Ridwan Kamil, Pilih Jabar atau Jakarta?
Ridwan Kamil berpotensi untuk berkontestasi di Pilkada Jakarta atau Jabar. Namun, peluangnya lebih besar di Jabar.
Ridwan Kamil sama-sama memiliki peluang untuk berkontestasi di Pemilihan Kepala Daerah Jakarta dan Jawa Barat. Tingkat keterpilihan, potensi resistensi, dan kekuatan partai politik pengusung menjadi tiga hal yang tak bisa diabaikan untuk menentukan medan pertarungan yang dipilihnya.
Jika mengacu hasil survei Litbang Kompas periode Juni 2024 di Provinsi Jakarta dan Jabar, nama Ridwan Kamil menjadi perhatian publik. Bagaimana tidak, di dua survei tersebut, nama mantan Gubernur Jabar ini muncul sebagai bakal calon gubernur yang difavoritkan responden.
Di publik Jakarta, nama Ridwan Kamil berada di urutan ketiga setelah dua nama populer yang selama ini menancap dalam memori warga, yakni Anies Rasyid Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Jika kedua nama mantan Gubernur Jakarta ini sama-sama bertengger di angka lebih dari 20 persen tingkat keterpilihan, Ridwan masih bertengger di angka 8,5 persen.
Sementara jika mengacu elektabilitas di survei Pilkada Jabar, Ridwan justru menempati posisi paling atas dengan tingkat keterpilihan mencapai 36,6 persen, jauh di atas nama-nama lainnya, bahkan dari nama di urutan kedua, yakni Dedi Mulyadi, terpautnya hingga tiga kali lipat. Tampak dari sisi elektabilitas, Emil, panggilan akrab dari Ridwan Kamil ini, memang lebih berpeluang maju di Jabar dibandingkan di Jakarta.
Selain angka elektabilitas, selisih suara dengan kandidat yang lain juga menunjukkan Jabar lebih mudah menjadi ajang pertarungan bagi Ridwan Kamil dibandingkan dengan Jakarta.
Selisih suara Ridwan Kamil di Jakarta dengan sosok yang berada di atasnya relatif terpaut jauh. Jarak suara Ridwan Kamil dengan Anies Baswedan yang berada di posisi teratas elektabilitas Pilkada Jakarta mencapai hampir tiga kali lipatnya.
Kondisi sebaliknya terjadi di survei Pilkada Jabar. Ridwan Kamil justru berada di posisi paling atas dan jarak selisih suara dengan kandidat di bawahnya juga tiga kali lipatnya.
Hal ini makin memberikan sinyal baik secara angka elektabilitas dengan angka selisih maupun jarak suara dengan kandidat lain, Jabar relatif lebih menjanjikan bagi Ridwan Kamil untuk merebut kemenangan dibandingkan Jakarta.
Meskipun demikian, selain elektabilitas, ada potensi resistensi yang juga menarik menjadi pertimbangan bagi Ridwan Kamil menentukan pilihan, apakah tetap bertarung di Jabar atau pindah ke Jakarta.? Resistensi ini menjadi media untuk membaca potensi seberapa peluang keterpilihan seseorang bisa bertambah atau berkurang.
Sederhananya, semakin tinggi tingkat penolakan (resistensi), makin mengurangi potensi penambangan dukungan suara. Hal sebaliknya, jika penolakan rendah, peluang memperluas dukungan juga semakin terbuka.
Menariknya, di Pilkada Jakarta, Emil yang elektabilitasnya berada di posisi ketiga dengan selisih suara yang lebar di bawah Anies dan Ahok justru mendapatkan resistensi paling rendah dibandingkan dengan Anies dan Ahok.
Di survei Pilkada Jakarta, resistensi Anies dan Ahok sama-sama mencapai 17 persen, sedangkan tingkat penolakan Ridwan Kamil lebih rendah, yakni 12 persen.
Hal ini memberikan sinyal bahwa penolakan responden lebih tertuju pada persaingan antara Anies dan Ahok yang jika ditelusuri memang pendukung keduanya saling berhadapan.
Hal ini yang menjadi peluang bagi Ridwan Kamil untuk bisa masuk dalam pergulatan kontestasi di Pilkada Jakarta. Jika dibandingkan dengan hasil survei Pilkada Jabar, potensi resistensi terhadap Ridwan Kamil relatif juga rendah, yakni mencapai 6,2 persen, berbeda tipis dengan Dedi Mulyadi yang mencapai 7 persen.
