Hari yang Mengubah Pramono Anung-Rano Karno
Dalam wawancara dengan "Kompas", Pramono Anung menceritakan kronologi pengusungannya sebagai cagub Jakarta dari PDI-P.
Bagian ke-2 dari 4 tulisan
Pramono Anung dan Rano Karno sama-sama dalam posisi terkejut dan berat hati saat titah dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk maju di Pemilihan Kepala Daerah Jakarta turun. Masing-masing sudah nyaman dengan karier politik yang mereka jalani, tetapi pada 26-27 Agustus lalu, kenyamanan itu terusik dengan tantangan baru dan berat yang diamanatkan oleh Megawati.
Sebelum Pramono dan Rano berbicara melalui panggilan video (video call) dengan Megawati untuk menyampaikan kesiapan mereka maju di Pilkada Jakarta, keduanya sempat bertemu dan membahasnya. Sebelum itu, istri Pramono, Endang Nugrahani, menjadi tempat pertama Pramono untuk berkonsultasi. Tak sebatas itu, Pramono sempat pula melapor kepada atasannya di Kabinet Indonesia Maju, yakni Presiden Joko Widodo.
Bagaimana ceritanya? Berikut petikan wawancara Kompas dengan Pramono Anung yang kini masih menjabat Sekretaris Kabinet, Sabtu (31/8/2024), di Menara Kompas, Jakarta.
Kapan persisnya Anda memperoleh tugas dari Megawati untuk maju sebagai calon gubernur Jakarta?
Pada Senin (26/8/2024) pukul 12.50, saya dikontak untuk datang ke DPP PDI-P. Saya langsung buru-buru dari Istana Negara, Jakarta. Mungkin saya tiba pukul 13.05. Setibanya di sana, saya belum duduk, sudah diajak salaman oleh Mbak Mega. Beliau bilang, ”Udah, kamu saya tugaskan untuk menjadi calon gubernur Jakarta.” Saya bilang, ”Mbak, gak mau, Mbak bercanda saja.” Lalu beliau bilang lagi, ”Kamu masih mengakui saya sebagai ketua umum enggak?”
Wah, kalau saya sama Ibu pasti hormat bangetlah karena saya loyal kepada partai, terutama partai yang saya yakini. Begitu beliau mendesak, ”Udah kamu ngomong dulu sama Hani (istri Pramono).” Bicara saya sama istri saya, istri saya juga langsung terkejut. Janganlah, katanya, secara spontan juga, lalu setelah itu, saya balik lagi ke Ibu Mega. Ibu minta saya kembali ngomong sama istri, ya sudah saya bilang sudah nanti kita berdoa dulu.
Mengapa saat itu Anda menolak penugasan tersebut?
Jadi, saya membantu menjadi pendamping Bu Mega itu sudah lama. Sudah 27 tahun saya pernah menjadi Wakil Sekjen PDI-P, sekjen, pimpinan DPR dari PDI-P, menteri dua periode, dan sebagainya sehingga sudah sangat panjang. Saya terus terang dalam konteks Pilkada Jakarta ini sama sekali tidak mau turun terlalu banyak, terlibat terlalu banyak.
Baca juga: Ingin Warga Jakarta ”Happy”, Pramono-Rano Usung Slogan ”Jakarta Menyala”
Karena memang ketika nama saya pernah disebut oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, itu kan beberapa bulan lalu, saya juga sudah menolak.
Kenapa saya menolak? Karena memang saya gak ingin untuk itu. Coba saja lihat di medsos (media sosial) saya, yang ada itu hanya aktivitas saya naik sepeda, bermain dengan cucu. Ya, sekali-sekali ada aktivitas di pemerintahan, tetapi lebih dominan naik sepeda dan cucu karena memang saya berpikir bahwa sudahlah saya ini sudah terlalu lama di dunia politik, 25 tahun menjadi pejabat.
Orang sudah harus tahu kapan harus berhenti. Jadi, ya ketika sempat muncul nama seperti Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama, dan Rano Karno, saya monggo-monggo saja, mereka saja.
Lalu, apa yang Anda lakukan setelah ada titah dari Megawati?
