Berbagai masalah muncul di luar negeri selama penyelenggaraan pemilu 2019. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak boleh gagap menghadapi bergam masalah tersebut. Seharusnya masalah tersebut dapat diantisipasi mengingat antusiasme pemilih makin meningkat.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum dinilai kedodoran dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum Serentak 2019 di luar negeri. Hal ini tergambar dari laporan yang ditangani selama pemungutan suara di beberapa negara sejak 8 April. Berbagai permasalahan terkait pemungutan suara diharapkan segera dievaluasi dan diselesaikan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, berbagai kendala harus bisa diantisipasi karena pemilu kali ini diadakan serentak untuk memilih calon presiden dan wakilnya beserta calon anggota legislatif. Masalah lain muncul karena meningkatnya antusiasme penggunaan hak pilih tahun ini dibandingkan dengan Pemilu 2014 yang hanya diikuti 22 persen dari sekitar 2 juta pemilih di luar negeri.
”Mustinya persoalan seperti itu bisa diprediksi dengan melihat proses pemilu pada 2014. Menurut saya, KPU (Komisi Pemilihan Umum) harus segera mengevaluasi apa yang sesungguhnya terjadi di luar negeri. Muncul ketidakpuasan ini apa karena ada prosedur yang tidak diikuti, rencana yang tidak bisa diantisipasi, atau masalah teknis yang kurang diperhitungkan,” kata Titi kepada Kompas, Minggu (14/4/2019).
Setelah adanya berita viral terkait dengan pencoblosan surat suara secara ilegal di Kajang, Selangor, Malaysia, pemberitaan media dihebohkan dengan kekacauan waktu pencoblosan di TPS Townhall, Sydney, Australia, Sabtu (13/4/2019). Ratusan orang yang sudah mengantre beberapa jam dilaporkan tidak dapat memilih karena TPS ditutup dengan sengaja oleh Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN).
Kekacauan itu bahkan membuat warga negara Indonesia di Negeri Kanguru tersebut untuk membuat petisi online. Mereka menuntut pemerintah mengadakan pemilihan ulang untuk mengakomodasi warga negara yang belum bisa memilih. Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan, pihaknya telah melaporkan masalah tersebut ke KPU. Namun, ia belum bisa dimintai keterangan lebih lanjut mengenai penanganan yang akan dilakukan Bawaslu selalu pengawas pemilu.
Menindaklanjuti laporan itu, komisioner KPU, Ilham Saputra, yang dikonfirmasi hari ini mengatakan, KPU masih menunggu rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di Sydney. Pemilihan ulang sangat mungkin dilakukan karena masih ada surat suara yang tersedia. Sementara itu, ia belum mengetahui lebih lanjut perihal masalah perizinan lokasi TPS yang dikabarkan turut menghambat proses pencoblosan.
”Kami terus menangani laporan ini satu per satu,” kata Ilham yang dihubungi melalui sambungan telepon.
Perkuat kerja sama
Untuk mengantisipasi kompleksitas proses pemilu di luar negeri di kemudian hari, KPU harus bekerja lebih keras dan lebih kuat menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak, baik otoritas negara di luar negeri maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
”KPU harus segera mengevaluasi apa yang terjadi di pemilu di luar negeri sehingga mereka bisa mengambil tindakan yang tepat dalam proses pemilu di dalam negeri dan di pemilu berikutnya,” ujar pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay.
Evaluasi itu setidaknya harus melihat masalah yang selalu menjadi kendala dalam pemilu di luar negeri. Ia mencatat, setidaknya ada tiga kompleksitas penyelenggaraan pemilu di luar negeri. Pertama, terkait pendataan daftar pemilih tetap (DPT) di perwakilan Indonesia yang perlu up-to-date untuk menghindari masalah karena adanya partisipasi warga di luar DPT.
Kedua, data kepindahan warga juga harus senantiasa diperbarui untuk memastikan hak pilih warga negara di luar negeri terpakai. Ketiga, keterbatasan infrastruktur, seperti terkait penggunaan lokasi untuk membuka TPS, karena aturan negara lain. Tiga catatan itu harusnya diantisipasi sedini mungkin.
Sementara itu, Titi Anggraini mengatakan, KPU juga perlu memperkuat kerja sama dengan Bawaslu. Dengan fungsinya sebagai pengawas, Bawaslu diharapkan bisa terus melakukan respons cepat untuk mengantisipasi respons berlebih dari warga saat menghadapi dugaan pelanggaran.
”KPU dan Bawaslu musti saling berkolaborasi untuk menguatkan satu sama lain dalam memitigasi potensi masalah yang muncul dalam setiap penyelenggaraan pemilu,” ujarnya.