Pramono: Ahok Bakal ”Full Speed”, Parpol yang Tidak Dukung Juga Siap Membantu
Ahok disebut bakal membantu dengan kecepatan penuh untuk memenangkan Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta.
Bagian ke-3 dari 4 tulisan
Setelah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Jakarta untuk mengikuti Pilkada Jakarta, Rabu (28/8/2024), Pramono Anung bersama Rano Karno atau Bang Doel langsung tancap gas. Mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, disebut bakal ikut membantu dengan "full speed" untuk pemenangannya.
Pramono mengklaim telah memperoleh pula dukungan dari sejumlah pemimpin partai politik yang sebenarnya sudah memutuskan mengusung bakal cagub-cawagub lain di Pilkada Jakarta.
Dukungan yang mengalir tanpa henti itu disebut Pramono karena banyak yang bersimpati dengan ”kontestasi” yang tak seimbang di Pilkada Jakarta. Pramono bahkan mengibaratkan pertarungannya dengan kontestan lain, yakni Ridwan Kamil-Suswono, seperti ”David vs Goliath”.
Bagaimana lengkapnya? Apakah Anies Baswedan yang sempat ditimbang sebagai cagub Jakarta oleh PDI Perjuangnan termasuk yang ikut membantu pemenangan? Berikut petikan wawancara Kompas dengan Pramono Anung di Menara Kompas, Jakarta, Sabtu (31/8/2024):
Kami lihat setelah diumumkan kemarin, Anda langsung tancap gas sosialisasi ke warga Jakarta. Apakah memang strateginya langsung tancap gas?
Jadi, sejak hari pertama, ketika saya sudah menyatakan bersedia dan mendaftar ke KPU, jam 11.00 pagi, pendaftar yang pertama, saya sudah mengatakan kepada teman-teman di internal tim pemenangan ataupun juga menyampaikan ke masyarakat bahwa kita speed-nya udah bukan lagi speed untuk berpikir dan sebagainya, (tapi) udah langsung full speed.
Hari pertama saja saya sudah di 10 tempat. Bahkan saya sudah live di lima stasiun TV pada waktu itu sehingga, dengan demikian, ini udahnggak ada waktu untuk berleha-leha. Dan, ini waktunya untuk menyampaikan gagasan program, berpolitik secara riang gembira.
Baca juga: Ingin Warga Jakarta ”Happy”, Pramono-Rano Usung Slogan ”Jakarta Menyala" (Bagian pertama dari 4 tulisan)
Baca juga: Hari yang Mengubah Pramono Anung-Rano Karno (Bagian ke-2 dari 4 tulisan)
Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah di dalam pertarungan pilgub ini, seperti yang saya katakan berulang kali, udahlah, peristiwa ketika Jakarta terbelah, pada waktu itu, jangan pernah diulangi lagi. Karena energi untuk menyembuhkan itu terlalu lama sehingga, dengan demikian, politik tentang identitas, agama, kesukuan, dan sebagainya, saya dan Bang Doel (Rano Karno) sudah menyampaikan bahwa kita berdua sama sekali tidak mau memakai itu.
Dari posisi Sekretaris Kabinet itu nanti berbagi tugasnya dengan kampanye bagaimana?
Jadi, secara terbuka saya ingin mengatakan bahwa sebenarnya di awal saya sudah menyampaikan untuk bisa mengundurkan diri. Tetapi disampaikanlah oleh Mensesneg, oleh tim yang ada bahwa undang-undang itu mengatur pilihannya ada dua: sampai dengan penetapan KPU pada tanggal 22 September itu sebenarnya siapa pun masih berhak, kecuali ASN, polisi, dan TNI. Dia harus mundur seketika baru kemudian setelah penetapan itu diberikan kemenangan kepada pejabat negara itu.
Nah, saya sekarang ini karena memang masih ada beberapa tugas yang harus saya selesaikan, saya sebenarnya sudah pernah pengen mengajukan untuk mengundurkan diri. Tapi, kan, tidak boleh. Bahkan sebenarnya mengajukan diri bukan sekarang aja, ya, tapi saya nggak bisa sebutkanlah, gitu.
