Ekspansi Kelapa Sawit di Masa Moratorium
Ekspansi perkebunan kelapa sawit masih terjadi meski moratorium diberlakukan selama tiga tahun. Suatu ironi, di negeri produsen terbesar minyak sawit, konsumennya tidak menikmati harga minyak goreng yang murah.
Gejolak harga minyak goreng masih menjadi persoalan di hilir industri kelapa sawit. Sementara di bagian hulu, ekspansi perkebunan kelapa sawit terus terjadi meski moratorium diberlakukan selama tiga tahun.
Terjadi perluasan kebun dan peningkatan produksi minyak sawit. Ironisnya, konsumen masih menghadapi harga minyak goreng, produk olahan dari minyak sawit, yang mahal.
Sembilan bulan yang lalu batas pemberlakuan moratorium perizinan kebun kelapa sawit telah berakhir. Kebijakan moratorium yang semula bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit melalui intensifikasi kebun tanpa melakukan ekspansi kini tidak lagi berlaku.
Belum diketahui apakah pemerintah akan melanjutkan atau memperpanjang moratorium sehingga perizinan kebun sawit baru menjadi keran yang terbuka lebar.
Belum diketahui apakah pemerintah akan melanjutkan atau memperpanjang moratorium sehingga perizinan kebun sawit baru menjadi keran yang terbuka lebar.
Moratorium kelapa sawit hanya berjalan selama tiga tahun. Kebijakan itu dikeluarkan pada 19 September 2018 melalui Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Inpres tersebut ditujukan kepada instansi pemerintahan pusat dan daerah untuk mengevaluasi kembali izin pelepasan kawasan serta menunda pembukaan lahan kebun sawit baru selama tiga tahun. Periode moratorium berakhir pada18 September 2021.
Banyak catatan penting selama periode moratorium kelapa sawit ini berjalan. Hal itu menyangkut teknis pelaksanaan intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas yang berjalan lamban, hingga isu lingkungan, agraria, perburuhan, dan sebagainya.
Hal utama yang paling tampak dan menjadi sorotan adalah tidak tercapainya tujuan moratorium yang ingin meningkatkan produktivitas kelapa sawit melalui intensifikasi kebun, tanpa melakukan ekspansi. Ekspansi masih terjadi, artinya izin pembukaan atau perluasan lahan kebun sawit baru terus berlangsung.
Baca juga: Ekspansi Kelapa Sawit ke Indonesia Timur
Luas bertambah
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, selama periode 2018-2021 terjadi penambahan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,4 persen atau bertambah 337.300 hektar, dari 14,32 juta hektar pada tahun 2018 menjadi 14,66 juta hektar pada tahun 2021.
Dengan penambahan luas areal kebun sawit tersebut, produksi minyak sawit pun meningkat. Peningkatan produksi dalam tiga tahun terakhir tercatat sebesar 7,8 persen atau sebanyak 3,3 juta ton minyak sawit.
Peningkatan terbesar pernah terjadi pada tahun 2019, yaitu sebanyak 9,9 persen atau 4,2 juta ton. Tahun 2021, produksi minyak sawit Indonesia sudah mencapai 46,2 juta ton.
Dilihat berdasarkan status pengusahaan, sebanyak 60 persen minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) diproduksi oleh perkebunan besar swasta, sebanyak 35 persen oleh perkebunan rakyat, dan sisanya oleh perkebunan besar negara.
Produksi minyak sawit Indonesia ini menguasai porsi sekitar 60 persen dari total produksi minyak sawit global. Negara tetangga kita, Malaysia, menjadi negara produsen minyak sawit terbesar kedua yang menguasai porsi 25-30 persen.
Produksi minyak sawit Indonesia ini menguasai porsi sekitar 60 persen dari total produksi minyak sawit global.
Penambahan areal perkebunan kelapa sawit terjadi baik pada perusahaan perkebunan besar maupun perkebunan milik rakyat. Pada perusahaan perkebunan besar, penambahan terjadi sekitar 67.500 hektar atau hanya 1 persen.
Sementara areal perkebunan sawit milik rakyat bertambah sekitar 5 persen atau 269.800 hektar. Hingga tahun 2021, areal perkebunan sawit milik rakyat mencapai 6 juta hektar, sedangkan luas perkebunan besar kelapa sawit lebih dari 8,5 juta hektar.
