Pulau Jawa Kunci Kemenangan Prabowo-Gibran
Istilah ”Jawa adalah kunci” menjadi kenyataan di Pemilu 2024. Prabowo-Gibran unggul dan dominan di wilayah ini.
Dominasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pulau Jawa tak terelakkan. Hasil real count KPU per 20 Februari menunjukkan pasangan ini mampu menguasai suara lebih dari 57,5 persen di Pulau Jawa.
Perolehan ini jauh lebih besar dibandingkan calon lain. Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 22 persen suara, sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD meraih 20,4 persen suara.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Secara demografi, Jawa bisa dilihat sebagai kunci kemenangan karena jumlah pemilihnya yang besar. Pada Pemilu 2024, tidak kurang dari 115 juta pemilih tinggal di wilayah ini. Artinya, lebih dari separuh total pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) memilih di Pulau Jawa.
Dari enam provinsi di Pulau Jawa, Jawa Timur menjadi yang paling dikuasai. Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 ini menguasai 66,7 persen lebih suara. Perolehan suara pasangan tersebut jauh mengungguli Anies-Muhaimin dengan capaian 16 persen dan Ganjar-Mahfud yang memperoleh 24,7 persen suara.
Jawa Timur menjadi keping puzzle paling besar dari penguasaan suara Prabowo-Gibran pada pemilu kali ini. Pasalnya, Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia, yakni 34,1 juta orang. Artinya, jumlah pemilih di provinsi ini sudah lebih dari 15 persen dari total DPT nasional.
Penguasaan pasangan calon ini di Jawa Timur cukup merata. Dari 38 kabupaten dan kota di provinsi ini, suara Prabowo-Gibran hanya relatif kurang kuat di Pulau Madura.
Di Sampang, misalnya, suara pasangan calon nomor urut 2 ini berada di angka 45,5 persen, di bawah pasangan Anies-Muhaimin yang memenangi 46,8 persen suara. Selaras, perolehan pasangan ini di angka lebih dari 51,4 persen juga mengungguli Prabowo-Gibran di Pamekasan yang mendapat 42,2 persen suara.
Suara Prabowo-Gibran di Pulau Madura hanya kokoh di Bangkalan. Di ujung pulau itu, pasangan ini mendapat suara mayoritas, dengan jarak yang cukup lebar dari pasangan calon nomor 1 yang mendapat 28 persen suara. Sementara itu, meski suara Prabowo-Gibran masih tertinggi, di angka 46,3 persen, persaingan dengan Anies-Muhaimin yang meraih 41,9 persen suara masih cukup ketat dengan perbedaan di bawah 5 persen.
Pergeseran suara di Jawa Timur ini menarik untuk ditelaah lebih dalam. Secara tradisional, suara di Jawa Timur terbagi dua aksis, yakni aksis nasionalis dan religius. Aksis agamais dominan di Jawa Timur bagian timur, meliputi kawasan tapal kuda dan Madura. Sebaliknya, aksis nasionalis dominan di Jawa Timur bagian barat atau kerap disebut dengan daerah ”Mataraman”.
Dikotomi dua aksis ini tampak pecah pada Pemilu 2024. Suara Anies-Muhaimin, dengan sosok Muhaimin yang merupakan ketua umum partai Islam tradisional sekaligus memiliki ikatan kuat dengan keluarga NU, tidak mampu mengunci kemenangan di wilayah-wilayah tradisional aksis agamais.
Hal ini terlihat dari suara pasangan nomor 1 yang mentok pada angka 30 persen di beberapa daerah potensial, seperti Situbondo (36,54 persen) dan Bondowoso (33,01). Bahkan, di Jember dengan kultur pesantren yang kuat dan dikuasai PKB pada Pileg 2019, suara pasangan ini tak mampu menembus angka 17 persen.
Baca juga: Membaca Arah Pilihan Pemilih Luar Jawa di Pemilu 2024
Jawa Barat tetap dikuasai
Seperti telah diprediksi sebelumnya, tak sulit bagi pasangan Prabowo-Gibran untuk mendulang kemenangan di Pulau Jawa bagian barat. Pasalnya, dua provinsi di Pulau Jawa bagian barat, yakni Banten dan Jawa Barat, sudah jadi lumbung suara Prabowo setidaknya sejak Pemilu 2019.
Saat itu, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat suara nyaris 60 persen di Jawa Barat. Capaian pasangan ini bahkan lebih besar di Banten, dengan perolehan lebih dari 61,5 persen. Maka, tak sulit untuk mengamini bahwa ekspektasi Prabowo untuk kembali mendulang kemenangan di dua provinsi ini besar.
Ekspektasi ini pun dijawab dengan tuntas oleh pasangan ini. Suara Prabowo-Gibran di Banten terjaga di angka 56,6 persen. Suara pasangan ini di Jawa Barat bahkan lebih tinggi, di atas 58 persen.
Meskipun begitu, suara dari pasangan nomor urut 1 di kedua provinsi ini tak bisa diremehkan. Di Banten, Anies-Muhaimin meraup lebih dari sepertiga suara. Adapun perolehan di Jawa Barat sedikit di bawah Banten, yakni di angka 32,15 persen.
