Dominggus-Lakotani dan Kekuatan Calon Tunggal di Pilkada Papua Barat 2024
Pemilihan gubernur Papua Barat diikuti calon tunggal. Satu-satunya provinsi di Indonesia dengan satu pasangan calon.
Siapa calon gubernur yang mendaftar di pilkada Papua Barat 2024?
Hingga pendaftaran calon kepala daerah ditutup oleh Komisi Pemilihan Umum pada 29 Agustus 2024 lalu, hanya satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang mendaftar ke KPU Papua Barat. Pasangan ini ialah Dominggus Mandacan dan Mohammad Lakotani, petahana gubernur dan wakil gubernur Papua Barat.
Meski diperpanjang hingga 4 September 2024, tidak ada tambahan pasangan calon lain yang mendaftar. Dengan demikian, hanya ada satu pasangan calon yang akan dipilih oleh warga di tujuh wilayah Papua Barat, yakni Kabupaten Fakfak, Kaimana, Manokwari, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, dan Manokwari Selatan.
Fenomena calon tunggal di Papua Barat ini juga menjadi catatan baru dalam penyelenggaraan pilkada di Indonesia. Untuk pertama kalinya, pemilihan gubernur hanya diikuti oleh calon tunggal. Sebelumnya, kondisi kontestasi calon tunggal lebih banyak terjadi pada tingkat kabupaten/kota.
Kondisi ini juga berbeda dengan sejarah pada dua kontestasi sebelumnya di Papua Barat. Pada Pilkada 2011, terdapat tiga pasangan calon yang mengikuti pemilihan gubernur. Demikian pula dengan Pilkada 2017, yang juga diikuti tiga pasangan calon gubernur/wakil gubernur.
Kondisi ini juga amat kontras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melonggarkan syarat bagi partai untuk mengusung calon kepala daerah. Pelonggaran ini membuat partai-partai politik dapat lebih leluasa mengusung calon sehingga terdapat beberapa calon kepala daerah yang dapat menjadi pilihan publik di Papua Barat.
Siapa partai pemenang di Pemilu Legislatif 2024 Papua Barat?
Merujuk pada hasil Pemilu Legislatif 2024 lalu, Partai Golkar berhasil meraih dukungan terbanyak dengan 61.647 suara atau 19,1 persen dari total suara sah. Perolehan suara Golkar diikuti oleh PDI-P dengan 40.590 suara dan Nasdem dengan 37.109 suara. Berikutnya ialah PKB (29.812 suara), Gerindra (27.877 suara), dan Demokrat (24.168 suara).
Hasil pemilu ini menunjukkan Golkar, PDI-P, dan Nasdem mendapatkan dukungan terbesar dari pemilih Papua Barat. Golkar mendapat 7 kursi legislatif, diikuti PDI-P (7 kursi) dan Nasdem (5 kursi).
Komposisi tiga besar partai pemenang ini cenderung sama dengan Pemilu 2019. Bedanya, Golkar saat itu menjadi pemenang pemilu dengan memperoleh 100.523 suara dan 8 kursi, diikuti PDI-P dan Nasdem yang masing-masing mendapat 7 kursi DPR Papua Barat.
Hasil berbeda terjadi pada pemilu 2014. Kala itu, Demokrat tampil sebagai pemenang dengan mendapat 113.757 suara dan 9 kursi legislatif. Perolehan suara Demokrat diikuti secara ketat oleh Golkar yang meraih 103.879 suara dan 9 kursi.
Kompetitifnya perolehan suara partai di pemilu legislatif ini juga terjadi di pemilihan gubernur. Pada Pilkada 2017, dua partai pemenang Pemilu 2014, yakni Demokrat dan Golkar, mengajukan calonnya, yakni Stepanus Malak-Ali Hindom. Koalisi Demokrat-Golkar ini berhadapan dengan koalisi PDI-P, Nasdem, PAN yang mengajukan Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani.
Satu calon lain ialah Irene Manibuy dan Andullah Manaray yang diusung koalisi Hanura, PKS, PPP, dan PKB. Hasil pilkada dimenangkan oleh Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani yang meraih 58,62 persen suara.
Mengapa partai-partai mengusung calon tunggal di pilkada Papua Barat?
Berbeda dengan dua pilkada sebelumnya, tahun ini koalisi partai-partai di Papua Barat sepakat mengusung calon petahana Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani. Ada 17 partai pengusung Dominggus-Lakotani, yakni Golkar, PKB, Gerindra, PDI-P, Nasdem, Buruh, Demokrat, PKS, Hanura, Garuda, PAN, Demokrat, PSI, Perindo, PPP, PKN, dan Ummat.
Setidaknya ada tiga faktor yang menjadi pertimbangan partai-partai untuk mengusung Dominggus-Lakotani, yaitu modal pengalaman, status petahana, dan poros koalisi yang sudah terbentuk sebelumnya. Dari sisi pengalaman, Dominggus-Lakotani memiliki rekam jejak panjang sebagai pemimpin daerah dan birokrat.
