Usut Jet Kaesang dan Bobby Bikin KPK Jadi Maju Kena Mundur Kena
Dalam menangani penggunaan jet oleh Kaesang dan Bobby, KPK beberapa kali mengubah cara penanganannya.
Beberapa kali, terutama sejak publik mendesak, Komisi Pemberantasan Korupsi mengubah cara penanganan laporan dugaan penggunaan jet oleh anak dan menantu Presiden Joko Widodo, yakni Kaesang Pangarep dan Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution. Bahkan, kondisi ini, disebut Indonesia Corruption Watch, membuat KPK jadi seperti maju kena mundur pun kena.
Hingga Jumat (6/9/2024), Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan, pemeriksaan terkait dengan penggunaan jet oleh Kaesang dan Bobby ditunda. Sebab, menurut Tessa, ada laporan terkait penggunaan jet itu yang sifatnya tidak benar.
”Maksud dari penundaan itu sebenarnya adalah KPK tetap bekerja, tetapi mencermati dengan lebih hati-hati. Karena ada laporan yang sifatnya tidak benar atau tidak bisa ditindaklanjuti. Yang jelas, untuk menaikkan ke tahap penyelidikan atau penyidikan butuh kehati-hatian untuk peserta pilkada,” ujar Tessa.
Baca juga: KPK Ubah Sikap Lagi, Tunda Klarifikasi Bobby terkait Gratifikasi Jet Pribadi saat Pilkada
Sebelumnya, saat Bobby belum teridentifikasi menggunakan jet seperti halnya Kaesang, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan bahwa KPK akan mengundang Kaesang untuk mengklarifikasi ada atau tidaknya gratifikasi terkait penggunaan jet pribadi. Akhir Agustus 2024, Alexander menyebutkan, KPK sedang menyusun surat undangan untuk Kaesang mengklarifikasi ada atau tidaknya gratifikasi terkait penggunaan jet pribadi.
”Kami, sih, berharap ketika melakukan deklarasi atau apa pun itu disertai bukti. Misalnya, ’oh enggak, saya bayar sendiri, ini lho bukti transfernya’. Jadi clear dong. Nah, hal seperti itu yang sebetulnya. Tidak sekadar deklarasi, tetapi juga tolong dong buktinya,” kata Alexander di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (30/8/2024).
Namun, saat itu, KPK juga mengatakan tidak mengetahui keberadaan Kaesang. Apakah Kaesang masih berada di Amerika Serikat mendampingi istrinya, Erina Gudono, atau sudah kembali ke Indonesia. Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni pun menyebut bahwa sejak 28 Agustus 2024 Kaesang, yang merupakan Ketua Umum PSI, sudah berada di Indonesia dan sering berkantor di DPP PSI.
Ubah cara penanganan
Setelah publik terus mempertanyakan keberadaan Kaesang, barulah Kaesang tampak muncul kembali di hadapan publik pada Rabu (4/9/2024). Melalui akun PSI di Instagram, dokumentasi kegiatan putra bungsu dari Presiden Joko Widodo di kantor DPP PSI, Jakarta, pun diunggah. Dalam foto yang diunggah, Kaesang tampak menerima sejumlah tamu di ruang kerjanya, salah satunya berbincang dengan bakal calon wali kota Tangerang yang juga politisi PSI, Faldo Maldini.
Di hari yang sama, KPK pun menyatakan batal memanggil Kaesang untuk klarifikasi terkait dengan penggunaan jet. KPK beralasan laporan mengenai penggunaan jet oleh Kaesang yang semula ditangani Direktorat Gratifikasi KPK dilaihkan ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
Di hari yang sama, KPK pun menyatakan batal memanggil Kaesang untuk klarifikasi terkait dengan penggunaan jet.
Saat itu, Tessa selaku jubir KPK menyampaikan, karena laporan dialihkan ke Direktorat PLPM KPK, Kaesang pun tidak perlu terburu-buru datang ke KPK untuk mengklarifikasi dugaan penerimaan gratifikasi itu. Jika laporan itu tetap ditangani di Direktorat Gratifikasi KPK, sesuai aturan, dugaan penerimaan gratifikasi harus diklarifikasi maksimal 30 hari setelah gratifikasi diterima.
”Saat ini penanganan isu terkait saudara K (Kaesang) difokuskan pada proses penelaahan yang ada di Direktorat PLPM. KPK sedang berfokus di proses telaah dan akan ada beberapa tindakan untuk melakukan klarifikasi,” kata Tessa.
Adapun terkait dengan dugaan penggunaan jet oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution dan istrinya, Kahiyang Ayu, kakak kandung Kaesang, menurut KPK, harus diklarifikasi segera. Tessa mengatakan, Bobby adalah penyelenggara negara sehingga ia harus segera mengklarifikasi 30 hari setelah penerimaan jika hal tersebut bersumber dari gratifikasi atau hadiah.
