”Kucing-kucingan” Dana Kampanye Pilpres 2024
Ada komponen dana kampanye yang dilaporkan menghabiskan Rp 0 alias tanpa biaya sama sekali! Selayaknya dipertanyakan.
Berapa biaya kampanye dalam sebuah perhelatan pemilu? Pertanyaan ini menjadi krusial untuk mengukur kualitas demokrasi sekaligus mencegah adanya praktik korupsi yang membayangi setelah pemilu usai dan para kandidat politik terpilih.
Pasalnya, semakin tinggi biaya politik yang dikeluarkan semasa kampanye, semakin besar pula upaya mencari penggantinya. Dengan demikian, godaan korupsi setelah para calon terpilih, demi mengembalikan dana besar yang telah dikeluarkan, lebih kuat terjadi.
Akan tetapi, dengan pengawasan dana kampanye, muncul pula upaya untuk menekan besarnya dana kampanye dalam laporan. Maka, pertanyaannya, apakah laporan dana kampanye mencerminkan perputaran kapital yang sesungguhnya dalam sebuah pemilu?
Pada pertengahan Juli 2024, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis temuannya yang mempersoalkan adanya kecenderungan tidak transparannya laporan dana kampanye yang dikumpulkan para kandidat capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Lebih keras, ICW menyimpulkan laporan dana kampanye masih sebatas formalitas. (Antikorupsi.org, 16/7/2024). Dengan demikian, jawaban sementara dari pertanyaan di atas, perputaran kapital yang sesungguhnya dalam pemilu tidak serta-merta dapat dibaca dari laporan dana kampanye.
Apabila melihat laporan dana kampanye yang terunggah di Infopemilu.kpu.go.id, salah satu temuan menarik yang muncul adalah laporan pengeluaran Rp 0 dalam sejumlah metode kampanye yang dilakukan oleh pasangan capres-cawapres. Bertumpu pada hipotesis ICW tentang adanya ketidaktransparanan pelaporan, pengeluaran nol rupiah mengindikasikan adanya pelaporan yang problematis.
Tidak adanya pengeluaran dana dalam beberapa komponen kampanye bisa mengindikasikan beberapa hal. Pertama, memang tidak ada kegiatan dengan metode kampanye tertentu. Kedua, mungkin saja kegiatan tetap berlangsung, tetapi dengan sponsor yang dikeluarkan oleh pihak-pihak luar sehingga tidak ada dana yang keluar langsung. Ketiga, ada kemungkinan kekeliruan teknis pelaporan dan pencatatan pengeluaran dana dalam waktu-waktu yang begitu sibuk dalam masa kampanye.
Baca juga: Pemilu, Konsumsi Meningkat tetapi Investasi Melambat
Komponen dana kampanye
Merujuk pada Pasal 275 Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilu terdapat sejumlah metode kampanye yang bisa dilakukan oleh peserta pemilu. Dalam bentuk pertemuan terdapat metode pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, rapat umum, ataupun debat calon tentang materi kampanye.
Selain itu dalam bentuk sosialisasi ke ranah publik, kampanye dapat dilakukan dengan penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga di tempat umum.
Berikutnya, kampanye juga dapat dilakukan lewat media sosial dan pemasangan iklan di media massa cetak, elektronik, ataupun internet.
Dari semua metode di atas tampak bahwa, ketika seorang calon berkampanye melakukan salah satunya, sulit dibayangkan tanpa biaya. Dalam rapat-rapat yang mengundang peserta, hal-hal umum seperti sewa tempat, konsumsi, dan akomodasi bagi para peserta tentu memerlukan dana.
Metode mencetak bahan-bahan kampanye dan pemasangan alat peraga di tempat umum hingga pemasangan iklan di media massa ataupun media sosial tentunya memberikan konsekuensi pengeluaran dari calon atau partai yang berkampanye.
Dengan demikian, tatkala dalam laporan dana kampanye ada komponen yang pengeluarannya Rp 0, selayaknya hal ini dipertanyakan. Apalagi, sulit dibayangkan di era persaingan politik modern ini, salah satu dari metode di atas tidak dilakukan.
