KPK Tetap Lanjutkan Proses Hukum Selama Pilkada meski Kejagung Hentikan Sementara karena Pilkada
Kegiatan penyelidikan-penyidikan KPK tetap berjalan sesuai jadwal meski pilkada berlangsung. Ini beda dengan Kejagung.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan menunda penanganan kasus korupsi yang sudah masuk pada tahap penyelidikan dan penyidikan selama masa Pemilihan Kepala Daerah 2024 berlangsung. KPK memastikan penanganan perkara tidak akan mengganggu proses pilkada dan tidak digunakan sebagai alat politik untuk menjatuhkan lawan.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2024), mengatakan, sikap KPK sama dengan beberapa masa pilkada sebelumnya. ”KPK kalau prosesnya sudah lidik (penyelidikan) dan sidik (penyidikan) di KPK itu tidak akan kami tunda ataupun kami ganggu,” kata Ghufron.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Secara terpisah, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, semua kegiatan penyelidikan dan penyidikan di KPK tetap berjalan sesuai dengan jadwal, termasuk yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
”KPK akan memastikan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan tidak akan mengganggu proses pilkada yang sedang berlangsung dan tidak digunakan sebagai alat politik untuk menjatuhkan lawan politik dalam proses tersebut,” kata Tessa.
KPK akan memastikan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan tidak akan mengganggu proses pilkada yang sedang berlangsung dan tidak digunakan sebagai alat politik untuk menjatuhkan lawan politik dalam proses tersebut.
KPK sudah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dengan para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. KPK menyerahkan kepada KPU dalam mengambil sikap atas informasi yang diberikan. Tessa tidak bisa memberikan informasi terkait para pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kepada publik. Sebab, sesuai kebijakan di KPK saat ini, nama tersangka baru bisa diumumkan saat penahanan.
Pisahkan hukum dan politik
Secara terpisah, mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo meminta KPK memisahkan antara politik dan hukum. Jika KPK sudah mempunyai bukti yang cukup bahwa di antara para calon kepala daerah ada yang bisa ditetapkan sebagai tersangka, maka segera umumkan kepada publik dan jangan ditunda.
Jika ada pelaporan, maka segera cepat ditindaklanjuti tanpa membuang waktu agar terlihat jelas bahwa benar atau tidak laporan tersebut apakah hanya karena ada konstelasi pilkada atau memang diduga terjadi perbuatan korupsi.
”Jika ada pelaporan, maka segera cepat ditindaklanjuti tanpa membuang waktu agar terlihat jelas bahwa benar atau tidak laporan tersebut apakah hanya karena ada konstelasi pilkada atau memang diduga terjadi perbuatan korupsi,” kata eks penyidik KPK tersebut.
Menurut Yudi, hal tersebut bisa membantu masyarakat dalam memilih calon yang bersih dari korupsi. Ia menegaskan, tidak terbayangkan jika nanti salah seorang calon kepala daerah yang ditunda proses hukumnya ternyata menang dan proses hukumnya dilanjutkan. Hal itu akan membuat ongkos politik yang dibiayai masyarakat menjadi percuma dan semakin mahal.
Hal tersebut juga akan membuat gaduh. Sebab, kepala daerah yang terpilih menjadi tersangka, padahal seharusnya bisa ditetapkan sebelum terpilih. Masyarakat bakal mempertanyakannya KPK. Yudi menegaskan, KPK harus mengedepankan supremasi hukum untuk kemaslahatan rakyat.
Esensinya bukan hukum mau melindungi kejahatan, melainkan supaya proses demokrasi berjalan secara obyektif dan tidak dijadikan alat bagi yang satu untuk menjatuhkan yang lain.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung memutuskan untuk menunda proses hukum bagi calon kepala/wakil kepala daerah yang berkompetisi dalam Pilkada 2024. Kejaksaan mengklaim penundaan itu agar tak terjadi kampanye hitam (black campaign).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangan pers, Senin (2/9/2024), menyampaikan, kejaksaan memberlakukan penundaan proses hukum terhadap pihak yang berkompetisi dalam Pilkada 2024 atau sama seperti diberlakukan pada Pemilu 2024.
”Esensinya bukan hukum mau melindungi kejahatan, melainkan supaya proses demokrasi berjalan secara obyektif dan tidak dijadikan alat bagi yang satu untuk menjatuhkan yang lain,” kata Harli.
Kejagung jaga proses demokrasi
Supaya tidak ada ”black campaign” (kampanye yang menuduh pasangan calon atau kelompok lawan politik dengan tuduhan palsu atau belum terbukti). Supaya tidak ada satu calon yang menjadikan isu itu menjadi satu isu untuk menjatuhkan calon lain.
Menyambut Pemilu 2024, Jaksa Agung telah mengeluarkan Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024. Instruksi tersebut menjadi pedoman bagi semua pegawai kejaksaan dalam bersikap dan bertindak pada Pemilu 2024 sekaligus sebagai antisipasi agar kejaksaan tidak terseret dalam kepentingan politik praktis. Jaksa Agung juga menginstruksikan penundaan proses hukum kepada mereka yang tengah berkontestasi.
Menurut Harli, instruksi Jaksa Agung tersebut masih berlaku. Kebijakan itu tidak dimaksudkan untuk melindungi tindak pidana, tetapi menjadi upaya kejaksaan untuk menjaga proses demokrasi yang tengah berjalan tetap obyektif.
”Supaya tidak ada black campaign (kampanye yang menuduh pasangan calon atau kelompok lawan politik dengan tuduhan palsu atau belum terbukti). Supaya tidak ada satu calon yang menjadikan isu itu menjadi satu isu untuk menjatuhkan calon lain,” ujarnya.
Harli menegaskan, setelah ajang Pilkada 2024 selesai, pihaknya akan kembali menjalankan proses hukum jika ada eks calon kepala/wakil kepala daerah yang diduga terlibat dalam kasus korupsi. Ia memastikan tidak akan tebang pilih.