KPU Simulasikan Jadwal Pilkada Ulang, Tahapan Dimulai Setelah Sengketa di MK Berakhir
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan, pihaknya mengantisipasi kemenangan calon tunggal. Jadwal-tahapan disusun.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum akan membuat simulasi tahapan dan jadwal pemilihan kepala daerah ulang 2025 untuk mengantisipasi kemenangan kotak kosong. Tahapan akan dimulai setelah putusan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi kemenangan calon tunggal di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Simulasi terkait jadwal dan tahapan pilkada ulang sedang disusun agar dapat segera dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Menurut dia, ada kemungkinan sejumlah tahapan pilkada dipadatkan menjadi kurang dari 11 bulan. Namun, tahapan-tahapan terkait pencalonan dan penyiapan daftar pemilih tetap akan dipertahankan seperti di Pilkada 2024. Tahapan yang kemungkinan dapat dipadatkan hanya terkait persiapan.
Meskipun demikian, tahapan pilkada ulang tetap baru dapat dimulai setelah perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi. Jadwal akan disesuaikan dengan mengacu pada keputusan bahwa pemungutan suara di pilkada ulang dilakukan pada 2025.
Ada kemungkinan sejumlah tahapan pilkada dipadatkan menjadi kurang dari 11 bulan.
”Untuk tanggal pilkada ulang belum diusulkan, masih kami simulasikan,” ujarnya ditemui di kantor KPU DKI Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Baca juga: Simulasi Coklit Data Hak Pilih Pilkada 2024
Pada Pilkada 2024 terdapat 35 daerah dengan calon tunggal dari 545 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Sementara sejak calon tunggal pertama kali muncul di Pilkada 2015 dan berlanjut di Pilkada 2017, Pilkada 2018, dan Pilkada 2020, terdapat satu kali kemenangan kotak kosong saat Pilkada 2018 di Makassar.
Pengecualian jika ada hitung suara ulang
Berdasarkan jadwal yang dibuat oleh MK, seluruh proses sengketa pilkada akan berakhir maksimal pada 11 Maret 2025 saat putusan dibacakan oleh sembilan hakim konstitusi. Perkecualian terhadap pengaturan tersebut berlaku untuk daerah-daerah yang menurut MK perlu dilakukan penghitungan suara ulang ataupun pemungutan suara ulang.
Mengacu pada Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pengajuan permohonan sengketa dijadwalkan antara 5-18 Desember 2024. Para pemohon diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonannya dalam kurun waktu tiga hari yang oleh MK dijadwalkan antara 9-20 Desember.
Perkecualian terhadap pengaturan tersebut berlaku untuk daerah-daerah yang menurut MK perlu dilakukan penghitungan suara ulang ataupun pemungutan suara ulang.
Setelah berkas diperiksa kelengkapannya, MK akan meregister permohonan tersebut pada 19 Desember hingga 6 Januari 2025. Sidang perdana dijadwalkan bakal dilakukan antara 24 Desember hingga 14 Januari, dengan agenda pembacaan permohonan atau keberatan yang diajukan pasangan calon terhadap hasil penetapan oleh KPU.
Setelah itu, MK akan mendengarkan keterangan dari KPU, Bawaslu, dan pihak terkait serta mengesahkan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan maksimal 2 hingga 31 Januari. Pembacaan putusan dismissal untuk menentukan mana perkara yang dilanjutkan dengan pembuktian atau kandas dijadwalkan antara 30 Januari hingga 17 Februari 2025.
MK akan menggelar sidang pembuktian lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ataupun ahli serta memeriksa alat bukti tambahan hingga 25 Februari 2025.
MK akan menggelar sidang pembuktian lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ataupun ahli serta memeriksa alat bukti tambahan hingga 25 Februari 2025. Rapat permusyawaratan hakim untuk membahas putusan akhir dijadwalkan berlangsung mulai dari 13 Februari hingga 6 Maret 2025. Putusan akhir akan dibacakan oleh para hakim antara 24 Februari hingga 11 Maret 2025.
