Persaingan Parpol dan Caleg di Dapil Jabar I
Dapil Jabar I memiliki persaingan politik yang cair dan terbuka, dengan komposisi pemilih yang timpang di dua kota.
Peta kekuatan politik di daerah pemilihan Jawa Barat I memiliki pola yang dinamis. Selain partai pemenang yang berubah dalam dua pemilu terakhir, para calon anggota legislatif yang bersaing pun belum memiliki basis pemilih loyal. Pendek kata, dapil Jawa Barat I menjadi arena pertarungan politik yang cair dan terbuka pada Pemilu 2024.
Keterbukaan persaingan politik di dapil Jawa Barat I yang terdiri dari Kota Bandung dan Kota Cimahi tak dapat dilepaskan dari faktor karakteristik kota serta masyarakatnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dua kota yang letaknya bersebelahan ini sudah lama menjadi jantung dari Provinsi Jawa Barat. Tak berlebihan jika dikatakan sampai saat ini, dua kota inilah yang menjadi denyut perekonomian ”Bumi Pasundan”.
Pembangunan infrastruktur yang cukup memadai menopang kehidupan masyarakatnya dan menjadikan gaya kehidupan urban sebagai salah satu karakteristik kedua kota.
Sebagai salah satu tujuan migrasi, kepadatan penduduk kedua kota bertambah dengan cepat. Itulah sebabnya, sejak Pemilu 2009, dapil Jabar I mendapat penambahan jatah satu kursi DPR menjadi tujuh kursi dibandingkan dengan Pemilu 2004.
Berdasarkan daftar calon tetap (DCT) dari KPU, di dapil Jabar I pada Pemilu 2024 ada 123 calon anggota legislatif (caleg) yang bersaing. Jumlah ini bertambah 21 orang dibandingkan dengan Pemilu 2019 yang berjumlah 102 caleg.
Merujuk rasio kursi yang diperebutkan dengan jumlah pemilih di dapil Jabar I yang mencapai 2.289.2115 orang, kuota satu kursi di dapil ini mencapai 302.134 pemilih. Artinya, seorang caleg berpeluang besar meraih kursi jika mampu meraup dukungan pemilih dengan jumlah tersebut. Rasio satu kursi dengan jumlah pemilih ini relatif meningkat dibandingkan dengan Pemilu 2019.
Dilihat dari komposisi pemilih di dapil Jabar I, proporsi pemilih sangat timpang di dua kota di dapil tersebut. Sebanyak 1.872.381 pemilih (81,8 persen) berasal dari Kota Bandung, sedangkan sisanya 416.734 pemilih (18,2 persen) berada di Kota Cimahi.
Porsi pemilih di Kota Bandung yang lebih banyak menguatkan kekhasan politik masyarakat urban di dapil Jabar I. Arena politik masyarakat urban inilah yang juga menjadi salah satu alasan ketiadaan partai yang mampu menjadi juara bertahan dalam dua kali pemilu berturut-turut.
Mobilitas masyarakat yang begitu cair dan ideologi atau cara pandang (konservatif, moderat, hingga progresif) yang tercampur pada setiap individu akhirnya memengaruhi preferensi politik.
Pada Pemilu 2004, Partai Amanat Nasional (PAN) menang dan merebut dua kursi DPR di dapil Jabar I. Berlanjut di Pemilu 2009, giliran Partai Demokrat menjadi pemenang di dapil Jabar I dengan 527.624 suara (38,8 persen) dan mendapat tiga kursi DPR. Pada Pemilu 2014, gantian PDI-P menang dengan 329.095 suara (23 persen) dan membawa jatah dua kursi parlemen.
Pada Pemilu 2019, secara cukup mengejutkan, PKS berhasil membawa jatah dua kursi parlemen dengan perolehan 344.632 suara (20,2 persen) dan menjadi partai pemenang di dapil Jabar I.
Persaingan ketat justru terjadi antara PDI-P dan Partai Gerindra yang berada di dua urutan berikutnya dengan selisih hanya 0,4 persen suara dengan jatah satu kursi DPR. Secara berurutan, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem berbagi jatah satu kursi parlemen pada Pemilu 2019.
Saling bergantinya partai pemenang pemilu di dapil Jabar I tampaknya akan terjadi lagi saat Pileg 2024. Tiga partai yang berada di posisi teratas pada pemilu lalu sekarang berada di koalisi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden berbeda.
