Kian Menguatnya ”Perang Bintang” di Pilkada Jateng
Setelah sederet purnawirawan jenderal masuk di tim sukses Luthfi-Taj Yasin, kubu Andika-Hendrar berencana menyusul.
Sejumlah purnawirawan jenderal menjadi bagian dari Tim Pemenangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Kian menguatkan ”perang bintang” di Pemilihan Kepala Daerah Jateng setelah kedua bakal calon gubernur jenderal yang ada pun, yakni Ahmad Luthfi dan Andika Perkasa, berstatus purnawirawan jenderal.
Setidaknya ada delapan purnawirawan jenderal dalam komposisi Tim Pemenangan Luthfi-Taj Yasin yang diumumkan di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (7/9/2024). Di pucuk pimpinan tim pemenangan, misalnya, ada Letnan Jenderal (Purn) Anto Mukti Putranto yang juga Asisten Khusus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Prabowo seperti diketahui menjabat pula Ketua Umum Gerindra, dan partai ini menjadi salah satu partai politik pengusung Luthfi-Taj Yasin.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sebelum menjabat Asisten Khusus Prabowo pada 2022, AM Putranto pernah memimpin Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan (Kodiklat) TNI AD. Ia juga pernah menjabat Panglima Kodam II/Sriwijaya (2017-2018) selain Panglima Divisi Infanteri 1/Kostrad (2016-2017).
Selain AM Putranto, ada pula Kepala Staf TNI AD (2021-2023) Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurrachman, kemudian Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (2002-2004) yang pernah juga menjabat Gubernur Jawa Tengah pada 2008-2013, Bibit Waluyo. Dudung dan Bibit diposisikan di Dewan Pembina Tim Pemenangan Luthfi-Yasin.
Tak hanya para ”alumnus” TNI, ada pula sejumlah jenderal purnawirawan Polri. Figur yang masuk dalam tim bahkan pernah menjabat posisi strategis di institusi tersebut. Ada nama Kapolri (2013-2015) Jenderal (Purn) Sutarman dan Wakil Kapolri (2018-2020) Komjen (Purn) Ari Dono Sukamto. Kedua jenderal purnawirawan Polri ini pun menjabat dewan pembina di tim pemenangan.
Di luar nama-nama itu, masih ada Letnan Jenderal (Purn) Bakti Agus Fadjari yang jabatan terakhirnya di TNI menjabat Komandan Jenderal Akademi TNI serta Mayor Jenderal (Purn) Toto Nugroho yang terakhir menjabat Komandan Pusat Penerbangan Angkatan Darat, di dewan pembina. Kemudian di jajaran dewan penasihat, ada pula nama Letnan Jenderal (Purn) Nugroho Widyotomo yang pernah pula menjabat sebagai Panglima Komando Daerah Militer II/Sriwijaya.
Deretan purnawirawan jenderal itu otomatis semakin menguatkan ”perang bintang” di Pilkada Jateng. ”Perang bintang” sebelumnya kerap dilekatkan pada Pilkada Jateng setelah dua bakal cagub Jateng yang berkontestasi, juga berpangkat jenderal.
Ahmad Luthfi yang berpangkat komisaris jenderal (Purn), dan sebelumnya pernah menjabat Kapolda Jateng 2020-2024. Kemudian Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa yang pernah menduduki posisi tertinggi di TNI, yakni sebagai Panglima TNI 2021-2022.
Baca juga: PDI-P Umumkan Usung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi di Pilkada Jateng
Tak sebatas itu, Pilkada Jateng menjadi pertemuan Andika bersama rekan seangkatannya di Akademi Militer (Akmil). Andika yang lulusan Akmil tahun 1987 sama seperti AM Putranto dan Bakti Agus. Adapun Dudung terpaut satu tahun, yakni lulusan 1988, dan Toto Nugroho terpaut dua tahun, yakni lulusan 1989, sedangkan Nugroho lebih senior, yakni lulusan Akabri (sebelum berubah jadi Akmil) 1983.
Melihat deretan purnawirawan jenderal di kubu Luthfi-Taj Yasin, kubu kontestan lainnya di Pilkada Jateng, yakni Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, pun merencanakan melibatkan purnawirawan jenderal di tim suksesnya. ”Tentang purnawirawan jenderal mungkin ada beberapa nama, tetapi tidak banyak,” ujar Hendra saat saat dihubungi Kompas, Minggu (8/9/2024).