Jadwal penetapan berbeda-beda
Ditanya mengenai jadwal penetapan hasil pilkada yang berbeda-beda, Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso mengatakan, hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus dihadapi oleh MK. Pilkada 2024 juga menjadi pengalaman perdana MK menangani perkara sengketa hasil pemilihan dalam suatu pilkada yang benar-benar secara serentak di 545 daerah.
”Tentu effort MK juga berlebih daripada sebelumnya. Kesiapan MK memanajemen perkara nanti juga effort-nya lebih. Tapi, kita siapkan itu tadi, 324 perkara kita simulasikan dari proses penerimaan, permohonan, persidangan, sampai putusan,” katanya.
Tentu effort MK juga berlebih daripada sebelumnya. Kesiapan MK memanajemen perkara nanti juga effort-nya lebih. Tapi, kita siapkan itu tadi, 324 perkara kita simulasikan dari proses penerimaan, permohonan, persidangan, sampai putusan.
Menurut Fajar, berdasarkan simulasi yang sudah dilakukan, sejauh ini MK masih mampu untuk menanganinya. ”Intinya, berapa pun perkara (yang masuk ke MK), Insya Allah MK siap karena itu sudah tanggung jawab ataupun kewenangannya MK,” tutur Fajar dalam perbincangan beberapa waktu lalu.
Sementara itu, hingga saat ini, MK menerima tiga permohonan pengujian UU Pilkada terkait kotak kosong. Di antaranya, perkara nomor 125/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Heriyanto, Ramdamsyah, dan Raziv Barokah yang meminta MK untuk mengatur adanya satu kotak kosong di setiap surat suara pilkada.
MK menerima tiga permohonan pengujian UU Pilkada terkait kotak kosong.
Keberadaan suara kosong atau blank vote itu untuk mengakomodasi ketidakpuasan pemilih atau ketidaksetujuan para pemilih terhadap calon yang ada. Hal ini sudah dilakukan dalam proses politik di Kolombia.
Permohonan terkait dengan kotak kosong juga diajukan oleh Wanda Cahyani Irani dan Nicholas Wijaya yang didampingi oleh Terence Cameron yang mempersoalkan Pasal 54 C Ayat (2) dan Pasal 54 D Ayat (3) UU Pilkada dalam perkara nomor 126/PUU-XXII/2024. Intinya, mereka meminta MK memperjelas surat suara untuk kotak kosong (dengan memberikan keterangan jika tak setuju dengan paslon yang ada, bisa mencoblos kotak kosong) dan jadwal pemungutan suara ulang jika kotak kosong memenangi suara.
Dalam UU Pilkada diatur, pemilihan diulang kembali tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam UU Pilkada diatur, pemilihan diulang kembali tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
Namun, khusus soal pelaksanaan pemilihan ulang, para pemohon meminta MK memberikan batasan waktu maksimal satu tahun setelah penetapan suara hasil pemilihan atau satu tahun setelah berakhirnya sengketa hasil pilkada di MK.
Selain itu, ada permohonan lain terkait kotak kosong yang hingga Selasa (17/9/2024) belum diregister. Permohonan diajukan oleh Taufik Hidayat dan Doni Istyanto Hari Mahdi yang didampingi oleh kuasa hukum mereka dari Edward Dewaruci Law Office.
Baca juga: Simulasi Pencoblosan dan Penghitungan Suara Pilkada 2024
Mereka mempersoalkan Pasal 54D Ayat (1) dan (2) UU Pilkada yang mengatur tentang penetapan paslon terpilih jika memperoleh suara lebih dari 50 persen dari suara sah untuk pilkada dengan calon tunggal. Namun, suara belum melebihi 50 persen, paslon yang kalah tersebut boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.
MK diminta untuk melonggarkan keterpilihan paslon, yaitu dengan mengubah dasar penghitungannya, menjadi melebihi 50 persen dari daftar pemilih tetap dan bukan suara sah. Selain itu, para pemohon juga meminta MK untuk melarang paslon tunggal yang sudah kalah untuk maju dalam pemilihan berikutnya.