Mendata Pemilih, Meningkatkan Partisipasi di Pemilu 2024
Memastikan hak pilih warga negara dan pemilih menggunakan hak suaranya di hari pemungutan suara nanti menjadi dua faktor yang turut menentukan kualitas penyelenggaraan pemilu.
Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2024 telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum pekan lalu. Pendataan pemilih akan tetap menjadi agenda untuk menjamin hak konstitusional warga negara. Selain pendataan, meningkatkan partisipasi pemilih juga menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, terutama bagi penyelenggara pemilu.
Daftar Pemilih Tetap (DPT) sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pekan lalu. Total pemilih yang memiliki hak pilih di Pemilu 2024 mencapai 204.807.222. Jumlah ini meningkat sekitar 12 juta pemilih dibandingkan Pemilu 2019.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Peningkatan jumlah ini tidak lepas dari perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang bertambah sepanjang lima tahun terakhir ini, termasuk dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memenuhi syarat menjadi pemilih, seperti sudah memenuhi syarat usia minimal 17 tahun atau sudah/pernah menikah.
Menurut keterangan KPU, DPT yang ditetapkan sudah melalui proses verifikasi yang panjang. Penyusunan daftar pemilih ini melibatkan petugas pemutakhiran pemilih dan rekapitulasinya dilakukan secara berjenjang dari KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, hingga ditetapkan di tingkat nasional oleh KPU RI.
KPU sendiri juga menyatakan, bagi warga negara yang memenuhi syarat menjadi pemilih tetapi belum masuk ke dalam DPT bisa dilakukan pendataan sebagai pemilih khusus. Bagaimanapun pendataan ini penting guna menjamin hak konstitusional warga negara untuk bisa menggunakan hak pilihnya di pemilu.
Meskipun demikian, tantangan pendataan ini juga tidak mudah. Salah satunya dari antusiasme publik dalam mengawal proses pendataan pemilih ini. Litbang Kompas pernah merekam dalam jajak pendapatnya bagaimana publik cenderung kurang aktif mengecek apakah nama mereka sudah masuk daftar pemilih atau tidak. Sepertiga lebih bagian responden mengaku tidak melakukan pengecekan di laman data pemilih KPU.
Hal ini senada dengan jajak pendapat Litbang Kompas pertengahan Januari lalu di mana 43,2 persen responden mengakui sudah masuk dalam daftar pemilih untuk Pemilu 2024 tetapi belum memastikan apakah namanya sudah ada dalam link pengecekan pemilih yang disediakan KPU. Sebagian responden lainnya malah mengaku belum tahu apakah namanya sudah masuk atau belum ke dalam daftar pemilih.
Hal ini memberikan sinyal bahwa kebijakan stelsel aktif bagi pemilih untuk secara mandiri melakukan pengecekan, bahkan melakukan pendaftaran secara aktif jika namanya belum masuk daftar pemilih, cenderung belum secara antusias dilakukan pemilih.
Pemilih cenderung pasif bergantung pada aktifitas coklit yang dilakukan penyelenggara pemilu di lapangan atau sekadar meyakini namanya sudah masuk daftar karena di pemilu dan pilkada sebelumnya terbukti sudah masuk daftar pemilh.
Baca juga: Kompetisi Meraih Kursi Dapil di Pemilu Menyempit
Tingkat persaingan
Di sisi yang lain, data pemilih tetap yang sudah dirilis KPU ini akan menjadi obyek analisa peta persaingan bagi kontestan yang akan berlaga di pemilu, terutama bagi calon anggota legislatif.
Jika dilihat dari jumlah pemilih dalam DPT yang mencapai 204 juta dan dibandingkan dengan 580 kursi yang diperebutkan di DPR, seorang calon legislatif yang berniat merebut kursi di DPR membutuhkan dukungan dari 353.115 suara pemilih.
Tentu untuk mendapatkan dukungan pemilih ini tidak mudah karena seorang calon anggota legislatif juga akan bersaing dengan ribuan caleg lainnya.
Data menunjukkan, total jumlah calon legislatif DPR mencapai 10.323 calon yang tersebar di 84 daerah pemilihan (dapil) di Indonesia. Dari total calon legislatif tersebut, jika dibandingkan dengan 580 kursi yang akan diperebutkan di tingkat nasional, seorang calon legislatif harus bersaing dengan 17-18 caleg lainnya.
Tentu ini skema kontestasi secara umum di tingkat nasional. Pada akhirnya skema persaingan akan bergantung pada derajat kompetisi di tingkat dapil.
Jika mengacu DPT yang sudah ditetapkan KPU pekan lalu, sebagian besar pemilih terkonsentrasi di Jawa. Bisa dikatakan tingkat persaingan lebih tajam ada di wilayah ini, terutama di kantong-kantong pemilih yang lebih besar.
