST ini menampung sampah dari sejumlah desa untuk dipilah dan diambil yang bernilai ekonomi. Pemilahan sampah juga dilakukan melalui bank sampah di desa-desa.
”Dengan adanya pemilahan itu, sampah yang dibuang ke TPA volumenya berkurang signifikan karena tinggal residunya. Residu inilah yang diolah menjadi RDF agar tidak semakin menggunung,” ujar Amig.
Pengolahan residu sampah menjadi RDF ini ditangani PT Bhakti Bumi, perusahaan swasta daur ulang sampah agar tak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Puji Agus Santoso, perwakilan dari PT Bhakti Bumi, mengatakan, pengolahan RDF di Sidoarjo sudah berjalan sejak 2018.
Ada dua jenis produk yang dihasilkan, yakni RDF organik dan RDF anorganik atau solid recover fuel (SRF). Volume produksi RDF organik ini mencapai 80 persen, sedangkan SRF hanya 20 persen.
”Pengolahan RDF di TPA Jabon saat ini masih dalam tahap riset. Rata-rata kemampuan produksinya mencapai 15 ton per hari, 12 ton RDF organik, dan 3 ton RDF anorganik atau SRF. Untuk menghasilkan 15 ton RDF tersebut, diperlukan 45 ton residu sampah rumah tangga,” kata Puji.
RDF organik inilah yang menjadi bahan bakar alternatif pengganti batubara pada PLTU. Adapun SRF diolah menjadi briket untuk dijadikan bahan bakar tungku boiler. Tungku itu digunakan oleh sejumlah pelaku UMKM di Sidoarjo dan sekitarnya, seperti industri penggorengan kerupuk.
Puji mengatakan, kemampuan produksi RDF masih perlu ditingkatkan mengingat bahan bakunya berlimpah dan permintaan pasar yang tinggi. Namun, hal itu memerlukan investasi yang cukup besar meskipun, menurut dia, tidak sebesar modal untuk membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Permintaan pasar menguat setelah PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menandatangani kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam penyediaan RDF organik atau bahan bakar jumputan padat (BBJP) yang berasal dari sampah rumah tangga. Penandatanganan berlangsung di kantor pusat PJB pada Selasa (13/9/2022) oleh Direktur Operasi 2 PJB Rachmanoe Indarto dan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali.
Acara itu disaksikan Direktur Mega Proyek & EBT PT PLN (Persero) Wiluyo Kusdwiharto, Komisaris Independen PT PLN (Persero) Alex Iskandar Munaf, Direktur Utama PJB Gong Matua Hasibuan, serta Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. BBJP ini menjadi bahan bakar pengganti batubara dalam sistem cofiring pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikelola PJB.
Direktur Mega Proyek dan EBT PT PLN (Persero) Wiluyo Kusdwiharto mengatakan, terjalinnya kerja sama ini bukti konkret upaya PJB dalam mewujudkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 melalui teknologi cofiring pada PLTU sekaligus upaya dalam meningkatkan kualitas lingkungan.
Program ’cofiring’ merupakan upaya percepatan target bauran EBT dan komitmen ’carbon neutral’ dengan cara melakukan substitusi sebagian batubara dengan sumber energi alternatif, seperti sampah dan biomassa.
Menurut dia, kerja sama PJB dengan Pemkab Sidoarjo sudah seharusnya direplikasi oleh pengelola PLTU lainnya di Indonesia. Mereka bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah kabupaten atau kota setempat mengingat kerja sama ini bersifat simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan.
”Program cofiring diharapkan dapat berkontribusi sebesar 3,59 persen terhadap bauran energi terbarukan yang ditargetkan mencapai 23 persen pada tahun 2025. Diperlukan pasokan biomassa sebesar 10,2 juta ton per tahun. Untuk itu, kami membutuhkan dukungan dari semua stakeholder, antara lain dukungan dari segi kebijakan, insentif, atau kompensasi, pembebasan PPN & PSDH, hingga sarana pengolahan sampah,” ujar Wiluyo.
