Jumlah Warga Miskin di Kalteng Turun, Bansos Jadi Salah Satu Pendorong
Jumlah warga miskin di Kalimantan Tengah turun dari 136.446 orang pada September 2018 menjadi 134.594 orang di bulan Maret 2019. Kebijakan bantuan sosial dari pemerintah pusat maupun daerah ke masyarakat menjadi salah satu faktor pendorong penurunan tersebut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Jumlah warga miskin di Kalimantan Tengah turun dari 136.446 orang pada September 2018 menjadi 134.594 orang pada Maret 2019. Kebijakan bantuan sosial dari pemerintah pusat ataupun daerah kepada masyarakat menjadi salah satu faktor pendorong penurunan tersebut.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Yomin Tofri dalam kegiatan jumpa media di Palangkaraya, Senin (15/7/2019). ”Penurunan terjadi karena banyak faktor. Salah satunya adalah kebijakan bantuan sosial dari pemerintah pusat ataupun daerah kepada masyarakat,” ujarnya.
Dari data BPS Provinsi Kalteng, persentase angka kemiskinan menurun dari 5,10 persen menjadi 4,98 persen, atau menurun dari 136.446 orang menjadi 134.594 orang dari total 2,6 juta penduduk di Kalteng. Meskipun demikian, pada periode waktu yang sama, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan makin tinggi.
Indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan pada periode yang sama meningkat dari 0,630 menjadi 0,713. Sementara di perdesaan, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan juga meningkat dari 0,688 menjadi 0,942.
”Dari situ bisa dilihat penduduk miskin di perdesaan memiliki rata-rata pengeluaran dengan garis kemiskinan lebih rendah dibandingkan penduduk miskin di kota,” ungkap Yomin.
Dia mengungkapkan, komoditas makanan berpengaruh sekitar 79,05 persen terhadap kemiskinan di Kalteng. Tiga komoditas makanan yang paling berpengaruh adalah beras, daging ayam ras, dan rokok.
”Rokok ini juga menjadi penyebab kemiskinan, apalagi kalau sakit terus masuk rumah sakit, negara juga bantu lewat BPJS,” kata Yomin.
Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Kalteng Ambar Dwi Santoso mengungkapkan, dari segi tempat tinggal, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik 431 orang, sedangkan di daerah perdesaan turun 2.283 orang.
Ambar menjelaskan, hal itu tidak terlepas dari perubahan nilai garis kemiskinan yang menghitung rata-rata pengeluaran per kapita per bulan. Menurut dia, jumlah patokan yang digunakan sebagai garis kemiskinan berubah setiap periode. Jumlah yang digunakan pada Maret 2019 naik 5,98 persen dari Rp 413.529 pada September 2018 menjadi Rp 438.248 pada Maret 2019.
”Berubah-ubah sesuai kebutuhan, lalu pendapatan dan pengeluarannya. Dari situ bisa dilihat perbedaan jumlah angka kemiskinan di kota dan di desa,” kata Ambar.