Data Sebelum Kematian Untuk Identifikasi Korban Bencana Massal
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Masyarakat perlu memahami alur kerja forensik dalam mengidentifikasi korban bencana yang sulit dikenali. Satu hal yang penting disiapkan jika ada anggota keluarga yang menjadi korban bencana adalah data sebelum kematian atau antemortem. Semakin banyak dan berkualitas data yang disampaikan, itu akan memudahkan petugas forensik mengidentifikasi korban.
Demikian pesan yang disampaikan para ahli kedokteran forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam Seminar Media dan Awam “Tragedi dan Penatalaksanaannya dari Sudut Pandang Ilmu Forensik di Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokter Universitas Indonesia (FKUI) Oktavinda Safitry mengatakan, pada prinsipnya identifikasi korban bencana dalam kedokteran forensik adalah membandingkan data jenazah korban dengan keluarganya. Karena itu data sebelum kematian korban yang diserahkan kepada tim antemortem harus selengkap mungkin.
Namun kenyataannya, pengumpulan data sebelum korban meninggal tidak selalu mudah. Di tengah suasana duka dan ketidakpastian keluarga korban harus mengumpulkan berbagai hal yang bisa mendukung proses identifikasi. Di tengah suasana duka itu tidak jarang yang datang ke posko antemortem justru bukan keluarga inti.
Menurut Oktavinda, pengumpulan data sebelum kematian yang sulit biasanya terjadi pada bencana alam dengan banyak korban. Contohnya, satu keluarga menjadi korban sehingga tim identifikasi sulit menghubungi anggota keluarga lainnya. Jarak antara tempat tinggal dan lokasi kejadian bencana yang jauh juga jadi kendala.
Kondisi cuaca
Staf Pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI Fitri Ambar Sari, menambahkan, kendala yang muncul dalam proses identifikasi korban bencana massal ialah kondisi tubuh korban yang tak lagi utuh atau rusak juga waktu antara kejadian bencana dengan pemeriksaan terlalu lama. “Pada kondisi cuaca di Indonesia yang lembab proses pembusukan pada jenazah terjadi lebih cepat,” ujarnya.
Pada kondisi cuaca di Indonesia yang lembab proses pembusukan pada jenazah terjadi lebih cepat.
Terdapat sejumlah metode identifikasi pada bencana massal mulai dari identifikasi visual, pengenalan benda-benda spesifik korban, melalui ciri medis dan hasil rontgen, data gigi, sidik jari, dan DNA. Semua cara itu bisa dilakukan kecuali pengenalan visual yang kini tidak dianjurkan lagi. Kondisi korban yang rusak dan kondisi keluarga korban emosional tak memungkinkan metode itu dilakukan.
Staf medis Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI M Ardhian Syaifuddin, mengatakan, hal yang perlu disiapkan oleh keluarga korban bencana ialah data primer dan sekunder dari korban. Data primer mencakup foto panoramik gigi, data sidik jari, telapak tangan, atau telapak kaki, serta data DNA. Adapun data sekunder meliputi foto terduga korban, foto terakhir terduga korban sebelum bencana yang menunjukkan perhiasan atau pakaian yang sering dipakai, atau foto yang jelas menunjukkan ciri fisik tertentu.
Tidak seperti di luar negeri, di Indonesia memeriksakan gigi secara teratur ke dokter dan memiliki rekam medis, foto panoramik gigi, rahang, dan kepala, juga cetakan gigi belum jadi kebiasaan mayoritas masyarakat. Padahal, data gigi ini bisa menjadi sumber data primer pembanding yang baik dalam mengidentifikasi korban bencana karena gigi tidak membusuk atau rusak karena terbakar.
“Sekarang ada yang berpendapat foto korban yang tersenyum lebar sehingga terlihat giginya bisa juga dipakai untuk mengidentifikasi korban bencana. Syaratnya, resolusi fotonya harus tinggi,” kata Ardhian.
Data primer lainnya yang bisa diserahkan kepada petugas forensik adalah sidik jari. Jika korban memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik, pernah mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), atau paspor, maka data sidik jari dan data biometrik korban pasti ada. Sidik jari biasanya ada apabila korban bencana pernah jadi korban atau saksi tindak pidana. Bahkan, data kehadiran di kantor yang memakai sidik jari bisa digunakan.
Di samping data biometrik pada lembaga pemerintah atau perusahaan, sidik jari juga bisa didapat dari sumber lain seperti barang-barang pribadi yakni buku dan majalah yang sering dibaca korban, tablet elektronik, botol atau kaleng minuman yang baru saja dibuang. Barang-barang tersebut syaratnya tidak boleh kotor, rusak, atau ternoda oleh sidik jari lain.
Adapun sampel DNA keluarga yang diambil untuk keperluan pembanding adalah DNA ibu dan ayah kandung atau jika tidak lengkap ayah/ibu kandung plus kakak/ adik kandung. Kemudian bisa juga kembar identik, anak plus suami/ istri, atau jika tidak ada orang tua bisa kakak dan adik.