Isu kesejahteraan, terutama kemiskinan dan pengangguran, menjadi pekerjaan rumah bagi gubernur Jawa Timur mendatang.
Oleh
RANGGA EKA SAKTI
·4 menit baca
Hasil survei Kompas di Jawa Timur periode Juni 2024 merekam bahwa isu kesejahteraan menjadi salah satu agenda prioritas untuk diwujudkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur lima tahun ke depan. Hal ini setidaknya terlihat dari dua aspek utamanya, yakni tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Hasil survei merekam, penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah dalam penuntasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja masih mendapatkan penilaian buruk lebih besar dibandingkan dengan agenda lainnya. Persepsi masyarakat terhadap kedua isu ini juga terkonfirmasi jika dilihat dari data yang ada.
Secara umum, data menyebutkan tingkat kemiskinan di Jatim masih relatif tinggi. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah penduduk miskin di Jatim pada Maret 2023 mencapai 4,18 juta orang atau 10,35 persen.
Persentase penduduk miskin tersebut di atas rata-rata persentase nasional (9,3 persen). Jika dilihat lebih dalam, angka kemiskinan ini terkonsentrasi di Pulau Madura. Kabupaten Sampang menjadi contoh ekstrem, di mana lebih dari seperlima penduduknya masuk ke dalam kategori miskin.
Dengan tingkat kemiskinan di kisaran 19 persen, situasi yang tak jauh berbeda pun tampak terjadi di Kabupaten Bangkalan dan Sumenep. Meskipun relatif lebih baik, tingkat kemiskinan di Kabupaten Pamekasan juga masih tergolong memprihatinkan, yakni berada di angka 13,8 persen.
Lebih lanjut, dari 38 kabupaten kota di Jatim, 23 di antaranya memiliki tingkat kemiskinan yang lebih besar dari tingkat nasional. Sementara itu, hanya daerah-daerah perkotaan yang memiliki tingkat kemiskinan relatif rendah di bawah 5 persen, seperti Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Batu, dan Kota Madiun. Data ini bisa menjadi penanda bahwa masih ada ketimpangan ekonomi yang cukup besar di Jatim.
Hal yang kurang lebih sama juga terjadi di isu lapangan pekerjaan. Statistik pengangguran di provinsi ini juga makin mengonfirmasi kesimpulan di atas.
Memang, tingkat pengangguran di Jatim tak berbeda jauh dengan tingkat nasional di kisaran 4,8 persen. Namun, angka pengangguran di beberapa daerah di provinsi ini, seperti Sidoarjo, Gresik, Bangkalan, Malang, Kota Surabaya, dan Kota Malang, cukup mengkhawatirkan, yakni di rentang 6-8 persen.
Urgensi penuntasan isu pengangguran juga tampak dari hasil survei Litbang Kompas di Jatim kali ini. Tingkat kepuasan publik pada kerja pemerintah provinsi dalam hal membuka lapangan pekerjaan terbilang belum optimal. Tak sampai 60 persen dari responden yang merasa puas dengan upaya pemerintah membuka lapangan kerja.
Aspek keagamaan
Selain menangkap sejumlah hal yang masih jadi beban, survei Litbang Kompas menangkap sejumlah hal yang menjadi catatan positif, yakni kerja-kerja pemerintah daerah dalam hal pelayanan publik, terutama yang terkait dengan aspek keagamaan.
Misalnya, soal penyediaan tempat beribadah, yang dinilai baik oleh mayoritas responden (96,2 persen). Tak jauh berbeda, penyediaan lahan pemakaman pun dinilai positif oleh 89 persen responden di survei ini.
Apresiasi positif ini juga tampak dari sisi kerja-kerja pemerintah provinsi dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Membaiknya persepsi tentang kerja-kerja pemerintah daerah dalam hal toleransi ini patut diapresiasi.
Meskipun begitu, masih ada aspek-aspek krusial yang tampak belum dapat digarap secara maksimal oleh pemerintah provinsi. Salah satunya terkait penyediaan pengelolaan sampah dan limbah. Terkait indikator ini, tingkat kepuasan responden hanya berada di kisaran 60 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan indikator kinerja lainnya.
Bagaimanapun, persoalan sampah tidak hanya tampak pada hasil survei. Persoalan sampah yang tak terkelola bisa dirasakan ketika menyusuri sungai dan pantai di sejumlah wilayah di Jatim.
Selain itu, kinerja di bidang kebudayaan juga relatif belum memuaskan. Hal ini tampak dari tingkat kepuasan responden di survei ini terhadap upaya pemerintah provinsi menyediakan sarana budaya, seperti galeri, tempat pertunjukan, atau museum seni. Pada indikator ini, hanya ada 58 persen dari responden yang mengaku puas.
Agenda perbaikan
Keberadaan sejumlah indikator yang masih dinilai kurang maksimal ini memunculkan harapan atau angan paling besar untuk diperbaiki oleh pemerintah daerah. Sebanyak 95,4 persen responden merasa peningkatan kesempatan kerja menjadi agenda yang perlu mendapat prioritas utama.
Tingkat perhatian ini lebih besar dibandingkan dengan agenda lain, seperti pembangunan infrastruktur bagi masyarakat pesisir dan desa terluar, yang dipilih oleh 89 persen responden.
Tak kalah penting, selain pengangguran, penuntasan kemiskinan juga mendapat sorotan masyarakat. Nyatanya, tak kurang dari sebagian responden di survei ini yang mengaku agenda ini jadi yang paling penting untuk dilakukan pemerintahan ke depan.
Upaya perbaikan ini tampak makin mendesak untuk bisa dilakukan kepada kelompok yang marginal secara ekonomi, seperti petani dan nelayan. Berdasarkan survei, upaya pemerintah provinsi untuk memajukan sektor perikanan relatif rendah, yakni 56,6 persen.
Agenda perbaikan ke depan, terutama masalah ekonomi dan kesejahteraan, masih menjadi catatan pembangunan di Jatim selama ini. Berbagai masalah ini akan menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh mereka yang akan bersaing dalam Pemilihan Gubernur Jatim pada November 2024.
Melihat derajat penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah ini, kontestasi pemilihan kepala daerah idealnya juga menjadi arena adu gagasan dan program untuk mengatasi persoalan ekonomi masyarakat.
Dengan demikian, diharapkan, jawaban untuk mengatasi berbagai persoalan ekonomi dan tantangan peningkatan kesejahteraan dapat segera diwujudkan bagi masyarakat Jatim. (LITBANG KOMPAS)