Hal ini terekam di mana dari DPT menyebutkan, separuh lebih pemilih (56 persen) berasal dari wilayah enam provinsi di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Banten. Tak pelak, tingkat persaingan memperebutkan suara pemilih di Jawa ini akan tetap lebih ketat dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Semakin ketatnya persaingan memperebutkan suara pemilih di Jawa juga terekam dari hasil analisis Litbang Kompas terhadap distribusi kursi.
Hasilnya, persaingannya makin menyempit, artinya tidak banyak partai politik yang mendapatkan kursi di dapil. Salah satunya di dapil berkursi banyak yang sebagian besar ada di Jawa karena jumlah pemilihnya yang relatif lebih banyak.
Sebut saja misalnya dapil dengan 9 kursi yang mengalami penurunan tingkat persaingan. Di Pemilu 2014, rata-rata dari dapil ini ada 4-9 partai politik yang berhasil meraih kursi. Namun, di Pemilu 2019 cenderung menurun hanya 3-9 partai politik.
Hal yang sama terjadi di dapil berkursi 10. Di wilayah ini peluang partai politik juga menyempit. Jika di Pemilu 2014 rata-rata sepuluh kursi berhasil direbut 7-10 partai, di Pemilu 2019 turun menjadi 7-8 partai politik. Artinya, tidak ada lagi dapil 10 kursi yang distribusinya terbagi merata ke 10 partai politik.
Dari hasil analisis dapil di atas, tampak ada tren mulai ada partai yang berhasil mendapatkan lebih dari satu kursi di dapil dengan 10 kursi ini. Artinya, ini semakin mempersempit peluang partai lain meraih kursi. Di titik inilah yang menunjukkan tingkat persaingan sebenarnya makin tajam, terutama di wilayah Jawa yang notabene banyak dapilnya yang berkursi banyak (lebih dari 5 kursi).
Baca juga: Analisis Litbang ”Kompas”: Peran Partai dalam Membangun Partisipasi Pemilih
Partisipasi
Pada akhirnya selain memahami perbandingan jumlah kontestan, pemilih, kursi, dan tingkat kompetisinya, faktor lain yang tidak kalah penting adalah memastikan pemilih datang ke tempat pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Tingginya jumlah pemilih di sebuah dapil tidak akan memberikan insentif jika tidak disertai dengan tingkat partisipasi yang tinggi.
Jika mengikuti rekam jejak di Pemilu 2019, tampak ada angin segar terjadinya tren peningkatan partisipasi pemilih. Di pemilu yang pertama kali digelar secara serentak nasional tersebut, rata-rata tingkat partisipasinya (pemilu legislatif dan pemilu presiden) mencapai angka 81 persen. Hasil ini tercatat melebihi target yang ditetapkan KPU saat itu sebanyak 77,5 persen.
Kini, di Pemilu 2024, KPU menaikkan target angka partisipasi mencapai 79,5 persen yang diharapkan bisa dicapai dengan pengalaman di Pemilu 2019. Salah satu peluang yang bisa diharapkan untuk mendongkrak angka partisipasi adalah dengan menggairahkan pemilih mula dan muda yang relatif mendominasi di pemilu tahun depan.
Hal ini mengacu pada pendataan pemilih yang sudah dirilis KPU dalam penetapan DPT. Tercatat, sebagian besar dari pemilih secara usia masuk kategori 40 tahun ke bawah, yakni sekitar 52 persen dari pemilih.
Rinciannya, pemilih berusia di bawah 17 tahun sebanyak 0,003 persen, kelompok usia 17-30 ada 31,23 persen, 31-40 tahun ada 20,70 persen, dan di atas 40 tahun sebanyak 48,07 persen.
Jika merujuk survei Litbang Kompas, antusiasme pemilih mula dan muda untuk menggunakan hak pilihnya relatif tinggi, yakni di atas 80 persen mengaku akan menggunakan hak pilihnya di pemilu nanti. Namun, karakter pemilih mula dan muda ini potensial menjadi swing voters alias pemilih yang mengambang, bergantung daya tarik dari pemilu itu sendiri.
Pada titik inilah yang menjadi pekerjaan rumah, tidak hanya bagi penyelenggara, tetapi juga kontestan, untuk menawarkan sesuatu yang menarik bagi pemilih agar kemudian mampu mendorong pemilih mula dan muda ini tergerak berpartisipasi di pemilu dengan menggunakan hak pilihnya di bilik suara nanti. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Verifikasi Menjadi Ujian Awal Bakal Caleg Pemilu 2024