Canda, Gundah, dan #SaveJanda
#SaveJanda hadir sebagai komunitas sosial yang ingin melawan stigma janda di mata masyarakat.
Menjadi seorang janda di bumi patriarki tidaklah mudah. Berawal dari pengalaman pribadi, #SaveJanda muncul untuk melawan stigma janda di mata masyarakat. Mengapa Mutiara Proehoeman, Tya Subiakto, dan Asep Suaji ingin menyelamatkan janda?
”Maaf, ya, sambil dandan,” kata Mutiara diiringi tawa lepas Tya. Di studio milik Tya yang terletak di Pondok Labu, Jakarta, Rabu (15/11/2023), keduanya sibuk mempercantik wajah untuk persiapan wawancara. Asep yang sudah siap hanya senyum-senyum melihat tingkah laku mereka.
Ketiga pendiri ini antusias untuk bicara panjang lebar tentang #SaveJanda pada hari itu. Sesuai namanya, komunitas unik ini getol untuk menghilangkan stigma negatif, memberikan dukungan psikologis, dan memberdayakan janda. Mimpi mereka sederhana, yakni agar janda mandiri, sejahtera, dan bahagia.
Gerakan #SaveJanda berawal muncul dari sambatan Mutiara di media sosial pada tahun 2016. Dia sudah kenyang dengan perlakuan diskriminatif yang dialami lantaran menyandang status janda selama lebih dari sepuluh tahun.
”Aku mengalami banyak shaming, tetapi belum tahu bahwa itu karena statusku sebagai janda. Dulu aku kerja di perusahaan migas, tetapi banyak cowok yang ajak kencan semalam atau di-jutekin sama perempuan. Aku pun pernah enggak dapat proyek EO karena enggak boleh sama istri partnerku buat kerja sama aku,” kata Mutiara.
Mutiara juga pernah dipermalukan depan umum saat mengurus KTP di kelurahan. Ketika seorang petugas melihat datanya, petugas itu menyeletuk usil, ”Oh, jadi Mbak janda? Kok masih muda udah cerai?”
Suara lantang itu memenuhi kantor kelurahan. Orang-orang sontak menatap Mutiara. Pasutri lansia yang sempat mengobrol akrab dengan Mutiara langsung pergi. Sang istri menggandeng suaminya seolah takut direbut saat itu juga. Mutiara merasa malu sekaligus tersadar dengan kondisinya.
Sejak itu, Mutiara ”menyampah” di Facebook dengan tambahan tagar #SaveJanda. Ia didukung oleh Ully Tohir, sahabatnya yang nanti bakal menjadi pendiri bersama #SaveJanda lainnya, tetapi kini tinggal di India.
”Janda mendapat stigma yang bernuansa seksual, yaitu sebagai penggoda, perusak rumah tangga sendiri, perusak rumah tangga orang lain, dan tidak mandiri. Janda dilihat tidak becus menjadi istri dan menjadi ibu,” kata Mutiara yang menjanda selama 14 tahun dan kini telah menikah lagi.
Janda mendapat stigma yang bernuansa seksual. Janda dilihat tidak becus menjadi istri dan menjadi ibu,
Mutiara menyertakan nomor ponsel agar teman janda dan penyintas KDRT bisa curhat. Hanya saja, dia tak luput dari sasaran perundungan daring dan pelecehan seksual warganet. Bahkan, Mutiara sering mendapat kiriman gambar atau panggilan video tak senonoh sehingga dia sempat vakum bersuara. Gila memang.
Namun, Mutiara mendapat dukungan Asep, sobat lamanya, untuk melanjutkan gerakan #SaveJanda. Sejak awal 2019, #SaveJanda berjalan sebagai komunitas sociopreneur. Anggota komunitas kini sekitar 100 orang dari sejumlah daerah, seperti Jakarta, Banten, Jawa Timur, Yogyakarta, Hong Kong, hingga Kazakhstan. Sementara itu, jumlah pengikut di Instagram mencapai hampir 4.000 akun.
Konotasi negatif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, janda berarti wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suami. Secara harfiah, makna ini sebetulnya bersifat netral tanpa tendensi apa pun. Hanya di masyarakat yang patriarki, janda mendapat cap negatif sehingga nilai mereka sebagai manusia berkurang.
Citra janda cerai lebih buruk karena dianggap tidak mampu mengurus keluarga, sedangkan janda ditinggal mati lebih dikasihani. Namun, keduanya tetap sama-sama mendapat stigma negatif. Padahal, Asep mengatakan, janda justru membutuhkan sistem pendukung setelah trauma perceraian maupun duka ditinggal mati suami.
Setelah berpisah, banyak janda harus menghidupi diri sendiri sekaligus anak, jika punya. Karena itu, #SaveJanda mempunyai tiga pilar, yakni advokasi untuk menghilangkan stigma, pendampingan psikologis dan sistem pendukung untuk menjaga kesehatan mental, serta pemberdayaan ekonomi.