Tentang purnawirawan jenderal mungkin ada beberapa nama, tetapi tidak banyak.
Namun, ia belum bisa menyebutkan siapa saja purnawirawan jenderal yang akan dilibatkan dalam tim pemenangan. Pasalnya, hingga kini ia masih mendiskusikannya dengan Andika Perkasa. ”Pak Andika dan saya terus diskusikan tentang hal ini dengan struktur PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), ditunggu saja ya,” tuturnya.
Meski kelak di kedua kubu ada purnawirawan jenderal, Hendrar meminta publik tak khawatir akan terjadi gesekan di antara personel TNI dan Polri yang masih aktif utamanya di Jateng. Selain karena yang terlibat dalam tim sukses sudah lepas dari kedinasan, juga karena purnawirawan jenderal TNI dan Polri sama-sama ada di kedua kubu sehingga pasti akan sama-sama mencegah gesekan.
Adapun mengenai sebutan ”perang bintang”, Andika Perkasa pernah menyampaikan bahwa penyebutan itu tidak tepat. Yang akan terjadi di Pilkada Jateng adalah ”perang” gagasan di antara kedua calon. ”Enggaklah, ya, calonnya ada dua. Dan pasti kita berdua juga berusaha memperkenalkan siapa kami, visi misi program,” katanya, Minggu (1/8/2024).
Ketua DPP PDI-P Puan Maharani bahkan menilai sebutan perang bintang terlalu seram. ”Ini bukan perang bintang, sama-sama calon, yang kemudian punya bintang. Bukan perang bintang-lah, serem banget,” ucapnya seusai memimpin rapat konsolidasi di Kantor DPD PDI-P Jateng, Semarang, Rabu (4/8/2024).
Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah Sudaryono yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Pemenangan Luthfi-Taj Yasin pun meminta hadirnya purnawirawan jenderal di Pilkada Jateng tak disebut sebagai ”perang bintang”. Pasalnya, Ahmad Luthfi dan Andika Perkasa telah pensiun dari kedinasan Polri dan TNI sehingga yang terjadi adalah kompetisi politik di alam demokrasi.
”Pilgub (pemilihan gubernur) ini, kan, persaingan pribadi antara Pak Luthfi dan Pak Andika, jadi tidak perlu ditarik ke perang bintang,” ujarnya saat konsolidasi DPC Partai Gerindra Kabupaten Semarang di Semarang, Sabtu (7/9/2024), seperti dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Daftar Pilgub Jateng, Luthfi-Yasin Bakal Mundur dari Polri dan DPD
Sudaryono menegaskan tidak mau ada terminologi perang bintang, termasuk persaingan antara TNI dan Polri. ”Kita harus ingat bahwa TNI dan Polri adalah penjaga persatuan, itu sudah ada di struktur bangsa untuk menjaga kedaulatan,” ucapnya.
Di Pilkada Jateng, pasangan Luthfi-Taj Yasin diusung oleh sembilan partai politik (parpol). Enam parpol di antaranya bagian dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), koalisi pengusung capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilihan Presiden 2024, yakni Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Solidaritas Indonesia. Adapun tiga lainnya parpol di luar KIM, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Gabungan KIM dan parpol di luar KIM tersebut sebelumnya kerap disebut ”KIM plus”.
Baca juga: Pramono Klaim Dukungan dari Pimpinan ”KIM Plus”, Ridwan Kamil-Suswono Tak Risau
Sementara pasangan Andika-Hendrar hanya diusung oleh PDI-P. Jateng seperti diketahui kerap dikenal ”kandang banteng” alias wilayah dengan basis kuat pendukung PDI-P.
Hasil Pemilu 2024 untuk DPR, PDI-P menjadi partai dengan suara terbanyak, yakni 5.191.487 suara, serta unggul di delapan daerah pemilihan (dapil) Jateng. PDI-P hanya kalah dari Golkar di dapil Jateng II (Kudus, Jepara, dan Demak) dan X (Batang, Pekalongan, Pemalang, dan Kota Pekalongan) yang dimenangi Partai Golkar.
Perkuat jaringan teritorial
Pengamat politik dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Abdul Hakim, berpandangan, pelibatan purnawirawan jenderal dalam tim pemenangan dua kubu ini tidak terlepas dari upaya memperkuat jejaring teritorial di Jawa Tengah.
