Karawang dan Cirebon Ajukan Tambahan Kuota Pupuk Subsidi
Pemerintah Kabupaten Karawang dan Cirebon, Jabar, meminta tambahan kuota pupuk subsidi. Langkah ini dilakukan untuk mencukupi kebutuhan petani yang kesulitan mendapatkannya di saat memasuki musim tanam.
Oleh
MELATI MEWANGI/ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Karawang dan Cirebon, Jawa Barat, meminta tambahan kuota pupuk subsidi pada tahun ini. Langkah ini dilakukan untuk mencukupi kebutuhan petani yang kesulitan mendapatkannya di saat memasuki musim tanam padi.
Kepala Dinas Pertanian Karawang Hanafi Chaniago, Senin (28/9/2020), mengatakan, kuota pupuk subsidi yang diberikan tahun ini belum mencukupi kebutuhan petani. Saat ini jumlah pupuk subsidi yang dibutuhkan adalah 25.064 ton SP-36, 56.845 ton urea, dan 31.876 ton NPK. Kuota pupuk subsidi yang diberikan dari pusat untuk Karawang adalah 6.623 ton SP-36, 38.890 ton urea, dan 23.500 ton NPK.
”Sejak akhir Juli, kuota tersebut sudah habis disalurkan kepada para petani,” ucap Hanafi.
Oleh karena itu, pihaknya mengajukan tambahan kuota sekitar 17.000 ton pupuk untuk memenuhi musim tanam tahun ini. Ada sekitar 34.000 hektar sawah yang ditanami pada September ini. Saat ini, total luas sawah di Karawang sebanyak 95.287 hektar dengan produktivitas rata-rata tahun 2019 mencapai 7,3 ton per hektar.
Hanafi berharap surat keputusan tentang penambahan kuota pupuk turun pada minggu ini. Dia pun telah berkoordinasi dengan produsen pupuk subsidi PT Pupuk Kujang dan Dinas Pertanian Provinsi Jabar agar membantu dalam tahapan selanjutnya.
Hal yang sama dilakukan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon yang mengajukan kuota tambahan sebesar 5.000 ton pupuk subsidi. Berdasarkan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) petani di Cirebon, kuota pupuk subsidi sebanyak 25.000 ton.
”Akan tetapi, yang kami terima baru sekitar 22.000 ton. Ini yang menyebabkan petani kekurangan pupuk,” ujar Ali Effendi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon.
Menurut Ali, kasus petani kesulitan pupuk baru terjadi tahun ini. Kasus serupa ditemukan di luar Cirebon. Pandemi Covid-19, katanya, membuat Kementerian Pertanian memotong subsidi pupuk bagi petani meskipun jumlahnya tidak signifikan.
”Seharusnya, subsidi pupuk tidak dikurangi. Saya sudah ke Jakarta untuk mengajukan kuota 5.000 ton pupuk bersubsidi,” katanya.
Jumlah tersebut termasuk kebutuhan 2.000 ton penambahan luas tanam padi pada musim Oktober-Maret mendatang. Dengan sawah seluas 45.000 hektar, Kabupaten Cirebon mampu memproduksi lebih dari 550.000 ton gabah kering giling atau sekitar 350.000 ton beras. Kekurangan pupuk, lanjut Ali, dapat mengurangi produksi padi di Cirebon. Saat ini produktivitas rata-ratanya mencapai 6,45 ton per hektar.
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Kujang Ade Cahya K mengatakan, pihaknya memastikan ketersediaan stok pupuk subsidi ataupun nonsubsidi untuk Jawa Barat, Banten, dan sebagian Jawa Tengah jelang musim tanam kedua tahun 2020 pada Oktober mendatang sesuai alokasi.
”Pupuk Kujang telah semaksimal mungkin menyalurkan pupuk subsidi sesuai alokasi dengan kebutuhan yang terdata di E-RDKK. Kami juga berkoordinasi intens dengan petugas lapangan agar stok terserap dengan tepat di setiap wilayah,” ucapnya.
Saat ini, stok pupuk urea subsidi yang tersedia di gudang lini III Kabupaten Karawang per 24 September 2020 mencapai 4.012 ton atau 326 persen dari ketentuan dua minggu ke depan. Selain pupuk urea, Pupuk Kujang juga menyiapkan untuk wilayah Karawang stok NPK sebanyak 2.602 ton atau 328 persen dari ketentuan stok dan stok petroganik sebanyak 523 ton atau 188 persen dari ketentuan stok.
Adapun kesiapan stok urea bersubsidi untuk wilayah Jabar, Banten, dan sebagian Jateng per 24 September 2020 tercatat sebanyak 118.648 ton atau 1.762 persen dari ketentuan dinas pertanian sebesar 6.735 ton. Jumlah realisasi penyaluran urea subsidi mencapai 478.833 ton atau 99 persen dari ketentuan sebesar 483.481 ton.
Modal membengkak
Kondisi ini rentan membuat ongkos produksi yang dikeluarkan Ikin (44), petani di Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang, lebih banyak dari sebelumnya. Kali ini, dia harus mengeluarkan biaya pembelian pupuk nonsubsidi hingga dua kali lipat, yakni Rp 2 juta.
Dalam satu periode tanam, setidaknya dilakukan dua kali pemupukan. Pupuk ini digunakannya untuk tanaman padi berumur 14 hari setelah tanam dan 30 hari setelah tanam. Biasanya dengan modal Rp 800.000 sudah mencukupi kebutuhan pemupukan selama masa tanam.
Harga pupuk nonsubsidi yang dia beli sebesar Rp 350.000-Rp 450.000 per 100 kg. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2020, harga eceran tertinggi pupuk urea ditetapkan Rp 1.800 per kg.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Sri Jaya Makmur di Panguragan, Cirebon, H Amrin menilai, kesulitan petani mendapatkan pupuk bersubsidi juga disebabkan perubahan sistem penyaluran pupuk yang kini berbasis kartu tani. Penerima pupuk bersubsidi tidak hanya yang termasuk dalam RDKK, tetapi juga punya kartu tani.
Pemerintah harus segera membenahi ini. Sosialisasi dulu sebelum menerapkan sistem baru. Kalau masalah ini belum selesai, petani bisa ribut. Pupuk itu seperti makanan bagi petani.
Padahal, tidak semua petani memiliki kartu tersebut. Petani yang sebagian besar merupakan penggarap sawah orang lain juga kerap berpindah lahan. ”Petani penggarap yang baru tidak punya kartu tani. Kalau mau urus, prosesnya berhari-hari. Kios pupuk juga ada yang belum punya alat electronic data capture (EDC) untuk transaksi,” ujarnya.
Petani sangat membutuhkan pupuk subsidi karena perbedaan harganya dengan pupuk nonsubsidi sangat besar. Harga pupuk nonsubsidi bisa mencapai Rp 600.000 per kuintal. Padahal, petani bisa menggunakan 2,5 kuintal pupuk urea per hektar.
”Pemerintah harus segera membenahi ini. Sosialisasi dulu sebelum menerapkan sistem baru. Kalau masalah ini belum selesai, petani bisa ribut. Pupuk itu seperti makanan bagi petani,” kata Amrin.