Sebelum menjadi gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan merupakan Bupati Manokwari pada periode 2000-2010. Kepemimpinan selama dua periode di Manokwari mulai melambungkan nama Dominggus di tanah Papua. Nama Dominggus kian dikenal setelah ditugasi sebagai Pejabat Bupati Pegunungan Arfak dari 2013 hingga 2015.
Sama halnya dengan Dominggus, Wakil Gubernur Mohammad Lakotani juga memiliki catatan pengalaman panjang pada dunia pemerintahan di tanah Papua. Beberapa jabatan yang pernah diemban, seperti Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Keluarga Berencana Kaimana serta Kepala Sekretariat Unit Percepatan Pembangunan Papua Barat.
Jejak kemenangan Dominggus-Lakotani pada Pilkada 2017 menjadi nilai lebih bagi pasangan petahana. Saat itu, secara mengejutkan Dominggus-Lakotani mampu mengalahkan tokoh berpengalaman, seperti Irene Manibuy yang merupakan Wakil Gubernur Papua Barat 2015-2017 serta Stepanus Malak yang pernah menjadi Bupati Sorong dua periode, 2007-2017.
Pengalaman kedua tokoh ini juga mengakar dalam jejaring partai. Dominggus dan Lakotani masing-masing menjadi pimpinan partai di Papua Barat yang memiliki kekuatan politik. Dominggus merupakan Ketua DPW Partai Nasdem Papua Barat, sedangkan Lakotani adalah Ketua DPD Partai Gerindra Papua Barat. Khusus Dominggus Mandacan, ia juga menjadi kepala suku besar Arfak yang dihormati di Pegunungan Arfak dan Manokwari.
Modal pengalaman, status petahana, dan poros koalisi jumbo merupakan perpaduan kekuatan besar yang dimiliki oleh pasangan Domingus-Lakotani. Terlebih, partai pemenang di Papua Barat, yakni Golkar, memilih bergabung dalam koalisi pengusung Domingus-Lakotani.
Demikian pula dengan poros kuat lainnnya, PDI-P, yang juga mengusung Domingus-Lakotani. Namun, sebagai catatan, koalisi PDI-P dengan Dominggus-Lakotani sudah jauh terjalin sejak pilkada sebelumnya. PDI-P telah mendukung Domingus Mandacan-Muhammad Lakatoni dalam Pilkada Papua Barat 2017. Setelah deklarasi, Dominggus Mandacan juga berziarah ke makam Bung Karno yang menjadi tradisi PDI-P menjelang menghadapi agenda politik besar, seperti pilkada (Kompas, 11/10/2016).
Bagaimana kaderisasi pemimpin daerah di Papua Barat?
Meski tak dapat dihindari, fenomena calon tunggal di pilkada Papua Barat menghadirkan pertanyaan tentang kaderisasi pemimpin-pemimpin daerah di wilayah tersebut. Dengan tujuh wilayah kabupaten, setidaknya ada tujuh bupati yang layak berkompetisi pada level tertinggi di Papua Barat.
Namun, dalam konteks kontestasi pilkada saat ini, kalkulasi menang kalah menjadi pertimbangan kuat para bupati yang hendak melawan gubernur petahana yang populer.
Baca juga: Pertarungan PDI-P, Nasdem, dan Gerindra di Papua Tengah
Tahapan pendaftaran calon bupati di Papua Barat 2024 memperlihatkan, lebih banyak bupati petahana yang memilih kembali bersaing di wilayahnya sendiri daripada mencoba berkarier di level gubernur. Di Partai Golkar, Bupati Teluk Bintuni yang juga Ketua DPD Golkar Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy, memilih kembali mencalonkan diri di Pilkada Teluk Bintuni.
Demikian pula Hermus Indou, Bupati Manokwari yang juga Ketua DPC PDI-P Manokwari, memilih kembali maju di Pilkada Manokwari. Hal yang sama dipilih Fredy Thie, Bupati Kaimana yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Papua Barat. Fredy Thie juga memilih maju kembali di Pilkada Kaimana.
Baca juga: Para Penantang Golkar di Pilkada Papua Barat Daya 2024
Ketua DPD PDI-P Provinsi Papua Barat Markus Waran yang juga Bupati Manokwari Selatan ikut memilih kembali bertarung di Manokwari Selatan. Terakhir, Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor juga mencalonkan kembali di Pilkada Teluk Wondama.
Strategi politik para bupati tersebut untuk tidak menjajal elektabilitasnya di jenjang yang lebih tinggi menjadi variabel lain munculnya calon tunggal dalam pilkada Papua Barat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Persaingan PDI-P Melawan Koalisi Besar KIM Plus di Pilkada Papua 2024