Jika Terbukti Catut Dukungan, Dharma-Kun Terancam Hukuman Penjara
Tidak hanya terancam penjara, Dharma-Kun cacat prosedural untuk mengikuti Pilkada Jakarta jika benar terjadi pencatutan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta didesak untuk segera membuktikan dugaan KTP sebagian warga yang dicatut untuk mendukung pasangan bakal calon jalur perseorangan, Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto, dalam Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2024. Kasus ini tidak boleh didiamkan dan harus dibuka secara terang benderang sehingga publik bisa benar-benar yakin terhadap kredibilitas dan integritas Pilkada 2024.
Menurut pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, saat dihubungi pada Minggu (18/8/2024), setiap temuan dugaan pelanggaran atau manipulasi tidak boleh diabaikan hanya karena tahapannya sudah terlampaui. Sebab, pelanggaran adalah tetap pelanggaran.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Pencatutan data berupa NIK KTP merupakan tindak pidana pemilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 185, 185 A, 185 B, dan 186 UU Pilkada. Ini merupakan perbuatan yang mengandung unsur tindak pidana pemilihan yang diancam dengan pidana penjara dan denda,” ujar Titi.
Berdasarkan Pasal 185 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, apabila terbukti melakukan pelanggaran manipulasi daftar dukungan, bakal calon perseorangan terancam penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan serta dikenakan denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 72 juta.
”Selain itu, kasus ini juga bisa didalami dengan UU Administrasi Kependudukan, UU Pelindungan Data Pribadi, maupun UU ITE,” kata Titi.
Titi meminta Bawaslu menindaklanjuti banyaknya keberatan dari warga Jakarta soal pencatutan identitas mereka untuk dukungan terhadap pasangan Dharma-Kun tersebut. Bawaslu bisa melakukan terobosan dengan memerintahkan pembukaan dan validasi data lebih lanjut sebelum penetapan Dharma-Kun sebagai bakal pasangan calon yang memenuhi syarat oleh KPU.
KPU DKI Jakarta juga harus membuka seluruh data yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai pendukung Dharma-Kun sehingga tidak ada kecurigaan dan spekulasi berlarut. ”Termasuk juga data-data yang semula tercatat sebagai pendukung, tetapi kemudian dihapus oleh KPU dari situs publikasi,” katanya.
Pada Kamis (15/8/2024), KPU Jakarta menyatakan Dharma-Kun memenuhi syarat sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur jalur perseorangan. Menurut rencana, KPU Jakarta akan mengeluarkan surat keputusan (SK) untuk menetapkan Dharma-Kun sebagai pasangan calon independen yang memenuhi syarat pada 19 Agustus 2024.
Setelah dinyatakan lolos verifikasi faktual tersebut, muncul dugaan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) KTP secara sepihak yang viral di media sosial X. Sejumlah warga kemudian berbondong-bondong mengecek status mereka di laman info pemilu dan mendapati hal serupa, yakni dicatat mendukung pasangan calon kepala daerah perseorangan tersebut.
Warga Jakarta bisa mengecek KTP-nya dicatut atau tidak melalui https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilihan/cek_pendukung. Kemudian, dilanjutkan memasukkan 16 nomor NIK di kolom yang tersedia.
Jika benar adanya pencatutan sepihak, pasangan Dharma-Kun cacat prosedural untuk mengikuti Pilkada Jakarta.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta meminta Bawaslu DKI Jakarta untuk segera membuktikan hal tersebut. Sebab, jika benar adanya pencatutan sepihak, pasangan Dharma-Kun cacat prosedural untuk mengikuti Pilkada Jakarta. Bawaslu RI juga harus melakukan supervisi terhadap yang saat ini dialami oleh warga Jakarta.
”Tetap semuanya harus melalui pembuktian kan, itu yang memang kita tidak bisa menuding sepihak ataupun tanpa ada proses gitu kan,” ujar Kaka.
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui seusai Soekarno Run di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta, Minggu (18/8/2024), mengatakan, upaya pencatutan dukungan untuk menghadirkan pasangan calon kepala-wakil kepala daerah dari jalur perseorangan pernah terjadi di Pilkada Surakarta. Namun, ia tidak mendetailkan kapan momentum tersebut.
”Itu pernah terjadi di Solo. Jadi, itu bukan dugaan pencatutan, itu pencatutan. Karena Ketua DPC kami pun KTP-nya diikutkan,” ujarnya.
Pada Pilkada Surakarta 2020 sempat ramai adanya pasangan boneka dari jalur perseorangan, yakni Bagyo Wahyono-FX Supardjo. Pasangan itu ramai disebut sebagai pasangan boneka setelah muncul gerakan kotak kosong untuk melawan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa.
Hasto melanjutkan, pihaknya menentang cara-cara pencatutan NIK KTP untuk menciptakan calon boneka seperti yang ramai belakangan ini. Menurut dia, hal itu merupakan pembungkaman suara rakyat dan tidak baik dalam demokrasi. ”Jangan bungkam suara rakyat. Jangan bungkam kehendak rakyat. Biarlah demokrasi menjadi suatu kontestasi yang sehat,” ujarnya.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo mengatakan, pihaknya telah membuka posko pengaduan dari tingkat kecamatan hingga provinsi dan membentuk tim khusus untuk menelusuri polemik dugaan pencatutan identitas kependudukan ini. Posko dibuka sejak Jumat (16/8/2024) hingga waktu yang belum ditentukan sehingga warga punya cukup waktu membuat aduan dan dapat terlayani dengan baik.
”Data yang masuk sudah ada ratusan. Sifatnya aduan, belum laporan resmi. Data ini sedang kami identifikasi dan inventarisasi. Jika ditemukan pelanggaran, pasti ditindak tegas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” katanya pada Sabtu (17/8/2024) malam.
Bawaslu DKI Jakarta meminta warga untuk segera melapor. Dengan begitu, pihaknya dapat menelusuri pelanggaran, seperti tindak pidana pemilihan, pelanggaran administrasi pemilihan, dan pelanggaran peraturan hukum pidana umum ataupun pidana khusus.
Ketua Divisi Teknis Pemilu KPU DKI Jakarta Dody Wijaya berjanji menindaklanjuti apa pun keputusan dari Bawaslu kelak. ”Ya, akan kami tindak lanjuti. Silakan dilaporkan tanggapan masyarakat kepada Bawaslu. Nanti kami akan tindak lanjuti. KPU DKI Jakarta akan mengkaji dan menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta terkait hal tersebut,” ujarnya.