Dalam konteks ini, para purnawirawan jenderal ini diyakini lebih memiliki pemahaman teritorial yang baik, serta jejaring yang luas, dibandingkan dengan kalangan sipil.
”Mereka, kan, pasti masih berhubungan dengan mantan anak buahnya dulu, kemudian keluarganya, dan seterusnya. Lalu, mereka juga memiliki kemampuan teritorial, pemetaan daerah, pemetaan pemilih. Kalau dari kalangan sipil, mungkin enggak paham, tidak punya data, dan tidak memiliki jaringan yang kuat, yang bisa dikerahkan efektif di akar rumput, ” ujarnya.
Semua kemampuan itu dibutuhkan jika melihat karakteristik pemilih di Jateng yang sebagian besar milenial, misalnya, masih tersebar di daerah-daerah. Sebagai contoh, kawasan pantai utara atau dikenal pantura, serta Cilacap, pemilihnya besar, tetapi mereka tersebar di daerah-daerah. Kemudian, walaupun pemilihnya sudah melek dengan teknologi dan media sosial, mereka cenderung tidak peduli politik. Prioritas mereka masih ke hal-hal yang dasar, seperti pemenuhan bahan pokok, kesehatan, dan pendidikan.
”Nah, ini kaitannya kalau di kampanye, mereka membutuhkan jejaring teritorial yang kuat. Jejaring yang masuk ke daerah-daerah, termasuk pemetaan dan segala macam, ” ujar Abdul Hakim.
”Jadi, karakteristik Pilkada Jawa Tengah ini agak sedikit berbeda dengan pilpres atau pileg. Kalau di pilpres dan pileg, orang sangat terpengaruh pada pemberitaan di TV. Kemudian mereka tidak terlalu peduli dengan tawaran-tawaran jangka pendek, seperti sembako dan lain sebagainya. Walaupun itu berpengaruh, tetapi di pemilihan daerah, unsur logistik itu lebih kuat lagi pengaruhnya daripada pilpres. Kemudian juga jejaring di lapangan, kader-kader atau sukarelawan yang mau mengetuk dari pintu ke pintu, itu sangat krusial di pilkada, ” ujarnya.
Apalagi, dua kandidat yang bertarung nanti, baik Luthfi maupun Andika, bisa dikatakan ”orang baru ” di Jateng. Luthfi, meski sudah lama menjabat sebagai Kapolda Jateng, sosoknya belum terlalu mengakar di Jawa Tengah. Ini terlihat dari hasil beberapa survei.
”Artinya Pak Ahmad Luthfi pun belum benar-benar berhasil merebut hati masyarakat Jawa Tengah, belum mengakar. Masih volatile istilah di dalam politik elektoral. Jadi, nama saja itu tidak menggaransi keterpilihan Pak Ahmad Luthfi walaupun sekarang ini (elektabilitasnya) unggul. Jadi, sama-sama dalam posisi mudah goyah ini elektabilitasnya di Jawa Tengah. Karena itu, mereka butuh garansi berupa penguasaan teritorial. Masuk ke kampung-kampung, ke daerah-daerah dan dari satu pintu ke pintu. Bahkan, mungkin perlu ada semacam tawaran-tawaran yang sifatnya konkret. Nah, itu baru bisa dilirik, ” kata Abdul Hakim.
Dari sini, menurut dia, justru kekhawatirannya bukan gesekan antarkedua kubu, tetapi semakin masifnya politik uang di Pilkada Jateng. Ia melihat, titik rawannya adalah Pilkada Jateng kali ini akan berubah menjadi pertarungan material sebenarnya, vote buying, dengan mempertimbangkan karakteristik demografis pemilih di Jawa Tengah yang memang masih berorientasi pada kebutuhan pokok, kemudian tingkat pendidikan juga menengah ke bawah, serta tingkat kemiskinan yang juga masih tinggi.
”Jadi, kalau secara keamanan dan ketertiban, saya kira tidak terlalu mengkhawatirkan. Yang saya agak khawatir adalah kalau, misalnya, kedua kandidat kemudian sama-sama mengandalkan logistik, maka semakin lemah kultur politik di Jawa Tengah. Jadi, profil demografis Jawa Tengah sangat rentan sekali untuk menjadi sasaran vote buying. Kalau ini menjadi pertarungan transaksi politik, ya, kita bisa membayangkan pilkada ke depan akan semakin pragmatis di Jawa Tengah, ” ucapnya.