Meski penambahan areal kebun sawit oleh perkebunan besar tidak banyak, pada periode tiga tahun moratorium tersebut terjadi penambahan jumlah perusahaan perkebunan besar kelapa sawit.
Jika pada tahun 2018 baru ada 2.052 perusahaan, tahun 2021 jumlahnya bertambah 840 perusahaan menjadi 2.892 perusahaan. Hal ini mengindikasikan minat penguasaan lahan kelapa sawit cukup besar.
Baca juga : Penataan Bisnis Minyak Sawit
Tengah dan timur
Lalu di daerah mana perluasan perkebunan kelapa sawit itu terjadi? Melihat perkembangan selama tiga tahun terakhir, perluasan kebun kelapa sawit paling banyak terjadi di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, khususnya Pulau Kalimantan.
Kalimantan yang menjadi sentra kelapa sawit bertambah luasannya lebih dari 400.000 hektar. Penambahan terbanyak terjadi di Kalimantan Barat (302.000 ha), disusul dengan Kalimantan Tengah (174.000 ha). Dua provinsi lainnya, yakni Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, mengalami pengurangan luasan lahan masing-masing sekitar 60.000an ha.
Daerah Riau yang masih menjadi produsen kelapa sawit nomor satu di Indonesia juga bertambah luasan kebun kelapa sawitnya, tetapi angkanya di bawah Kalbar dan Kalteng. Penambahan luas kebun sawit di Riau selama tiga tahun tercatat 153.000 ha. Penambahan terbanyak terjadi pada tahun 2020, yaitu sekitar 120.000 ha.
Secara keseluruhan, di Pulau Sumatera terjadi pengurangan luasan kebun kelapa sawit sekitar 93.000 ha. Berkurangnya luas lahan itu terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Kepulauan Riau.
Data BPS menunjukkan, pengurangan lahan terbesar dialami oleh Sumut, yakni 265.000 ha. Pengurangan tersebut sudah berlangsung sejak 2019 dan terjadi secara gradual hingga 2021.
Luasan perkebunan kelapa sawit juga terjadi di Pulau Sulawesi. Namun, jumlahnya tidak signifikan dan terkonsentrasi di Sulawesi Barat. Luasan kebun sawit di Sulbar berkurang 22.000 hektar menyisakan tutupan sawit seluas 145.000 ha.
Ekspansi kebun kelapa sawit juga terjadi di wilayah timur Indonesia yang mencapai ke Papua. Luasan kebun sawit di Papua kini seluas 181.000 ha atau meningkat 15 persen dalam jangka waktu tiga tahun. Jika ditarik satu dekade ke belakang, luas kebun sawit di Papua bahkan bertambah dua kali lipat.
Ekspansi ke timur berlangsung akibat pembukaan kawasan hutan menjadi lahan sawit di bagian barat Indonesia sudah semakin masif dan mulai muncul kesulitan untuk mendapatkan lahan baru sehingga wilayah timur Indonesia menjadi target sasaran baru.
Penambahan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia ini semakin memperburuk citra Indonesia di mata internasional terkait deforestasi. Tidak itu saja, Indonesia masih berjuang keras mewujudkan syarat industri kelapa sawit berkelanjutan yang menjadi tuntutan pasar global.
Kebijakan moratorium sebenarnya telah menunjukkan itikad baik Indonesia agar produk kelapa sawitnya diakui di dunia. Sayangnya, kebijakan tersebut tidak membuahkan hasil karena ekspansi masih terjadi.
Peningkatan produksi belum bisa tanpa memperluas lahan. Upaya intensifikasi lahan lewat peremajaan pohon tua dan penanamnan bibit baru yang lebih unggul berjalan lamban.
Perluasan lahan terlihat sebagai jalan pintas untuk meningkatkan produksi. Sayangnya, meski produksi minyak sawit meningkat, masyarakat di negeri produsen terbesar di dunia ini masih kesulitan mendapatkan produk olahan minyak sawit (minyak goreng) dalam harga yang murah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengatur Ulang Industri Sawit