Baca juga: Persaingan Lebih Ketat, Transaksi Mencurigakan di Pilkada 2024 Diperkirakan Tinggi
Transparansi LPPDK
Dalam laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) yang disampaikan oleh para kandidat capres-cawapres, pasangan Ganjar-Mahfud menjadi yang terbesar mengeluarkan dana kampanye dengan total kurang lebih Rp 506 miliar. Jumlah terbesar kedua dilaporkan oleh pasangan Prabowo-Gibran dengan total kurang lebih Rp 207 miliar.
Sementara pasangan Anies-Muhaimin melaporkan pengeluaran dana kampanye terkecil dengan kisaran pengeluaran Rp 49 miliar. Angka-angka ini diambil dari laman resmi KPU yang merupakan hasil audit oleh kantor akuntan publik.
Dari jumlah ini, memang Anies-Muhaimin menjadi pasangan yang paling kecil mengeluarkan dana kampanye. Namun, jika melihat lebih rinci komponennya, sebagaimana juga dilakukan ICW, pasangan ini menjadi yang terbanyak melaporkan pengeluaran Rp 0.
Tercatat pasangan nomor urut 01 ini melaporkan pengeluaran nol rupiah dalam pengadaan rapat umum serta pembuatan iklan di media massa dan media sosial. Tak hanya itu, pengeluaran untuk pemasangan alat peraga kampanye dan penyebaran bahan kampanye ke umum juga tanpa biaya alias nol rupiah.
Menariknya, ada sekitar Rp 46 miliar yang dimasukkan dalam pengeluaran lain-lain oleh pasangan Anies-Muhamimin. Dengan kata lain, meskipun sejumlah komponen sebagaimana disebutkan di atas dilaporkan nol rupiah, lebih dari 90 persen dana masuk dalam komponen pengeluaran lain-lain.
Nominal pengeluaran Rp 0 juga dilaporkan oleh pasangan Prabowo-Gibran untuk satu komponen, yakni pertemuan tatap muka. Adapun untuk pengeluaran lain-lain jumlah yang dilaporkan oleh pasangan nomor urut 02 ini lebih besar, yakni sekitar Rp 68 miliar.
Sementara pada laporan dana kampanye pasangan Ganjar-Mahfud tidak ada pengeluaran nol rupiah untuk delapan komponen utama yang dilaporkan. Namun, catatan dari laporan pasangan nomor urut 3 ini ada pada kegiatan lain yang mencapai Rp 31 miliar. Jumlah ini relatif jauh di atas dua pasangan lainnya.
Kembali pada laporan nol rupiah, melihat data dari laman KPU sejumlah kegiatan sebenarnya ada dalam laporan kampanye. Misalnya pengeluaran Rp 0 untuk rapat umum pasangan Anies Baswesdan-Muhaimin Iskandar terdapat sejumlah kegiatan dengan metode tersebut dalam laporan kampanye.
Begitu pula dengan kegiatan pertemuan tatap muka yang juga dilaporkan oleh pasangan nomor urut Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang dalam laporan dana kampanye tidak mengeluarkan biaya sepeser pun. Dengan begitu, pembiayaan kegiatan tersebut menjadi menjadi pertanyaan besar.
Sampai di sini tampak adanya ”kucing-kucingan” dalam pelaporan dana kampanye yang masih terjadi dalam Pemilu 2024 dengan celah pelaporan nol rupiah ataupun masuk ke dalam komponen lain-lain. Tidak transparannya dana kampanye menjadi indikasi politik-politik uang terselubung yang mewarnai perjalanan pemilu.
Alhasil, menjadi sulit dibantah adanya aliran-aliran uang yang berputar dalam rangkaian pemilu. Lebih lagi, menjadi sulit mengalkulasi kapital yang dikeluarkan oleh seorang kandidat untuk mencapai kemenangannya dalam pemilu. Demi mencegah korupsi di masa mendatang, transparansi perputaran uang dalam pemilu sepatutnya menjadi perhatian semua pihak. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Menyelisik Dana Kampanye Pemilu