Ya, setelah itu karena saya juga orang yang mempunyai etika profesionalisme. Saya tidak mau Presiden Joko Widodo dengar informasi itu bukan dari saya. Saya telepon Presiden pada waktu beliau masih di Lampung. Saya sampaikan Pak, saya diminta Ibu untuk maju di Pilkada Jakarta, yang kemudian orang menafsirkan tertawa terbahak-bahak Presiden saat saya beri tahu itu.
Namun, kenapa itu saya lakukan? Saya ini menjunjung tinggi etika profesionalisme. Tidak bisa misalnya siapa punlah yang dengar dari orang lain, harus dengar dari saya. Walaupun belum diputuskan, harus dengar dari saya sendiri, dan itu saya lakukan.
Baca juga: Pramono: Ahok Bakal ”Full Speed”, Parpol yang Tidak Dukung Juga Siap Membantu
Sekitar pukul 17.00, Senin (26/8/2024) sore, ketika Presiden tiba di Jakarta, saya tetap minta ketemu beliau, ya, dan beliau bilang sudahlah ini amanah, diterima saja. Kemudian besoknya, Selasa (27/8/2024), pukul 09.00, saya bertemu beliau kembali, dan kembali Presiden minta agar saya menerima amanah itu sambil beliau menitipkan pesan untuk kalau bisa turun di 12 titik (saat kampanye).
Setelah ada persetujuan dari Presiden, apakah keputusan Anda berubah?
Belum, hari itu saya ketemu Mbak Mega dua kali, siang hari dan saya ketemu sore hari, sekitar pukul 17.00, saya tetap pada posisi enggak begitu. Tapi, beliau tetap pada posisi, kamu yang maju. Begitu beliau tetap bersikukuh, dan saya juga tetap pada posisi saya, dan situasinya tone suara sudah sama-sama tinggi, saya bilang Mbak, saya mohon izin saya pulang. Saya mau merenung dulu.
Di tengah perjalanan, saya kontak Rano Karno, ketemulah kami, sekitar pukul 19.30, di rumah saya. Saya tanya beliau, ”Abang kalau maju gimana?” Beliau bilang, ”Ya, saya sudah terpilih sebagai anggota DPR, bagi saya untuk maju ini juga enggak gampang.” Dia balik bertanya, saya gimana, ya saya bilang berat juga.
”Tetapi, kalau kita sudah putuskan maju, harus fight, Bang Rano Karno oke?” Saya tanya balik ke dia. Dia bilang, ”Ya, kalau Abang oke, saya oke.” Ya, (kami) salaman, langsung saya telepon Mbak Mega. Saya bilang, ”Mbak, saya sama Rano, karena video call, ya, kami bersedia untuk menjalankan amanah yang Mbak berikan. Bismillah, kami mohon doa restu, lalu setelah itu, ya, langsung, ”Menang, menang, menang. Merdeka, merdeka, merdeka!”
Baca juga: ”Plot Twist” Karier Politik Pramono Menyusul Anaknya, Hanindhito, di Pilkada
Apa pertimbangan Megawati mengusung Anda dan Rano Karno?
Beliau, kan, pasti hitungannya matang. Beliau sangat senior, ketua umum terlama, udah asam garamnya luar biasa sehingga keputusan untuk mengajukan saya itu 1.000 persen putusannya dari Megawati Soekarnoputri.
Apakah ada opsi lain sebelum PDI-P memutuskan mengusung Anda?
Ya, saya pernah dua bulan sebelumnya, sebenarnya Pak Basuki Hadimuljono (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) yang pada waktu itu mau diajukan oleh Koalisi Indonesia Maju (partai-partai politik pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024) untuk maju sebagai cagub Jakarta. Dan pernah disampaikan juga oleh Pak Jokowi kepada Pak Basuki. Usulan itu pun sudah saya bawa ke Ibu (Megawati) agar Ibu juga setuju Pak Basuki.
Tapi, rupanya Ibu menanyakan kepada Pak Bas, umurnya berapa. ”Umur saya 70 (tahun), Bu,” jawab Pak Bas. Kok, masih mau maju untuk ini (Pilkada Jakarta), kan, enggak gampang. Dan, Pak Bas bilang bahwa dirinya tidak bersedia. Pak Bas juga waktu itu bercanda, kalau bisa kader Ibu saja. Karena saya nganter saat pertemuan, beliau lirik ke saya, begitulah Pak Bas biasa bercanda. Saya sama Pak Bas sangat dekat, ya.