Direktur Utama PT PJB Gong Matua Hasibuan mengatakan, kebutuhan jumputan padat untuk cofiring per hari mencapai 100 ton. Ia berharap kebutuhan tersebut bisa terpenuhi dari sampah olahan Pemkab Sidoarjo. Selain itu, pihaknya akan melanjutkan kerja sama dengan Pemkab Tuban, Pasuruan, dan Probolinggo.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, sinergi antarinstansi, seperti PJB dengan Pemkab Sidoarjo, membawa perubahan lingkungan yang lebih hijau. Sinergi ini juga akan berdampak penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagaimana sudah ditetapkan dalam target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Selain itu, pemanfaatan sampah sebagai BBJP juga merupakan salah satu rekomendasi KPK.
”Program cofiring merupakan upaya percepatan target bauran EBT dan komitmen carbon neutral dengan cara melakukan substitusi sebagian batubara dengan sumber energi alternatif, seperti sampah dan biomassa. Kami mendukung percepatan program serupa demi tercapainya lingkungan Indonesia yang lebih baik,” ucap Pahala saat menghadiri acara penandatanganan kerja sama.
PT PJB dan Pemkab Sidoarjo sebenarnya telah menginisiasi pengelolaan sampah menjadi bahan bakar (waste to fuel) sejak awal 2022. PJB telah melakukan riset dan pengujian keamanan pemanfaatan BBJP di PLTU, memetakan dan mitigasi risiko, dan bersiap sebagai offtaker BBJP produksi DLH Sidoarjo. Hal ini adalah bentuk komitmen PLN group dalam membantu mengatasi problematika sampah, mendukung lingkungan bersih dan sehat, serta mendorong terjemahan konsep waste to fuel into reality.
Melalui sinergi ini telah dilaksanakan pengiriman BBJP dari TPA Jabon Sidoarjo sebanyak 160 ton yang digunakan sebagai bahan bakar cofiring di PLTU Tanjung Awar-awar dan PLTU Paiton pada Juli 2022. BBJP tersebut dapat digunakan bahan bakar pengganti batubara dalam sistem cofiring dengan komposisi sebesar 3 persen.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan, pogram cofiring PLTU yang menggunakan BBJP ini menjadi salah satu solusi untuk permasalahan sampah di wilayahnya. Dia pun berharap sinergi ini terus terjalin dengan tujuan menciptakan Sidoarjo bebas sampah dan terwujudnya lingkungan yang bersih serta kualitas udara yang lebih asri.
”Pengelolaan yang telah dilakukan pemda sejauh ini berupa pemanfaatan kembali sampah, pendaur ulang sampah, pengolahan sampah menjadi bahan baku pakan ternak dan kompos, serta dimanfaatkan menjadi sumber energi. PJB secara tidak langsung telah membantu mengelola sampah kota serta menciptakan listrik berbasis energi bersih dan sumber daya domestik untuk mengejar target karbon netral pada 2060,” paparnya.
Setelah penandatanganan kerja sama, pihaknya menyiapkan BLUD (badan layanan usaha daerah) untuk mengelola sampah di TPA Jabon. BLUD ini akan menerima penyertaan modal usaha dari Pemkab Sidoarjo yang dananya bersumber dari APBD tahun berjalan. Upaya itu dilakukan agar proses kerja sama dan penanganan sampah yang ada di TPA Jabon bisa lebih fokus dalam meningkatkan kapasitas produksi jumputan padat.
”Prinsipnya, kami siap mendukung secara regulasi dan kebijakan. Kerja sama ini tidak berorientasi pada keuntungan, tetapi upaya menyelesaikan masalah sampah rumah tangga di Sidoarjo,” ujar Muhdlor.
Sampah rumah tangga menjadi problem pelik bagi sebagian besar daerah di Nusantara. Mengurai masalah ini pun bukan perkara sederhana dan memerlukan biaya besar. Namun, setidaknya Sidoarjo telah membuktikan dengan menerapkan teknologi pengolahan berbasis RDF, problematika sampah rumah tangga berangsur mulai terurai.