Membaca Arah Koalisi Indonesia Maju di Pilkada 2024
Beda pilihan di antara parpol anggota Koalisi Indonesia Maju menjadi potensi perubahan soliditas di pilkada.
Upaya Koalisi Indonesia Maju mengulang sukses kemenangan di pemilihan presiden lalu tak serta-merta mudah dirajut di Pemilihan Kepala Daerah 2024. Perbedaan pilihan tentang sosok yang diusung di pilkada menjadi potensi perubahan soliditas di antara partai politik anggota koalisi.
Kesimpulan ini tertangkap dari hasil pemetaan bursa nama bakal calon gubernur ataupun pasangan calon yang diusung oleh partai politik anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM). Setidaknya gejala ini tampak di lima provinsi di Jawa, terutama di Pilkada Jawa Barat dan Banten.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Di Pilkada Jabar, ada sejumlah nama yang diusulkan menjadi bakal calon gubernur oleh sejumlah parpol yang tergabung dalam KIM. Partai Golkar, misalnya, lebih condong mengajukan nama mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk maju kembali demi periode keduanya sebagai gubernur.
Sementara Partai Gerindra lebih memilih kadernya yang juga mantan Bupati Karawang Dedy Mulyadi untuk maju sebagai bakal calon gubernur di Jabar. Gerindra sendiri mengusulkan Ridwan Kamil untuk berlaga di Pilkada Jakarta.
Padahal, jika merujuk survei Litbang Kompas, elektabilitas Ridwan Kamil lebih moncer di Jabar dibandingkan dengan di Jakarta. Di Jabar, tingkat keterpilihan Ridwan mencapai 36,6 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan elektabilitasnya di Jakarta yang hanya berada di angka 8,5 persen.
Sementara nama Dedy Mulyadi memang berada di posisi kedua setelah Ridwan Kamil dalam peta elektoral Pilkada Jabar menurut survei Litbang Kompas yang digelar pada Juni lalu tersebut. Tingkat keterpilihan Dedy baru mencapai 12,2 persen, atau sepertiga dari keterpilihan Ridwan Kamil.
Sampai saat ini, Ridwan Kamil belum memastikan akan bertarung di pilkada mana, apakah tetap di Jabar atau berlabuh ke Jakarta. Jika pertimbangan elektabilitas, boleh jadi Ridwan lebih berpeluang maju di Jabar seperti yang dikehendaki Golkar.
Namun, tentu komunikasi politik antarparpol di KIM, terutama antara Golkar dan Gerindra, tetap menjadi kunci ke mana langkah Ridwan Kamil akan tertuju. Bagaimanapun, baik di Jabar maupun Jakarta, tidak ada parpol yang memiliki ”golden ticket” karena semuanya harus berkoalisi jika ingin mengajukan pasangan calon di pilkada.
Tentu, apa yang terjadi di Banten akan menjadi pertimbangan bagi KIM untuk menentukan arah koalisinya di Jabar. Di Banten, seperti yang sudah disebarkan dan dipublikasi, Golkar justru ”ditinggal” oleh sejumlah parpol lainnya yang tergabung dalam KIM. Gerindra, Demokrat, dan PSI sepakat mengusung kader Gerindra, Andra Soni, untuk maju sebagai bakal calon gubernur Banten.
Koalisi tiga parpol yang tergabung dalam KIM ini juga mempertemukan kerja sama dengan PKS dan Nasdem sehingga Andra Soni akan didampingi Dimyati Natakusumah sebagai bakal calon wakil gubernur. Dimyati sendiri saat ini adalah kader PKS. Selain diusung lima parpol ini, pasangan ini disebut-sebut juga mendapat dukungan dari PAN, PPP, dan PKB.
Sementara konstelasi politik menyisakan Partai Golkar dan PDI-P. Nama mantan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany yang dijagokan Golkar untuk melaju sebagai bakal calon gubernur Banten tentu berada pada situasi yang tidak mudah setelah pasangan Andra Soni-Dimyati dideklarasikan.
Satu-satunya kesempatan bagi Golkar adalah merajut kerja sama dengan PDI-P. Tampak, potensi KIM solid dalam koalisi pilkada di Banten dan Jabar ini belum menemukan titik terang.
Baca juga: Survei Pilkada 2024: Khofifah-Emil Tunggu Penantang (21)
Soliditas KIM
Soliditas KIM justru lebih tampak terjadi di Pilkada Jatim. Semua parpol anggota koalisi nasional ini sepakat untuk mengusung pasangan petahana gubernur dan wakil gubernur, yakni Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak. Pasangan ini diusung Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, dan PSI yang selama ini menjadi motor KIM. Selain itu, Khofifah-Emil juga mendapat dukungan dari PKS, PPP, dan Perindo.
Maka, bisa dipastikan KIM relatif solid di Pilkada Jatim dan sukses menggapai dukungan dari parpol di luar KIM sehingga di atas kertas pasangan petahana ini mendapat dukungan politik yang cukup besar. Jika murujuk perolehan kursi dari tujuh parpol pengusungnya, Khofifah-Emil akan dikawal kekuatan di DPRD Jatim yang menguasai 62 kursi atau 51,7 persen dari total 120 kursi DPRD Jatim 2024-2029.