Besarnya pengaruh Anies-Muhamin ini khususnya terasa di tiga daerah, yakni Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kuningan. Di Kuningan, perolehan pasangan ini di angka 45,4 persen, mengungguli Prabowo-Gibran dengan suara sebesar 43,3 persen.
Walau kalah, perlawanan pasangan Anies-Muhaimin di Bekasi dan Depok masih cukup terasa. Di Kota Bekasi, pasangan ini meraih 41,2 persen suara, berselisih 3 persen dari pasangan Prabowo-Gibran. Sementara di Kota Depok, Anies-Muhaimin mengamankan 41,7 persen suara, lebih kecil sekitar 4 persen dari perolehan Prabowo-Gibran sebesar 45,6 persen.
Di wilayah Banten, situasi itu mirip dengan yang terjadi di Tangerang dan Tangerang Selatan. Di kedua daerah ini, suara Anies-Muhaimin relatif besar, di angka 36,2 persen dan 37 persen. Meskipun demikian, angka tersebut berselisih cukup jauh dengan Prabowo-Gibran dengan raihan 48,9 persen dan 46,4 persen suara.
Baca juga: Mengapa Prabowo Menang, tetapi Gerindra Kalah?
Jakarta dinamis
Besarnya perlawanan di Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan ini bisa jadi dipengaruhi dinamisnya situasi di wilayah Jakarta.
Seperti diketahui, kedua kota ini masih termasuk dalam wilayah aglomerasi Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Tidak mengherankan, suasana yang muncul di Jakarta sedikit banyak akan dirasakan di kawasan sekitarnya.
DKI Jakarta menjadi satu-satunya provinsi di mana Prabowo-Gibran tidak berhasil menguasai mayoritas suara. Meski tetap unggul, perolehan pasangan ini baru menyentuh angka 41,5 persen.
Capaian ini tak jauh berbeda dengan Anies-Muhaimin yang mengantongi 40,7 persen suara. Bahkan, di tiap kota administrasi, tidak ada satu pasangan calon pun yang mampu meraih suara 50 persen.
Ditelaah lebih jauh, pertarungan dari kedua pasangan ini tampak ketat di tiap kota administrasi di DKI Jakarta. Di Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, pasangan nomor urut 1 berhasil mengungguli Prabowo-Gibran. Bahkan, di Jakarta Selatan, jarak keunggulan Anies-Muhaimin cukup jauh, yakni 9 persen lebih.
Meskipun begitu, Prabowo-Gibran mampu memenangi tiga daerah lain. Di Jakarta Barat dan Jakarta Utara, pasangan ini berhasil menempati urutan pertama dengan selisih yang cukup jauh, di kisaran 8 sampai 9 persen. Bahkan, selisih suara Prabowo-Gibran dengan Anies-Muhaimin di Kepulauan Seribu lebih besar lagi, lebih dari 10 persen.
Baca juga: Suara Terbuang Terpapas Ambang Batas Parlemen
”Kandang banteng”
Kukuhnya dominasi Prabowo-Gibran di Pulau Jawa tak lepas dari penurunan suara di ”kandang banteng”. Wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh para pendukung PDI-P ternyata tidak mampu dipertahankan dalam pemilu ini. Hal ini tampak dari kekalahan pasangan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah, salah satu wilayah penguasaan tradisional PDI-P.
Di provinsi ini, kemenangan Prabowo-Gibran terjadi dengan cukup merata. Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, pasangan ini hanya kalah di dua daerah, yakni Wonogiri dan Boyolali.
Di Wonogiri, pasangan Ganjar-Mahfud unggul dengan perolehan yang nyaris menyentuh angka 50 persen. Sementara Prabowo-Gibran tertinggal dengan perolehan suara 41,3 persen. Selaras, dengan capaian 47 persen suara, Ganjar-Mahfud berhasil mengungguli pasangan nomor urut 2 yang meraih 44,6 persen suara di Boyolali.
Walau unggul di sebagian besar daerah, terpantau persaingan antara pasangan nomor urut 2 dan 3 cukup ketat di beberapa kabupaten/kota. Di Purworejo, misalnya, keunggulan Prabowo-Gibran dengan perolehan 45,2 persen tak terpaut jauh dengan Ganjar-Mahfud yang meraih 41,4 persen suara. Hal serupa terjadi di Semarang dan Temanggung, di mana selisih suara Prabowo-Gibran hanya 3 persen dibandingkan dengan perolehan Ganjar-Mahfud.
Pada akhirnya, kemampuan Prabowo-Gibran untuk menguasai Pulau Jawa tentu menjadi salah satu kunci dalam mengamankan kemenangan di pilpres. Meskipun begitu, untuk bisa menang dalam satu putaran, tak cukup hanya mengandalkan konsentrasi suara dari Jawa.
Menurut Undang-Undang Pemilu, pasangan baru bisa dinyatakan menang satu putaran ketika berhasil meraup lebih dari 50 persen suara dari separuh provinsi seluruh Indonesia dan minimal 20 persen suara di tiap provinsi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pilihan Telah Solid Jauh Sebelum Pencoblosan