Universitas Brawijaya Akan Buka Program Studi Digital dan Milenial
Universitas Brawijaya Malang resmi menyandang gelar perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH). Dengan status itu, UB akan lebih bebas mengelola keuangan dan menetapkan program studi digital dan milenial.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Universitas Brawijaya Malang resmi menyandang gelar perguruan tinggi negeri berbadan hukum atau PTNBH pada 18 Oktober 2021. Dengan status itu, UB akan lebih bebas mengelola keuangan dan menetapkan program studi. Salah satu bidang pembelajaran akan dibuka oleh UB adalah terkait dunia digital dan kecakapan era milenial.
Hal itu disampaikan oleh Rektor Universitas Brawijaya Nuhfil Hanani beserta jajaran wakil rektor dalam konferensi pers secara daring, Rabu (27/10/2021). Keputusan perubahan status UB menjadi PTNBH berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2021 tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Brawijaya tanggal 18 Oktober 2021.
Peraturan pemerintah tersebut ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo per 18 Oktober 2021. Isi keputusan itu adalah mengamanatkan UB bisa mengelola bidang akademik dan nonakademik secara otonom.
Sebelumnya, kampus yang berdiri 5 Januari 1963 tersebut berstatus PTN Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan SK Menteri Keuangan Nomor 361/KMK.05/2008 tanggal 17 Desember 2008.
Sesuai PP tersebut, nantinya UB memiliki organ Majelis Wali Amanat (MWA). Lembaga ini bertugas menyusun, merumuskan dan menetapkan kebijakan, memberikan pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum, serta melaksanakan pengawasan di bidang nonakademik. MWA memiliki perangkat yang disebut Komite Audit yang secara independen berfungsi melakukan evaluasi hasil audit internal dan eksternal atas penyelenggaraan UB.
MWA terdiri dari berbagai unsur yang beranggotakan 17 orang, yaitu menteri, rektor, ketua senat akademik universitas (SAU), wakil dari tokoh masyarakat (3 orang), wakil dari alumni UB (1 orang), wakil dari anggota SAU bergelar profesor selain ketua SAU (7 orang), wakil dosen UB yang bukan anggota SAU bergelar nonprofesor (1 orang), wakil dari tenaga kependidikan (1 orang), dan wakil mahasiswa (1 orang).
SAU adalah organ lain di mana harus juga ada. Organ ini bertugas menyusun, merumuskan, menetapkan kebijakan, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan di bidang akademik. Adapun rektor merupakan organ UB yang memimpin penyelenggaraan dan pengelolaan di UB.
”Dengan status PTNBH ini, UB diberi otonomi penuh atau mandiri, baik dalam hal akademik, keuangan, maupun ketenagakepegawaian. Ibaratnya, UB sudah dianggap sebagai PTN dewasa yang bisa bertindak secara otonom,” kata Rektor UB Nuhfil Hanani. Status sebagai kampus PTNBH tersebut adalah ke-14 di Indonesia.
Di Indonesia, menurut Nuhfil, ada tiga kriteria perguruan tinggi. Pertama adalah satker, di mana masih 100 persen bergantung pada pemerintah. Ibaratnya, kampus ini masih dianggap seperti anak-anak. Kedua, adalah PTN BLU di mana dianggap sebagai remaja, di mana sebagian diberi kebebasan dan sebagian tetap terikat aturan pusat. Dan ketiga adalah PTNBH.
”Ke depan, pendirian prodi (program studi), UB tidak perlu meminta izin ke pusat dan cukup ke universitas sendiri. Secara keuangan masih ada dana dari pemerintah, tetapi pertanggungjawabannya berbeda. Kalau dulu dengan pertanggungjawaban yang lebih ribet, sekarang orientasinya output. Nanti rektor tidak lagi bertanggung jawab ke menteri, tetapi bertanggung jawab kepada publik, yaitu kepada majelis wali amanah,” kata Nuhfil.
Meski prodi bisa menentukan sendiri, Nuhfil mengatakan, UB tetap akan mempertimbangkan kebutuhan bangsa dan masyarakat. ”Jadi UB akan membuka prodi dengan menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Tentu saja pembukaan prodi baru itu tetap harus diakreditas badan nasional dan internasional,” kata Nuhfil.
Hal yang akan dikembangkan adalah prodi-prodi yang bisa digunakan untuk masa depan dalam era milenial. Misal tentang ekonomi digital, yang memang dibutuhkan negara dan masyarakat atau prodi sub-sub spesialis kedokteran, dan lainnya. ”Intinya kami akan mengacu juga pada program internasional, karena UB tidak lagi didesain hanya untuk mahasiswa Indonesia saja tapi juga internasional,” kata Nuhfil.
Salah satu investasi kerja sama jangka panjang direncanakan UB adalah bisnis di bidang kesehatan. UB, kata Nuhfil, akan mendatangkan investasi internasional untuk mengembangkan rumah sakit UB, RS gigi dan mulut, serta lainnya. Adapun untuk jangka pendek, UB akan mengembangkan hasil-hasil riset dari badan inkubasi kewirausahaan. Hal itu akan terus dikembangkan sambil dievaluasi efektivitas dan hasilnya,” kata Nuhfil.
Dalam kesempatan itu, Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan dan Kerja Sama UB Mochammad Sasmito Djati mengatakan, dengan perubahan status tersebut, tidak terkait dengan kecemasan banyak pihak bahwa UB akan melakukan komersialisasi pendidikan ke mahasiswanya. ”Perubahan status ini tidak ada kaitannya dengan uang kuliah tunggal (UKT) yang ada. Hanya, kami diberi wewenang untuk mencari uang di luar UKT. Bisa dengan mendirikan PT, hotel, dan lainnya. Itu dibolehkan,” kata Sasmito.
Namun menurut Sasmito, dengan status baru tersebut, UB akan bisa menjalin kerja sama dengan perusahaan, hingga menjual inovasi dan teknologi. ”Tetapi yang pasti, dengan status ini ujung-ujungnya adalah peningkatan daya saing dan kualitas UB. Bahkan UB ditarget menjadi universitas kelas dunia, di mana pada tahun 2025 diharapkan bisa rangking 500 dunia,” katanya. Saat ini UB sudah mengantongi rangking dunia pada 7 dari 12 subyek yang dimiliki.
Wakil Rektor 2 UB (bidang administrasi umum dan keuangan) Gugus Irianto mengatakan, meski berstatus PTNBH, UB tetap menganut asas nirlaba. ”Perguruan tinggi di Indonesia salah satu asa yang diugemi adalah nirlaba. Itu tetap kami anut dan akan kami kembangkan selanjutnya. Namun, kami memang lebih fleksibel sehingga harapannya UB lebih baik lagi, tidak akan sangat ruwet. Namun, UB tetap taat asas. Tidak bisa itu sebuah organisasi milik negara akan bertindak semau-maunya,” katanya.
Perguruan tinggi di Indonesia salah satu asa yang diugemi adalah nirlaba. Itu tetap kami anut dan akan kami kembangkan selanjutnya.
Menurut Gugus, UB tetap akan memperhatikan masyarakat dan kepentingan sekitar. ”Tidak ada istilah yang bisa kuliah di UB hanya orang yang punya uang. UB tetap akan memperhatikan itu. Saat ini lebih dari 20 persen mahasiswa di UB mendapat bantuan kuliah di UB,” katanya.