Bobby pun membenarkan terkait penggunaan pesawat jet itu. Namun, ia menampik bahwa pesawat itu dibayar dengan dana APBD Kota Medan. ”Kalaupun itu kita punya sendiri, walaupun itu sewa, uang dari mana silakan dicek. Diperiksa apakah pakai uang dari APBD, apakah ada uang korupsi. Yang pasti saya sampaikan tidak. Saya bisa pastikan. Saya bisa declare bukan dari situ, silakan dicek,” kata Bobby kepada wartawan, Selasa (3/9/2024).
Hingga Jumat (6/9/2024), klarifikasi Bobby tak kunjung datang. Sebaliknya, KPK malah mengalihkan pula penanganan laporan dugaan penggunaan jet Bobby dari Direktorat Gratifikasi KPK ke Direktorat PLPM KPK. Meski telah dialihkan ke Direktorat PLPM KPK, Tessa tak menyebut berapa jumlah laporan dan siapa pihak yang melaporkan Bobby itu. Padahal, laporan yang masuk ke Direktorat PLPM KPK itu berasal dari masyarakat.
Baca juga: KPK Jadwalkan Verifikasi Kaesang dan Bobby Terkait Penggunaan Pesawat Jet ke AS
Tampak dilema
Koordinator ICW Agus Sunaryanto saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (7/9/2024), memandang, perubahan sikap KPK menunjukkan bahwa KPK saat ini dalam posisi dilema. Ada ketakutan untuk memanggil putra dan mantu Presiden Jokowi. Dari sisi ketatanegaraan, setelah revisi Undang-Undang KPK pada 2019, KPK berada di rumpun kekuasaan eksekutif. Tidak lagi independen seperti dulu.
”Jadi, ada semacam ewuh pakewuh kalau kemudian mau memanggil, memeriksa keluarga Presiden Jokowi. Entah itu yang statusnya sebagai penyelenggara negara ataupun yang bukan penyelenggara negara seperti Kaesang,” kata Agus.
Hubungan kekeluargaan dengan Presiden Jokowi itu, katanya, membuat KPK kemudian ragu dan bersikap lebih berhati-hati untuk sekadar mengklarifikasi dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi. Padahal, seharusnya dipanggil saja. Seperti saat dulu KPK memanggil besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Aulia Pohan, dalam kasus aliran dana Bank Indonesia.
”Seharusnya disampaikan saja surat panggilan klarifikasinya. Sebab, klarifikasi gratifikasi itu, kan, sifatnya netral. Apalagi jika fasilitas itu dibayar dengan dana pribadi, bukan dari pemberian atau hadiah,” katanya.
Dengan situasi saat ini, menurut Agus, KPK seolah-olah berada dalam posisi maju kena mundur juga kena. Jika mereka maju, mereka dihadapkan pada kekuasaan dan rezim Jokowi. Namun, jika mereka mundur, mereka juga takut dengan tekanan dan desakan publik.
”Sekarang, ini sudah menjadi persoalan publik. Daripada maju-mundur kena, lebih baik maju saja sekalian. Toh, kemungkinan juga akan ditindaklanjuti pimpinan berikutnya karena komisioner yang sekarang tinggal beberapa bulan lagi masa jabatannya,” katanya.
Dengan situasi saat ini, KPK seolah-olah berada dalam posisi maju kena mundur juga kena. Jika mereka maju, mereka dihadapkan pada kekuasaan dan rezim Jokowi. (Agus Sunaryanto)
Dinamika di internal
Lain halnya dengan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman. Zaenur menilai perbedaan sikap KPK menunjukkan bahwa terjadi dinamika di internal KPK. Ada sesuatu yang memengaruhi sikap KPK. Jika tidak terjadi sesuatu, KPK pasti akan menangani kasus tersebut sesuai dengan prosedur, yaitu pemanggilan untuk klarifikasi.
”Banyak pengamat berspekulasi bahwa semua itu tidak lepas dari adanya bentuk tekanan. Pasti KPK menerima bentuk tekanan. Namun, hal itu yang tahu hanya pimpinan KPK,” kata Zaenur.
Mengapa KPK mudah ditekan, menurut Zaenur, hal itu merupakan konsekuensi dari revisi UU KPK, yang menempatkan KPK berada di rumpun eksekutif. Unsur pimpinan KPK saat ini pun didominasi oleh kekuasaan eksekutif seolah-olah sekretariat bersama lembaga kepolisian dan kejaksaan. Mereka yang duduk di struktural KPK pun dinilainya sangat sedikit yang berasal dari internal KPK.
Baca juga: Kaesang-Erina, Gaya Hidup Mewah, dan Perlunya KPK Verifikasi Informasi Publik
Meskipun demikian, menurut Zaenur, penanganan perkara melalui tindak lanjut pengaduan masyarakat sebenarnya memberikan kepastian dari sisi hukum. Sebab, hal itu berada dalam ranah pro-yustisia. Masyarakat pun diminta terus mengawal proses tersebut agar kasus tidak menguap di tengah jalan.