Baca juga: Ridwan Kamil di Persimpangan Jakarta dengan Jabar
Dukungan parpol
Setelah elektabilitas dan resistensi, hal ketiga yang perlu menjadi pertimbangan bagi Ridwan kamil untuk menentukan pilihan kontestasinya adalah terkait dukungan parpol.
Dari sisi Partai Golkar, yang menjadi bendera politiknya, cenderung lebih mengajukan Ridwan Kamil maju di Pilkada Jabar. Salah satunya adalah dengan pertimbangan elektabilitasnya yang lebih tinggi dibandingkan calon lainnya.
Dalam pemberitaan Kompas disebutkan, potensi Ridwan Kamil untuk kembali bertarung dalam Pemilihan Gubernur Jabar sudah di atas 50 persen. Namun, yang menjadi tantangannya adalah bagaimana menjalin komunikasi dengan parpol lain untuk bisa mengusung Ridwan Kamil di Jabar.
Jika mengacu peta pencalonan, Partai Gerindra, yang bersama Partai Golkar dalam satu Koalisi Indonesia Maju (KIM), cenderung berseberangan dalam pengajuan calon gubernur di Jatim. Jika Golkar cenderung mengajukan Ridwan Kamil, Gerindra mengajukan Dedi Mulyadi sebagai calon gubernur di Pilkada Jabar.
Jika mengacu hasil Pemilu 2024, kekuatan Golkar sebenarnya lebih besar di Jabar dibandingkan di Jakarta. Di Jabar, Golkar meraih 19 kursi dari total 120 kursi atau 15,8 persen di DPRD Jabar hasil Pemilu 2024. Sementara di Jakarta, Golkar meraih 10 kursi atau 9,4 persen dari total 106 kursi DPRD Jakarta.
Tampak dari kekuatan kursi di atas, sekali lagi kekuatan Golkar di Jabar lebih bisa menjadi penopang Ridwan Kamil dibandingkan di Jakarta.
Di Jabar, Golkar hanya membutuhkan tambahan 5 kursi lagi untuk bisa mengajukan pasangan calon di Pilkada Jabar. Sementara untuk Jakarta, Golkar membutuhkan 10 kursi lagi untuk bisa mendaftarkan pasangan calon.
Ditambah lagi Golkar siap menduetkan pasangan Kaesang Pangarep-Jusuf Hamka dalam Pilgub DKI Jakarta 2024.
Mewacanakan duet ini juga bisa dibaca sebagai strategi Golkar untuk mengamankan Ridwan Kamil maju dalam Pilgub Jabar meskipun Gerindra tetap berniat mengajukan Dedi Mulyadi sebagai cagub Jabar. Gerindra sendiri juga mendukung Ridwan Kamil untuk maju di Pilkada Jakarta, bukan Jabar.
Baca juga: Golkar: Kemungkinan Ridwan Kamil Bertarung di Pilgub Jabar di Atas 50 Persen
Rekam jejak elektoral
Pada akhirnya, tiga faktor, yakni elektabilitas, potensi resistensi, dan arah dukungan parpol, menjadi pertimbangan yang tak bisa diabaikan. Di luar ketiganya, rekam jejak elektoral tentu menjadi modal kepercayaan bagi Ridwan Kamil saat menentukan ke mana arah politiknya berlabuh di pilkada nanti.
Jika mengacu rekam jejaknya secara elektoral, Ridwan Kamil relatif menunjukkan tren positif, terutama sejak Pemilihan Wali Kota Bandung hingga ia terpilih di Pilkada Jabar.
Di Pemilihan Wali Kota Bandung 2013, Ridwan Kamil berpasangan dengan Oded Muhammad Danial yang diusung Gerindra dan PKS. Pasangan ini berhasil menang dengan 434.130 suara dan mengalahkan tujuh pasangan calon lainnya.
Di pengujung jabatannya sebagai Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil maju sebagai calon gubernur Jabar berpasangan dengan Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum yang diusung PPP, Nasdem, PKB, dan Hanura. Pasangan ini kemudian menang dengan 32,8 persen suara mengalahkan dua pasangan calon lainnya.
Jika mengacu rekam jejak dua pilkada yang pernah diikutinya ini, Ridwan Kamil belum sekalipun mengalami kekalahan dalam kontestasi politik.
Boleh jadi ini juga menjadi pertimbangan untuk memutuskan di pilkada mana ia akan bertarung, tetap di Jabar atau berlabuh di Jakarta? Mempertahankan rekam jejak politiknya yang belum pernah kalah di pilkada boleh jadi menjadi tantangan tersendiri bagi sosok Ridwan Kamil di Pilkada 2024. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Survei ”Kompas” Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi Sama-sama Kuat di Jawa Barat, KIM Vs Golkar?