Merujuk pada hasil survei Kompas periode Desember 2023, faktor ekor jas (coattail effect) berdampak cukup signifikan terhadap elektabilitas tiap-tiap partai politik.
Baca juga: Akankah Jawa Tengah Tetap Jadi ”Kandang Banteng”?
Petahana dan pesohor
Persaingan ketat diperkirakan tak hanya terjadi di tingkat partai politik, tetapi juga pada setiap caleg yang maju di dapil Jabar I. Caleg petahana dan pesohor tentu menjadi ujung tombak partai-partai besar untuk merebut suara pemilih di Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Sebagai partai pemenang di 2019, kali ini PKS kembali mengajukan dua caleg petahana, Ledia Hanifa dan Teddy Setiadi. Ledia Hanifa terbilang berpengalaman di parlemen sejak terpilih pada Pemilu 2009 dan menjadi salah satu kader loyal yang bergabung sejak 1998 ketika PKS masih bernama Partai Keadilan. Pada Pemilu 2019, Ledia mengumpulkan 117.555 suara, 34 persen dari keseluruhan suara yang berhasil didapat PKS.
PDI-P kali ini mengandalkan ”duo Siahaan”, yakni Nico Siahaan yang berstatus petahana serta Marcell Siahaan yang juga dikenal sebagai penyanyi dan aktor. Sejak bergabung dengan PDI-P pada 2014, Nico Siahaan langsung unjuk kemampuan dengan terpilih dalam Pemilu 2014 (64.980 suara) dan Pemilu 2019 (69.237 suara). Tentu, Marcell Siahaan akan coba mengulang kesuksesan rekannya tersebut.
Mirip dengan PDI-P, Partai Gerindra juga mengajukan dua caleg yang tak asing, yakni Sodik Mudjahid yang berstatus petahana dan Melly Goeslaw. Sodik Mudjahid telah duduk di kursi parlemen sejak 2014 dari dapil Jabar I.
Model menggabungkan caleg petahana dan caleg populer juga digunakan Partai Golkar yang mengajukan Nurul Arifin dan Atalia Praratya. Sepak terjang Nurul Arifin di dunia politik sudah dikenal publik setelah terpilih pada Pemilu 2009 dan 2019. Nurul juga dikenal sebagai Staf Khusus Pimpinan DPR pada 2014-2017. Adapun Atalia Praratya adalah istri dari mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Caleg petahana lain ialah Muhammad Farhan dari Partai Nasdem dan Agung Budi Santoso dari Partai Demokrat. Keduanya sama-sama baru terpilih pada Pemilu 2019 dan meraih suara tertinggi dibandingkan dengan caleg lain di partai politik masing-masing.
Selain itu, ada deretan nama caleg lain yang patut menjadi sorotan, yakni Syarief Muhammad (PKB), Clarissa Tanoesoedibjo (Perindo), Agung Budi Santoso (Demokrat), Rasyid Rajasa (PAN), Farhat Abbas (Partai Kebangkitan Nasional), dan Giring Ganesha Djumaryo (PSI).
Baca juga: Menakar Kontestasi Caleg di Dapil Jateng VII
Pemilih rasional
Kendati karakteristik dapil Jabar I mengarah pada kehidupan masyarakat urban yang cenderung kritis, popularitas sosok masih menjadi salah satu cara bagi parpol dan caleg untuk mendapat dukungan pemilih. Cara kampanye populis, seperti memasang baliho, mengadakan acara berhadiah, hingga bagi-bagi bantuan, masih banyak dilakukan partai dan caleg.
Dalam hal ini, parpol dan caleg yang berlaga memainkan strategi kampanye masif demi mengangkat popularitas. Strategi ini dilakukan untuk membidik karakteristik pemilih di dapil Jabar I yang masih melihat popularitas tokoh dan pengaruh dari lingkup keluarga atau pergaulan.
Di sisi lain, di tengah karakteristik masyarakat dapil Jabar I yang rasional, caleg sebenarnya dituntut lebih banyak menawarkan gagasan yang lebih menjawab permasalahan sosial hingga lingkungan yang dialami masyarakat sehari-hari. Tipe pemilih rasional ini berorientasi pada program kerja dan konsep kebijakan yang diajukan caleg di masa kampanye.
Parpol atau caleg yang dapat memberikan tawaran politik realistis dan menjawab persoalan berpeluang besar menjadi pengubah permainan (game changer) di dapil Jabar I. (LITBANG KOMPAS)