Pilar pertama mencakup kegiatan seminar, diskusi, dan kampanye di medsos guna mengedukasi masyarakat. Aksi pilar kedua berupa penyediaan layanan konseling dengan psikolog sekaligus akses ke grup Whatsapp untuk saling mendukung. Adapun eksekusi pilar ketiga melalui penyelenggaraan berbagai lokakarya, seperti pelatihan menulis dan membuat film, serta pembentukan #SaveJanda Entertainment (Sajen) yang baru saja berdiri.
”Kami ingin menghilangkan stigma pada janda itu bahkan mengubahnya menjadi positif. Jadi, ketika orang mendengar kata janda, mereka langsung berpikir bahwa janda itu pejuang dan pahlawan keluarga yang bisa berdaya,” ujar Asep.
Jadi, ketika orang mendengar kata janda, mereka langsung berpikir bahwa janda itu pejuang dan pahlawan keluarga yang bisa berdaya.
Hal ini karena tidak ada perempuan yang ingin menjadi janda, Tya pun setuju soal itu. Komposer musik ini sudah tiga kali merasakan pernikahan yang tidak bahagia dan pahitnya perceraian sebelum akhirnya bertemu suami yang sekarang, musisi Alex Kuple.
”Kami juga maunya menikah sekali seumur hidup, tetapi keadaan memaksa kita harus menyandang status itu lalu orang mencibir kita. Aku merasa itu tidak adil sama sekali,” ujarnya.
Tya bergabung ke #SaveJanda sebagai pendiri bersama pada tahun 2021. Dia menulis novel bertajukPanggil Aku Mama (2020) tentang refleksi menjadi ibu tunggal yang membuka pintu perkenalan dengan Mutiara.
Dari pengalaman hidupnya, Tya belajar banyak mengapa pernikahan-pernikahannya yang lalu kandas. Salah satunya ialah ketidaktahuan mengenai karakter asli pasangan sebelum menikah. ”Beberapa dari teman kami termasuk aku mengalaminya. Habis kawin baru sadar bahwa he is not the one,” tuturnya.
Selain itu, Tya mendapati pasangan sering kali ogah berjuang ketika menghadapi tantangan. Alhasil, tidak jarang mereka berakhir dengan saling menyalahkan atau mencari jalan pintas, seperti selingkuh. Masalah ini pula yang dialami para anggota #SaveJanda. Dari curhat mereka, sekitar 80 persen anggota mengaku bercerai lantaran mengalami KDRT dan perselingkuhan.
Janda vs duda
Dibanding janda, kesan duda seolah lebih positif di mata masyarakat. Namun, Mutiara mengamati bahwa apresiasi itu bersyarat. Ketika duda tersebut tidak memenuhi ekspektasi masyarakat, dia juga akan mendapat shaming seperti janda. Duda keren, umpamanya, akan lebih diapresiasi ketimbang duda kere.
Oleh sebab itu, #SaveJanda bukan lantas mengklaim janda lebih menderita dari duda. “Kami tidak mau kehadiran komunitas ini menjadi battle between the sexes antara janda dan duda karena keduanya sama-sama terdampak,” tutur Mutiara tegas.
Baca juga: Minikino Setelah Dua Dekade
Eksistensi #SaveJanda membutuhkan dukungan segala pihak. Dalam komunitas ini, anggota terdiri atas janda, mantan janda, dan sahabat janda. Dengan statusnya sebagai laki-lakiyang belum berkeluarga, Asep adalah contoh sahabat janda di luar peran sebagai pendiri bersama.
Tidak mudah memang. Dukungan Asep juga beberapa kali dipertanyakan teman laki-lakinya. “Mereka curiga saya mau memperdaya para janda, ada juga yang meledek,” ujar Asep.
Memasuki tahun ketujuh, #SaveJanda terus berupaya mengangkat status janda. Untuk mencapai hal tersebut, mereka mengincar kemerdekaan berpikir para janda terlebih dulu. Para janda mesti yakin bahwa mereka bisa mandiri.
Sejauh ini hasil positifnya sudah terlihat. Salah satu anggota #SaveJanda sempat terpuruk setelah perceraian. Dia tidak punya pekerjaan meskipun lulusan dari sekolah ternama bahkan sempat ingin bunuh diri. Sekarang, perempuan itu bekerja di sebuah perusahaan migas. Komunitas ini mempunyai beragam kisah perjuangan lainnya yang mengharukan.
”Saat selebrasi tahun keenam komunitas, kami ada sharing session untuk berbicara kondisi dan harapan. Ada rasa yang menyatukan bahwa kami sama-sama berada di titik ini dan bisa bersama-sama melewatinya,” ujar Tya mengenang hangat.
Mutiara Proehoeman
Lahir: Kuala Lumpur, Malaysia, 24 Maret 1981
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga, Manajer Tya Subiakto, dan Praktisi Reiki
Asep Suaji
Lahir: Bogor, Jawa Barat, 20 Juni 1978
Pekerjaan: Pelawak Tunggal dan Aktor
Tya Subiakto
Lahir: Jakarta, 2 Maret 1979
Pekerjaan: Komposer, Konduktor, Penata Musik Film, Penyanyi, dan Penulis