Tapi intinya dari semua itu bahwa bagi saya ringan-ringan saja. Tidak terlalu apa, hal yang harus (dibuat berat). Selama saya bisa bekerja dengan full dan saya juga bisa memberikan kontribusi, dan saya juga bisa beraktivitas untuk melakukan sosialisasi diri, mengetuk masyarakat dan warga Jakarta, bahwa saya ini sebagai alternatif untuk menjadi gubernur Jakarta, itu akan saya lakukan.
(Hal) yang jelas, secara formal saya pasti taat, patuh, pada aturan main. Bagi saya jabatan yang begini sama sekali nggak perlu dikejarlah. Dan, seperti yang saya katakan juga berulang kali secara terbuka, saya ini orang yang nggak pernah minta jabatan sama sekali, sampai hari ini, walaupun 25 tahun menjadi pejabat.
Baca juga: ”Plot Twist” Karier Politik Pramono Menyusul Anaknya, Hanindhito, di Pilkada(Bagian ke-4 dari 4 tulisan)
Apakah sudah mulai dipetakan dengan Bang Doel, kira-kira daerah mana nanti berbagi wilayahnya? Atau nanti akan membentuk tim pemenangan untuk mengenalkan Anda?
Jadi, secara jujur saya harus mengatakan keterkenalan Bang Doel dibandingkan saya di Jakarta ini jauh banget. Jadi, Bang Doel itu 75 persen lebih dikenal masyarakat Jakarta. Dan, dia warga Betawi asli. Dia paham dan mengetahui tentang bagaimana demografi di Jakarta.
Maka, dengan demikian kami membagi tugas, membagi peran, bahwa nanti di awal-awal saya akan melakukan sosialisasi di internal dulu kemudian baru keluar bersama-sama kayak beberapa hari ini kami sudah memulai itu.
Selain faktor elektabilitas, di kubu Ridwan Kamil-Suswono, misalnya, ada sampai belasan partai. Sementara di kubu Anda ada PDI-P dan menyusul kemarin, Hanura. Bagaimana ini?
Jadi, ini memang pertarungan David lawan Goliath. Dan, kita yang di posisi underdog itu malah happy-happy aja. Dan, dengan kondisi ini saya terus terang malah mendapatkan simpati, dukungan publik dari banyak orang.
Bahkan, beberapa wakil ketua umum secara terbuka—padahal bukan pendukung saya—nanti mau membantu untuk relawanlah, bla-bla-bla, dan sebagainya. Nanti akan kami sampaikan. Nanti dilihat saja, maksud saya begitu.
Jadi, intinya, memang bukan mudah. Kan, ada beberapa pertanyaan yang mengatakan, ”Mas, kenapa sih Mas mau turun gunung? Apakah enggak sayang dengan reputasi saya yang selama ini?” Saya bilang, saya awalnya memang tidak minta, tidak pengin, tidak apa pun dengan Ibu Mega. Dan, bahkan saya menolak.
Baca juga: Pramono Anung: Saya Terpanggil Perbaiki Jakarta
Tetapi begitu saya sudah (menyatakan) iya dan mau mendaftar, saya fight. Dan saya akan fight dengan segenap kemampuan dan juga apa yang saya miliki untuk melakukan kompetisi ini. Jadi, saya sungguh-sungguh melakukan itu karena saya tahu saya fighter untuk itu.
Saat Mas Pram mendaftar di KPU Jakarta itu, ada Pak Ahok juga di situ. Nanti pada saat berjalannya waktu untuk pemenangan, seberapa besar beliau akan ikut membantu?
Jadi, Pak Ahok ini sampai sekarang secara aktif memberikan masukan, gagasan, usul, ide kepada saya. Harus diakui bahwa buat saya pribadi semua gubernur itu pasti meninggalkan legacy yang baik untuk Jakarta.
Kebetulan saya ini, kan, goweser. Setiap gowes, setiap mau pulang setelah dua kali atau tiga kali muter Sudirman-Thamrin, kemudian ke Kuningan, ada hal yang bagi gue—yang goweser itu—menjadi sangat istimewa. ”Kita pulang lewat Ahok”. Artinya, lewat Ahok itu naik ke atas yang muter itu begitu. Itu menurut saya legacy Ahok di Semanggi yang luar biasa.