Pasangan ini sedang menunggu siapa kontestan penantangnya yang berpotensi besar lahir dari parpol yang sampai hari ini belum memutuskan paslon yang diusung. Sejumlah parpol tersebut adalah PKB, PDI-P, dan Partai Nasdem. Total dari ketiga parpol menguasai 58 kursi atau 48,3 persen dari total kursi DPRD Jatim.
Potensi soliditas KIM juga bisa lahir dari konstelasi politik di Pilkada Jateng. Setidaknya tiga parpol yang bernaung dalam KIM, yakni Golkar, PAN, dan Gerindra, sama-sama mengajukan nama Kapolda Jateng Ahmad Luthfi sebagai bakal calon gubernur. Adapun Demokrat belum menentukan sikap hingga saat ini.
Selain Luthfi, nama putra Jokowi, Kaesang Pangarep, berpeluang maju di Pilkada Jateng setelah kader Gerindra, Sudaryono, yang sebelumnya digadang maju sebagai bakal calon gubernur Jateng, dilantik Jokowi sebagai Wakil Menteri Pertanian. Praktis, banyak analisis kemudian berkembang bahwa sosok Kaesang bisa jadi didukung untuk maju di Jateng dari KIM ini.
Hasil survei Litbang Kompas pada Juni lalu merekam, tingkat keterpilihan Kaesang di Jateng mencapai angka 7 persen. Angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan elektabilitas Kaesang di Jakarta yang hanya berada di angka satu digit. Apalagi, Jokowi dalam satu kesempatan menyampaikan ”restunya” kepada Kaesang untuk maju di pilkada, baik di Jakarta maupun Jateng, yang dinilainya sama-sama baik.
Jika nama Kaesang jadi diusung, tentu pada akhirnya akan dikomunikasikan dengan Ahmad Luthfi yang selama ini dikenal sebagai sosok yang dekat dan didukung Jokowi untuk maju dalam Pilkada Jateng. Kaesang dan Luthfi bisa saja dalam satu paket pasangan yang akan diusung KIM di Pilkada Jateng. Dengan sinyal dukungan ini, potensi KIM solid di Jateng terbuka lebar.
Baca juga: Survei ”Kompas” Pilgub Jatim 2024: Siapa yang Menjadi Penantang Khofifah-Emil?
Tanpa petahana
Jika merujuk data survei Litbang Kompas di lima provinsi di Jawa ini, tampak ada kecenderungan, ketika pilkada tanpa diikuti petahana, dukungan suara relatif menyebar dan pemilih cenderung masih wait and see sehingga belum ada sosok tunggal yang mendominasi secara elektoral.
Sebaliknya, jika pilkada berpeluang diikuti kembali oleh sang petahana, dominasi petahana cenderung lebih menguat dibandingkan dengan sosok nonpetahana.
Mari kita lihat dari lima provinsi di Jawa ini. Dari kelimanya, tiga di antaranya, yakni Pilkada Jakarta, Jabar, dan Jatim, berpeluang diikuti oleh petahana dan semuanya mendominasi potensi elektoral dibandingkan dengan calon penantangnya.
Di ketiga provinsi ini mantan gubernurnya berniat maju kembali dan tingkat keterpilihannya relatif lebih tinggi dibandingkan calon yang lain. Di Pilkada Jakarta, mantan gubernur Jakarta Anies Baswedan meraih elektoral di angka 29,8 persen. Mantan gubernur Jabar Ridwan Kamil 36,6 persen di Pilkada Jabar, dan mantan gubernur Jatim Khofifah mencapai 26,8 persen untuk Pilkada Jatim.
Sementara itu, di dua provinsi lainnya, yakni Banten dan Jateng, peluang elektoral justru muncul dari nama-nama pendatang baru dalam kontestasi pemilihan gubernur.
Di Banten, nama Airin Rachmi Diany muncul sebagai peraih elektoral tertinggi. Mantan gubernur Banten, Wahidin Halim, cenderung memberikan sinyal tidak maju kembali meskipun baru satu periode memimpin Banteng.
Sementara di Jateng, dengan mantan gubernur Ganjar Pranowo yang sudah memimpin selama dua periode yang otomatis tidak maju lagi, pada akhirnya muncul nama-nama baru di Pilkada Jateng. Dua di antaranya adalah Kaesang dan Ahmad Luthfi.
Pada akhirnya koalisi KIM cenderung berpeluang memenangi pilkada di wilayah-wilayah yang petahananya diusung oleh koalisi ini. Dengan mendominasi angka elektabilitas dan modal pengalaman memimpin, sosok petahana yang diusung koalisi besar seperti KIM akan lebih mudah menghadapi kontestasi. Namun, kondisi ini sedikit akan berbeda ketika KIM tidak mampu menjaga soliditasnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Survei ”Kompas” Pilgub Jakarta 2024: Anies, Ahok, atau Ridwan Kamil?