Selain Pak Basuki, ada opsi nama lain?
Ya, pernah ada nama misalnya kayak Basuki Tjahaja Purnama dan Rano Karno. Bahkan Pak Andika Perkasa (mantan Panglima TNI yang kini maju di Pilkada Jawa Tengah) pun pernah untuk dipikirkan, termasuk juga Bu Risma (Tri Rismaharini yang kini menjabat Menteri Sosial dan maju sebagai cagub di Pilkada Jawa Timur).
Dan nama-nama lain yang menurut saya juga memang nama-nama petarung yang mempunyai nama yang baik. Tapi, ya sekarang, sudah hal itu menurut saya enggak usah terlalu dibahas karena sudah saya, dan saya sudah siap. Saya akan fight dan saya akan bekerja keras untuk itu.
Apakah ada tekanan sehingga PDI-P tidak jadi mengusung Anies Baswedan?
Spekulasi itu enggak ada. Kalau tekanan enggak ada, saya yakin enggak ada yang bisa menekan Mbak Mega karena pada saat mengumumkan nama-nama cagub PDI-P untuk daerah lain sebelum Jakarta, Ibu Mega kan tetap aja tone-nya kencang saja, kan (mengkritik pemerintah). Jadi, menurut saya, enggak ada tekanan itu.
Jadi, untuk keputusan itu pasti keputusan beliau sepenuhnya. Saya terus terang termasuk yang mengharapkan PDI-P bisa mencalonkan Mas Anies. Termasuk sebelum saya berangkat ke KPU untuk mendaftar, pada Rabu (28/8/2024), saya sempat ngobrol di telepon dengan Mas Anies. Saya, kan, kenal Mas Anies sudah lama sekali. Ketika Mas Anies (menjadi) Ketua Senat UGM, saya 10 tahun di atasnya. Saya dulu juga Ketua Dewan Mahasiswa ITB, gitu.
Baca juga: Bukan Anies, PDI-P Bakal Daftarkan Pramono Anung-Rano Karno untuk Pilkada Jakarta
Ketua DPD PDI-P Jawa Barat Ono Surono menyampaikan Anies diganjal penguasa, dan Anies juga mengungkap bahwa parpol tersandera kekuasaan?
Yang pertama, saya enggak mau berspekulasi karena saya tidak tahu. Tapi, yang jelas, PDI-P di Jawa Barat sudah mencalonkan Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja di Pilkada Jawa Barat. Jadi, saya enggak mau berspekulasi karena saya enggak tahu, kalau mau tahu detail tanya saja sama Ono.
Mengerucut ke Anies
Berdasarkan catatan Kompas, setelah mendaftarkan pasangan Jeje-Ronal di KPU Jabar, pada hari terakhir pendaftaran, Kamis (29/8/2024), Ono Surono menyampaikan, pilihan PDI-P sudah mengerucut ke Anies Baswedan untuk diusung sebagai cagub Jabar. Namun, pencalonan Anies dibatalkan karena ada ”tangan-tangan” yang tak menyetujui Anies.
Sementara Anies dalam pidatonya, kemarin, menyinggung soal kondisi parpol yang tersandera kekuasaan saat menjawab usulan agar dirinya bergabung dengan parpol.
”Ada yang usul supaya saya masuk partai atau bikin partai politik. Nah, begini, kalau masuk partai, pertanyaannya partai mana yang sekarang tidak tersandera oleh kekuasaan. Jangankan dimasuki, mencalonkan saja terancam. Agak berisiko juga bagi yang mengusulkan. Jadi, ini adalah sebuah kenyataan, nih,” ujarnya.
Baca juga: Jungkir Balik Politik PDI-P di Detik Akhir Pendaftaran Calon Gubernur Jabar
Namun, Presiden Jokowi menepis tudingan menjegal Anies maju di pilkada. ”Saya bukan ketua partai, saya juga bukan pemilik partai, supaya tahu semuanya, apa urusannya?” katanya seusai meresmikan gedung pelayanan kesehatan respirasi ibu dan anak di RS Persahabatan, Jakarta Timur, Jumat (30/8/2024). (APA/DAN/CAS/HAR/MDN)