Tetapi, saya termasuk yang juga melihat bahwa apa yang ditinggalkan Pak Sutiyoso, Bang Foke, Mas Anies, itu juga luar biasa. Sehingga, dengan demikian, bagi saya simpel saja. Apa yang baik, yang diwariskan, kita jaga, kita teruskan. Hal yang kurang kita perbaiki.
Itu aja, nggak usaha terlalu kemudian menjadi seakan-akan pintar dengan membuat sebuah gagasan baru. Terlalu lama dan nanti akan habis waktunya untuk mengimplementasikan program itu.
Maka kalau, misalnya, warga Jakarta percaya sama saya. Kan, yang di ujung ini Pak PJ (penjabat) Jakarta, Pak Heru dan seluruh jajarannya. Saya secara simpel akan mengatakan apa yang sudah satu tahun terakhir ini, ya, kita jalankan. Kita perbaiki. Ternyata memang apa yang dilakukan Pak PJ pun juga banyak yang bagus. Kan, gitu.
Jadi, Pak Ahok nanti ada kemungkinan jadi ketua tim pemenangan atau tempat yang strategis?
Ya, pokoknya, Pak Ahok akan membantu saya dengan full speed.
Bagaimana dengan Anies Baswedan yang sempat ditimbang PDI-P untuk maju di Pilkada Jakarta?
Saya terus terang termasuk yang mengharapkan PDI-P bisa mencalonkan Mas Anies, termasuk sebelum saya berangkat ke KPU Jakarta, saya komunikasi dengan Mas Anies via telepon.
Ya, saya memang kenal Mas Anies, kan, sudah lama sekali. Ketika Mas Anies Ketua Senat UGM, saya 10 tahun di atasnya, saya dulu juga Ketua Dewan Mahasiswa ITB.
Jadi ada kemungkinan Mas Anies nanti ikut membantu pemenangan Pramono-Rano?
Saya enggak tahu. Kalau dibantu Mas Anies, ya, matur nuwun, terima kasih. Alhamdulillah.
Di pilpres kemarin ada indikasi-indikasi yang tidak baik, seperti ASN yang ikut mendukung calon tertentu, penggunaan bansos, dan lain-lain, apakah Anda melihat atau khawatir hal itu akan terulang di pilkada?
Ya, yang pertama, pasti atmosfer dan juga suasana untuk pilpres itu akan berbeda dengan pilkada ini. Karena pilpres pada waktu itu bersamaan dengan pileg (pemilihan legislatif). Dan kalau pileg itu pasti semua partai ingin memenangkan partainya. Dan yang mempunyai calon di pilpres, mereka juga all out, memenangkan calonnya.
Kalau untuk pilkada, apakah itu (pemilihan) gubernur, bupati, wali kota, menurut saya lebih pada pertarungan personal. Pengalaman saya, berulang kali, bahkan mungkin sudah ratusan kali, untuk hal yang berkaitan dengan pilkada ini. Dan kebetulan disertasi saya itu tentang ini.
Sehingga, dengan demikian, saya meyakini bahwa pertarungan ini akan menjadi pertarungan yang lebih personal tentang gagasan, pemikiran, dan sebagainya. Jadi, akan sangat berbeda. Tapi bahwa kemudian apakah ada kemungkinan (indikasi-indikasi tidak baik) itu? Saya berharap tidak ada.
Yang pertama, karena saya tahu sekarang ini pemerintahan akan berakhir. Tinggal satu setengah bulan lagi. Dan kemudian juga suasananya juga sudah sangat berbeda. Dan, pilkada ini dilakukan serentak di semua wilayah sehingga aparat penegak hukum, polisi, pun pasti kerepotan untuk penanganan pilkada ini. Udah pasti, karena ini adalah pertama kali pilkada serentak. Tidak gampang. Dan untuk itu saya meyakini mudah-mudahan tidak ada (indikasi-indikasi tidak baik) seperti pada saat pilpres dan pileg kemarin.